Bagaimana dengan Mujizat-mujizat di Luar Kekristenan? (Bagian 1)

Posted on 16/06/2019 | In QnA | Leave a comment

Kata “mujizat” muncul lebih dari 75 kali dalam Alkitab (LAI:TB). Angka ini belum termasuk istilah-istilah lain yang berkaitan dengan mujizat, misalnya tanda atau kuasa. Belum termasuk juga peristiwa-peristiwa tertentu yang masuk kategori mujizat tetapi kata “mujizat” tidak muncul secara eksplisit dalam kisah-kisah tersebut. Statistik ini menunjukkan bahwa topik ini cukup penting dalam Alkitab.

Bagi sebagian orang Kristen, mujizat menjadi sesuatu yang mereka sangat banggakan dan harapkan. Berita tentang kesembuhan, kebangkitan orang mati, atau peristiwa supranatural lain menjadi kesukaan mereka. Dalam beberapa kasus bahkan bisa terlihat bahwa mereka mendasarkan iman pada pengalaman terhadap mujizat.

Persoalan mulai muncul pada saat mereka mendengar kisah-kisah serupa yang terjadi pada penganut agama lain. Jika keabsahan iman mereka didasarkan pada mujizat, bagaimana dengan iman penganut agama lain? Bagaimana orang Kristen seyogyanya menyikapi hal ini?

Jawaban yang objektif harus menimbang setiap kasus secara cermat. Selain itu, masing-masing agama memiliki konsep yang berlainan tentang nilai penting mujizat. Generalisasi sangat tidak dianjurkan dalam mendekati isu ini.

Walaupun demikian, jawaban seperti itu tidak mungkin disediakan dalam artikel yang pendek ini. Untuk menyiasati hal ini saya hanya akan memaparkan beberapa prinsip penting saja.

Yang pertama, kita tidak boleh terkejut dengan peristiwa-peristiwa ajaib di luar sana. Alkitab memang mengakui keberadaan peristiwa-peristiwa ajaib di luar kategori mujizat yang dilakukan oleh Allah. Para ahli sihir Firaun mampu meniru beberapa tulah yang diperbuat oleh Allah (Kel. 7:11), walaupun mereka akhirnya harus mengakui keterbatasan ilmu mereka (Kel. 8:19). Para mesias dan nabi palsu juga mampu melakukan mujizat untuk menyesatkan sebanyak mungkin orang (Mat. 24:24). Beberapa orang yang terlihat memanggil nama Tuhan tetapi tidak sungguh-sungguh mengakui Dia sebagai Tuhan juga bisa melakukan mujizat (Mat. 7:22).

Poin berikutnya, kita perlu menegaskan bahwa iman yang benar tidak melulu didasarkan pada pengalaman mujizat. Alkitab beberapa kali malah menentang iman yang hanya dilandaskan pada mujizat. Ketika banyak orang percaya kepada Yesus Kristus karena semua mujizat yang Dia lakukan, Yesus justru tidak mau memercayakan diri kepada mereka (Yoh. 3:23-25). Yang berbahagia adalah mereka yang percaya sekalipun tidak melihat (Yoh. 20:29).

Selanjutnya kita perlu menerangkan keunikan konsep mujizat di dalam Alkitab. Maksud dari upaya ini bukan untuk menyalahkan atau merendahkan catatan dari agama lain. Bukan pula dimaksudkan sebagai penolakan terhadap keabsahan dari kisah-kisah tersebut. Keunikan ini hanya dimaksudkan sebagai alat pembanding.

Nah, apa saja keunikan mujizat dalam kekristenan?

Kekristenan didasarkan pada satu mujizat: kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang-orang mati. Inti khotbah para rasul adalah kematian dan kebangkitan Yesus (1Kor. 15:3-4). Bahkan jatuh atau bangunnya kekristenan ditentukan oleh keabsahan kisah kebangkitan (1Kor. 15:12-19).

Bersambung…...

Yakub Tri Handoko