Sebagian orang bukan hanya tidak mengerti doktrin Kristiani yang benar. Mereka benar-benar menentang segala bentuk pengajaran doktrin. Doktrin dipandang sebagai sesuatu yang membahayakan bagi kerohanian. Yang dipentingkan adalah tindakan-tindakan konkrit. Yang praktis, bukan yang theoritis. Yang pragmatis, bukan yang theologis.
Benarkah doktrin tidak penting bahkan membahayakan? Bagaimana menghadapi orang-orang yang anti-doktrin semacam ini?
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengetahui definisi doktrin masing-masing pihak. Banyak orang memahami doktrin secara berbeda. Ada yang menyamakan doktrin dengan theologi tertentu. Misalnya, anti-doktrin sama dengan anti Theologi Reformed atau anti bahasa roh. Untuk menghindari debat kusir yang tanpa arah, kita perlu menyamakan dahulu konsep kita tentang doktrin. Jangan sampai kita memperbincangkan istilah yang sama tetapi dengan konsep yang berbeda.
Selanjutnya kita juga perlu memperjelas apa yang sebenarnya ditentang. Apakah mereka benar-benar anti doktrin ataukah hanya ekses-ekses negatif yang mungkin muncul dari doktrin tersebut? Apakah mereka menentang semua doktrin atau hanya doktrin-doktrin tertentu? Apakah mereka hanya alergi dengan perdebatan doktrinal yang kering dan seringkali menimbulkan pertengkaran? Berdasarkan pengalaman saya, banyak orang bukan bersikap negatif terhadap doktrin, melainkan hal-hal buruk yang bisa atau biasanya muncul dari cara belajar doktrin yang keliru.
Langkah lain yang tidak kalah pentingnya adalah menunjukkan dari Alkitab bahwa doktrin yang benar sangat diperlukan bagi pertumbuhan rohani yang sejati. Bangsa Yahudi sangat giat bagi Allah, tetapi tanpa pengetahuan yang benar (Rm 10:2). Sebelum pertobatannya, Paulus sangat menonjol dalam studi dan kesalehan menurut agama Yahudi, tetapi dia ternyata memiliki pengenalan yang benar tentang Allah (Flp 3:4-11). Contoh yang paling jelas adalah bahaya asketisisme yang dari luar terlihat sangat rohani, tetapi justru bertentangan dengan karya penebusan Kristus. Dalam Kolose 2:18-23 Paulus menentang dengan keras segala bentuk spiritualitas asketisis yang berpusat pada manusia. Percuma saja kita menunjukkan “kesaleahan” apabila tidak disertai dengan kebenaran. Kesalehan akan menjadi kesalahan.
Kita juga perlu mengingatkan mereka yang anti-doktrin bahwa semua orang sebenarnya mempercayai dan memegang doktrin tertentu. Tidak ada orang yang tidak memiliki doktrin. Konsep apapun yang kita miliki tentang Allah, manusia, dosa, keselamatan, gereja, dan akhir zaman, itu dapat dikategorikan sebagai doktrin. Jadi, yang perlu dipersoalkan adalah doktrin mana yang benar.
Yang terakhir, kita perlu memiliki kesalehan yang nyata dan tulus. Mereka yang anti-doktrin biasanya lebih mengedepankan hal-hal tertentu yang erat hubungannya dengan “kesalehan”, misalnya doa, puasa, pelayanan, karakter, dsb. Strategi paling jitu untuk menunjukkan nilai penting dan kebenaran doktrin kita adalah dengan menghidupinya. Banyak orang menginginkan buahnya. Mereka yang mahir theologi tetapi tidak mempunyai kerohanian dan karakter yang baik hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk menyukai doktrin. Soli Deo Gloria.