Tujuan hidup secara khusus
Semua orang percaya harus memuliakan Allah di dalam setiap aspek kehidupan. Walaupun demikian, kesempatan detil yang Allah berikan kepada tiap-tiap orang seringkali berbeda. Kita diciptakan secara unik karena Allah memiliki tujuan tertentu yang unik bagi kita. Bagaimana kita dapat mengenali tujuan hidup yang spesifik ini?
Pertama, kita perlu mengenali kelebihan atau talenta yang Allah berikan kepada kita. Setiap orang diberikan karunia khusus sesuai dengan rencana Allah (Rom 8:3-8; 1 Kor 12:7-11). Jumlah talenta yang Tuhan percayakan pun berbeda-beda (Mat 25:14-30). Yang perlu diperhatikan di sini adalah pengertian “talenta”. Banyak orang cenderung membatasi hal ini pada hal-hal yang hanya berkaitan dengan pelayanan di dalam gereja atau ibadah. Kita sebaiknya memahami talenta dalam arti yang luas: apapun yang Tuhan percayakan kepada kita untuk dikelola dan digunakan bagi kepentingan Allah sebagai tuan kita. Ini bisa mencakup profesi yang akan kita jalani ke depan maupun kesempatan besar di luar profesi kita yang kita dapat gunakan untuk membawa perubahan bagi kehidupan orang lain.
Kedua, kita harus peka terhadap beban yang Tuhan tanamkan di dalam diri kita. Beban (passion) di sini berbeda dengan sekadar keinginan atau letupan ide sesaat. Beban ini harus cukup besar untuk menjadi sesuatu yang spesial. Beban ini juga harus konsisten. Apabila kita memiliki sebuah beban yang besar dan terus-menerus terhadap suatu hal, itu sangat mungkin adalah petunjuk dari Allah yang mengarahkan kita pada tujuan hidup kita.
Ketiga, penilaian orang lain terhadap kita. Allah dapat berbicara kepada melalui banyak cara. Salah satu yang Ia lakukan adalah bimbingan melalui orang-orang di sekitar kita yang lebih dewasa secara rohani. Mereka kadangkala lebih peka dan obyektif dalam menilai diri kita. Apabila sebagian besar dari mereka memiliki pendapat yang sama tentang tujuan hidup kita, maka itu mungkin petunjuk dari Allah bagi kita.
Keempat, kita harus menggumulkan tujuan hidup ini secara pribadi dan intensif dengan Allah. Tiga petunjuk yang sudah dijelaskan di atas bukan pengganti (substitusi) bagi pergumulan pribadi di dalam doa. Roh Kudus di dalam diri kita akan menuntun kita ke dalam seluruh kebenaran (Yoh 16:13). Roh Kudus berdoa syafaat bagi kita sesuai dengan kehendak Allah (Rom 8:26-27).
Apabila semua petunjuk di atas mengarahkan kita pada suatu tugas atau peranan tertentu yang spesifik, maka itulah tujuan hidup yang Allah berikan kepada kita. Ada seorang anak muda yang sejak pertobatannya selalu diberi belas-kasihan yang besar dan konsisten terhadap anak-anak gelandangan. Orang ini juga diberi talenta kepandaian, materi yang cukup, kemauan hidup di situasi yang sangat memprihatinkan, dan kerelaan berkorban yang luar biasa. Latar belakangnya dari keluarga yang sangat miskin juga membuat dia mampu dengan mudah berempati kepada orang-orang yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial. Orang-orang yang berada di dekat dia pun mengagumi kemurahahhatiannya terhadap orang-orang miskin dan kecintaan terhadap dunia pendidikan. Ditambah dengan pergumulan pribadi dengan Allah yang terus menguatkan kerinduan dia untuk menjadi berkat bagi anak-anak gelandangan, ia akhirnya mengetahui secara pasti bahwa menjadi berkat bagi anak-anak gelandangan adalah tujuan hidup yang Tuhan tetapkan bagi dia.
Hidup yang berarti
Pada saat Paulus sedang menunggu keputusan pengadilan tentang nasibnya – apakah ia akan dibebaskan atau dihukum mati – ia dengan luar biasa mengajarkan tentang arti kehidupan dan kematian (Flp 1:20-26). Bagi Paulus, kematian dan kehidupan adalah sama-sama menguntungkan. Jika ia mati, maka ia akan bersama dengan Tuhan selama-lamanya. Jika ia hidup, maka itu berarti ia masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memberikan buah kepada orang lain. Kalau sebagian orang bingung memilih “hidup segan, mati tidak mau”, Paulus memiliki kebingungan yang berbeda. Begitu indahnya kematian maupun kehidupan dalam perspektif Alkitab, Paulus sampai berkata: “Jadi, mana yang harus kupilih, aku tidak tahu” (Flp 1:22b).
Di akhir pembahasan ini marilah kita merenungkan sebuah kebingungan yang juga sedikit berbeda. Seseorang pernah mengatakan: “Lebih baik mati demi sebuah tujuan hidup yang jelas daripada hidup tanpa tujuan”. Apakah Anda setuju dengan pernyataan ini? Mengapa? Soli Deo Gloria.