Menegur orang lain bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebagian orang dengan mudah memberikan teguran, namun dengan cara yang melukai orang yang ditegur. Sementara yang lain enggan untuk menegur demi menghindari perselisihan. Bagaimana seharusnya kita memberikan teguran? Apa saja yang perlu diperhatikan?
Pertama, motivasi yang tepat. Jika sebuah teguran didasarkan pada kesombongan bahwa kita lebih baik daripada orang lain, hal itu merupakan sebuah penghakiman (Mat 7:1-5). Teguran harus didasarkan pada kasih kepada orang yang kita tegur. Amsal 28:23 berkata: “Siapa menegur orang akan kemudian lebih disayangi daripada orang yang menjilat”. Kontras antara orang yang menegur dan menjilat menyiratkan bahwa walaupun teguran tersebut dari luar terlihat menyakitkan tetapi di baliknya ada kasih yang mendalam. Sebaliknya, penjilatan dari luar terkesan manis, tetapi didasarkan pada motivasi yang jahat.
Kedua, isi yang tepat. Sangat mudah bagi kita untuk melihat kesalahan orang lain. Persoalannya, mengetahui dan menyatakan kesalahan orang lain tidak berarti bahwa kita yang benar. Tanpa kita sadari kita kadangkala memberikan teguran yang salah dan tidak berguna. Teman-teman Ayub memberikan teguran dengan motivasi yang benar (Ay 2:11-13), tetapi pada akhirnya TUHAN memandang mereka semua bersalah dalam perkataan mereka (Ay 42:7-9). Ironisnya, Elifas sendiri dalam perbincangannya dengan Ayub sempat mengatakan: “Apakah ia menegur dengan perkataan yang tidak berguna, dan dengan perkataan yang tidak berfaedah?” (Ay 15:3). Teguran atau nasihat kita harus disertai perkataan Kristus dan hikmat (Kol 3:16) serta pengajaran (2 Tim 4:2).
Ketiga, cara yang tepat. Alkitab berkali-kali mengajarkan tentang pentingnya sikap yang benar dalam berkata-kata. Teguran kepada mereka yang keliru harus dilakukan dengan kelemahlembutan (Gal 6:1). Kesabaran dan kelemahlembutan ini bahkan tetap harus ditunjukkan pada mereka yang suka melawan (2 Tim 2:24-25). Orang seringkali menolak teguran kita bukan disebabkan oleh ketidakbenaran dari sisi isi, tetapi oleh sikap kita yang kasar dan kurang menghargai orang tersebut. Dalam hal ini kelemahlembutan justru akan meredakan kegeraman (Ams 15:1).
Keempat, waktu yang tepat. Amsal 25:11 berbunyi: “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak”. Amsal 15:23 “Alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!”. Contoh konkrit dari poin ini adalah sahabat-sahabat Ayub yang justru lebih menolong dan menghibur pada saat mereka hanya berdiam diri selama tujuh hari tujuh malam bersama dengan Ayub (Ay 2:11-13). Kadangkala kita perlu untuk sementara waktu meratap dengan orang yang berduka, walaupun kedukaan itu disebabkan oleh kesalahannya sendiri.