Pada tanggal 24 Juli 2020 para hamba Tuhan dan penatua Grace Communicty Church (GCC) yang dipimpin oleh John MacArthur mengeluarkan sikap resmi terhadap larangan beribadah bersama di dalam ruangan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pernyataan sikap ini sekaligus sebagai undangan bagi para jemaat untuk menyatakan sikap mereka. Sikap resmi ini tampaknya mendapat dukungan besar dari jemaat. Sejak pertama kali ibadah dibuka kembali, ribuan jemaat membanjiri ibadah di GCC.
Dari berbagai laporan foto yang ada, sebagian jemaat tidak menghiraukan protokol kesehatan. Banyak di antara mereka tidak menjaga jarak maupun mengenakan masker. Ibadah tetap dilakukan di dalam ruangan. Pada saat hal ini dipertanyakan, pihak GCC menggunakan cuaca California yang panas dan jumlah jemaat yang banyak sebagai alasan untuk tidak melakukan ibadah di luar ruangan maupun menjaga jarak.
Sebagai seorang tokoh gereja yang berpengaruh, sikap John MacArthur ini tentu saja mendapat perhatian serius dan ekstra. Pro dan kontra bermunculan. Figur MacArthur yang selama ini lekat dengan penggalian Alkitab yang mendalam dan kesetiaan yang besar terhadap doktrin Alkitabiah membuat banyak orang bertanya-tanya apakah sikapnya kali ini memang Alkitabiah.
Untuk mengetahui isu ini dengan lebih objektif, kita perlu membaca pernyataan resmi dari GCC yang dapat dibaca atau diunduh dalam tautan berikut ini (https://www.gracechurch.org/news/posts/1988). Dalam tulisan ini terlihat bahwa alasan utama yang dikemukakan bukan dari Amandemen Pertama dalam Konstitusi Amerika yang menyatakan bahwa Kongres Amerika tidak boleh mencampuri masalah agama maupun membatasi kebebasan. GCC menyatakan dengan tegas bahwa Yesus Kristus adalah Kepala Gereja dan bahwa pemerintah California telah mencampuri urusan gereja terlalu jauh. Mereka menganggap pemerintah telah mengambil alih wewenang gereja.
Walaupun dalam berbagai kesempatan wawancara MacArthur juga menambahkan alasan-alasan lain (misalnya kritikan terhadap pemerintah yang bias: membiarkan demonstrasi tetapi melarang ibadah bersama), artikel ini hanya akan berfokus pada isi pernyatan sikap tersebut. Nah, bagaimana kita menyikapi pandangan GCC di atas?
Dalam pernyataan sikap resmi GCC ada banyak kalimat doktrinal maupun penafsiran Alkitab yangi dimaktubkan di sana. Doktrin yang disampaikan terlihat memang benar: Kristus adalah kepala gereja dan bahwa gereja harus lebih tunduk kepada Allah daripada pada pemerintah, dsb. Teks-teks yang digunakan sebagai dukungan juga valid. Ibadah bersama sebagai orang Kristen merupakan elemen yang sentral dalam kekristenan.
Inti perbedaan antara saya dan GCC terletak pada interpretasi terhadap intervensi pemerintah ke dalam gereja. Bagi GCC, protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemerintah termasuk intervensi ke ranah internal gereja. Pemerintah tidak berhak untuk mengatur kapan, di mana dan bagaimana gereja sebaiknya melakukan ibadah mereka.
Perbedaan lain berhubungan dengan pemisahan antara wilayah keluarga, gereja dan pemerintah. Sebagaimana dituangkan dalam pernyataan GCC, masing-masing area ini tidak boleh saling mencampuri. Jika ada satu area merasa diintervensi, orang-orang yang ada di sana berhak untuk menyatakan sikap.
Saya tidak melihat pemerintah sedang mencampuri urusan internal gereja. Yang dirisaukan oleh pemerintah bukan hanya jemaat GCC, tetapi masyarakat secara luas. Jika ada jemaat yang tertular, dia akan menulari sebagian besar jemaat yang lain, dan pada akhirnya akan menulari lebih banyak masyarakat di luar gereja. Efek domino ke masyarakat luas inilah yang menurut saya memberi celah bagi pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Jika penularan semakin besar toh pemerintah juga yang harus menangani persoalan itu. Sikap MacArthur hanya bisa dibenarkan jika semua jemaatnya sepakat hanya tinggal di dalam gedung gereja selama berbulan-bulan dan tidak keluar ke masyarakat sama sekali. Begitu mereka keluar, pemerintah berhak menganggap mereka sebagai ancaman bagi keselamatan masyarakat luas.
Tentang pembedaan area keluarga, gereja dan pemerintah, saya menilai sikap MacArthur terlalu kaku dan sukar untuk diterapkan secara konsisten. Ada arsiran dan persimpangan di antara tiga area ini. Menentukan batasannya secara tegas mustahil dapat dilakukan. Apa yang terjadi dalam keluarga bersentuhan dengan gereja dan pemerintah, begitu pula sebaliknya.
Lagipula, yang dilarang pemerintah bukan ibadah bersama, melainkan pelaksanaan ibadah yang tradisional. Protokol kesehatan yang diberlakukan oleh pemerintah cukup masuk akal. Keberatan yang diberikan oleh pihak GCC dengan alasan cuaca yang panas dan jumlah jemaat yang besar sebenarnya hanya mengada-ada saja. Gereja Harvest Christian Fellowship (HCF) yang berlokasi di California juga memiliki jemaat yang ribuan, bahkan melebihi jemaat GCC. Greg Laurie, sebagai pendeta utama di sana, tetap mengikuti protokol kesehatan dari pemerintah. Dia mengadakan ibadah di luar di bawah tenda dengan menjaga jarak. Jemaat juga diwajibkan untuk mengenakan masker.
Apa yang dilakukan oleh HCF jelas lebih bijaksana daripada GCC. MacArthur telah menentang pemerintah secara berlebihan dan kaku. Ada banyak cara untuk tetap menjaga wewenang gereja tanpa menyalahi aturan pemerintah. Situasi yang ada bukan either/or (tidak harus memilih).
Sebagai penutup, MacArthur juga perlu mempertimbangkan hati nurani banyak orang. Jangan sampai kebebasan kita menjadi batu sandungan untuk orang lain (1Kor. 8:9). Kekristenan bukan hanya tentang benar – salah, tetapi baik – buruk dan bermanfaat – bermudarat. Apa yang akan dikatakan oleh dunia jika California mengalami pelonjakan signifikan dalam penyebaran Covid-19? Apakah salah jika banyak orang menganggap gereja telah mendatangkan celaka bagi dunia? Jadi, dalam hal ini yang diperlukan adalah hikmat: hikmat untuk memahami sikap orang lain dan hikmat untuk menerapkan keyakinan secara tepat. Soli Deo Gloria.