Bagaimana Menanggapi Hukum Ketertarikan?

Posted on 22/09/2019 | In QnA | Leave a comment

Sejak tahun 2007 banyak orang mulai mengenal istilah “hukum ketertarikan” (the law of attraction). Popularitas konsep ini banyak dibantu oleh buku dan film The Secret. Walaupun buku ini ditulis oleh Rhonada Byrne, tetapi hukum yang diajarkan di situ sebenarnya sudah pernah digagas oleh banyak orang. Dalam kenyataannya, konsep ini merupakan ajaran yang sangat kuno sekali. Ajaran ini berasal dari agama Timur yang panteistik (keyakinan bahwa segala sesuatu adalah Allah atau mengandung elemen keilahian) yang disebarkan melalui Gerakan Zaman Baru (New Age Movement).

Sayangnya, banyak orang Kristen yang tidak memahami ajaran ini dengan baik langsung meyakini dan mengadopsinya sebagai kunci keberhasilan. Yang lebih mengenaskan, sebagian hamba Tuhan justru mengajarkan ini di atas mimbar.

Apa yang dimaksud dengan Hukum Ketertarikan (HK)? Bagaimana orang Kristen seharusnya menyikapi hal ini?

Bagi banyak orang, hukum ini pasti terlihat sangat menarik. Semua orang bisa mendapatkan apapun yang dia bayangkan atau inginkan, asalkan mereka mengikuti tips yang diberikan. Secara umum HK mengajarkan langkah-langkah seperti ini: (1) yakini apa yang Anda inginkan; (2) mintalah kepada “Alam Semesta” untuk mewujudkannya; (3) visualisasi apa yang Anda inginkan; (4) berkata dan bertindaklah seolah-olah Anda sudah mengalami atau menerimanya.

Orang-orang Kristen yang mengamini ajaran ini berusaha memberikan beragam dukungan ayat dari Alkitab. Pada waktu berdoa harus yakin bahwa apa yang didoakan sudah diberikan (Mrk. 11:24). Iman adalah bukti dari apa yang tidak terlihat (Ibr. 11:1). Abraham percaya bahwa Allah sudah menggenapi janji-Nya (Rm. 4:17). Tentu saja masih banyak teks lain yang bisa digunakan sebagai “pembenaran”.

Benarkah Alkitab selaras dengan HK? Sama sekali tidak! Ajaran ini justru bertabrakan dengan Alkitab.

Pertama, objek harapan. HK hanya menawarkan sebuah kuasa universal sebagai penjawab doa atau impian, tidak peduli siapa identitas dari keberadaan yang adikodrati ini. Dalam konteks panteisme, hal ini dapat dipahami. “Allah” dalam pemikiran panteisme hanyalah sebuah keberadaan ilahi yang tidak berpribadi (biasa disebut Brahman). Dia memercikkan dirinya sebagai energi positif. Percikan itu ada di dalam segala sesuatu, sehingga segala sesuatu bersifat ilahi, termasuk manusia.

Di dalam Alkitab tidak ada ruang untuk ajaran seperti ini. Doa yang dikabulkan harus di dalam Kristus (Yoh. 15:16). Itupun berkaitan dengan keselarasan dan ketaatan terhadap firman Tuhan (Yoh. 15:7). Intinya, doa adalah tentang relasi (Yoh. 15:1-8). Kita menyadari bahwa kita tidak mampu melakukan apa-apa tanpa Dia. Relasi membutuhkan pengenalan.

Kedua, motivasi. Banyak pengikut HK hanya memikirkan keberhasilan secara material. Tidak jarang ada yang hanya mengaitkan itu dengan kesenangan dan kenyamanan hidup. Hal ini jelas bertabrakan dengan Alkitab. Apa yang diminta harus memuliakan Allah (Yoh. 15:8). Doa yang hanya memuaskan hawa nafsu justru ditentang dalam Alkitab (Yak. 4:3). Hal itu adalah permusuhan dengan Allah (Yak. 4:4). Yang paling penting adalah kerajaan Allah dan kebenaran-Nya (Mat. 6:33). Ini yang seharusnya dikejar.

Ketiga, kedaulatan Allah. Doa bukanlah alat untuk mengontrol Allah. Tidak peduli seberapa besar iman seseorang, hal itu tidak bisa mengatur Allah. Alkitab memberikan beberapa contoh tentang doa maupun iman yang tidak terwujud seperti yang diharapkan. Duri dalam daging yang dimiliki Paulus tidak diambil oleh Tuhan (2Kor. 12:7-10), walaupun Dia memiliki pengalaman rohani luar biasa dengan Tuhan (2Kor. 12:1-6) maupun disertai dengan bergitu banyak mujizat (2Kor. 12:12).. Tentang para pahlawan iman di Ibrani 11, Alkitab berkata: “Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik” (Ibr. 11:39). Iman tetap tunduk pada rencana dan kedaulatan Tuhan (Ibr. 11:40). Tanda orang beriman justru keterbukaan terhadap jawaban doa yang berbeda dari Allah (Mat. 26:39).

Terakhir, penyembahan berhala. HK menjadikan diri sendiri sebagai allah-allah kecil. Apa yang dipikirkan, dibayangkan dan dikatakan pasti menjadi kenyataan. Bukankah kuasa untuk melakukan itu semua hanya ada pada Allah? Orang-orang Kristen yang mempraktekkan HK seringkali terjebak pada “beriman pada iman”, bukan”beriman pada Tuhan”. Berhati-hatilah. Ini sebuah kesalahan serius. Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko