Apakah Seorang Hamba Tuhan Boleh Memiliki Pekerjaan Sampingan? (Bagian1)

Posted on 04/11/2018 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/apakah-seorang-hamba-tuhan-boleh-memiliki-pekerjaan-sampingan.jpg Apakah Seorang Hamba Tuhan Boleh Memiliki Pekerjaan Sampingan? (Bagian1)

Gereja-gereja menerapkan prinsip dan aturan yang berlainan sehubungan dengan isu apakah seorang hamba Tuhan (misalnya pendeta) boleh memiliki pekerjaan sampingan. Ada yang sama sekali melarang. Hamba Tuhan hanya boleh mendapatkan penghasilan dari gereja setempat. Ada yang memberikan kelonggaran. Yang penting pelayanan tidak diabaikan. Di beberapa aliran tertentu, pengusaha yang merangkap sebagai pendeta malah cukup lazim.

Bagaimana sikap Alkitab terhadap hal ini? Apakah seorang hamba Tuhan boleh melakukan pekerjaan sampingan? Sejauh mana hal itu diperbolehkan?

Alkitab tidak memberikan jawaban eksplisit tentang hal ini. Alkitab hanya mengajarkan bahwa seorang pekerja Injil berhak mendapatkan upahnya (1Tim. 5:17-18). Apakah ini berarti bahwa hamba Tuhan sama sekali tidak boleh memiliki pekerjaan lain? Tidak juga. Paulus yang mengajarkan hak seorang pekerja ternyata justru beberapa kali menolak hak tersebut (1Kor. 9:1-18). Di beberapa gereja lokal dia memilih untuk mendapatkan uang dari pekerjaannya sebagai pembuat tenda (Kis. 20:34-35; 2Tes. 3:7-9). Jadi, sekali lagi, tidak ada aturan yang konkrit dan baku tentang hal ini.

Walaupun demikian, dari sekelumit data yang disediakan oleh Alkitab – terutama dari teladan Paulus di 1 Korintus 9 - kita dapat menarik beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama adalah motivasi. Paulus tidak selalu menolak tunjangan hidup dari suatu gereja lokal. Misalnya, dia beberapa kali menerima bantuan dari jemaat Filipi, baik waktu dia ada di sana maupun sesudah dia melayani di berbagai tempat yang lain (Flp. 1:5-7; 2:25-30; 4:10-18). Jadi, ketika dia menolak untuk menerima tunjangan dari suatu gereja lokal, hal itu pasti didasarkan pada alasan yang khusus.

Sejauh yang kita dapat ketahui dari Alkitab, penolakan dilakukan demi kemajuan Injil. Paulus berkata: “Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus” (1Kor. 9:12b). Jika bekerja sendiri lebih membawa kemajuan bagi pekerjaan Injil – bisa membiayai para pekerja Injil, menolong orang-orang miskin, maupun memberi teladan bagi jemaat – Paulus memilih untuk tidak menerima tunjangan dari jemaat (2Tes. 3:7-9).

Di beberapa gereja, hamba Tuhan tetap memiliki pekerjaan sampingan karena mereka tidak ingin memberatkan tanggungan jemaat. Motivasi seperti ini perlu diapresiasi. Namun, ada pula yang tidak mau menerima tunjangan karena dia ingin menonjolkan dirinya bahwa dia bisa melayani tanpa disokong oleh jemaat. Ini adalah kesombongan yang harus dikikis. Ada pula yang melakukan pekerjaan sampingan karena menginginkan taraf hidup yang lebih tinggi. Ini adalah budaya hedonis dan konsumeris yang harus dilawan.

Hal kedua yang tidak boleh dilupakan adalah efektivitas pelayanan. Paulus memang seringkali bekerja sebagai pembuat tenda, tetapi dia tidak pernah melalaikan tugas pelayanan. Kepada para penatua Efesus, dia memberikan kesaksian bagaimana dia dengan kesungguhan melayani dan bekerja di tengah-tengah mereka (Kis. 20:20, 26-27, 31, 34-35).

Harus diakui, tidak semua orang bisa seperti Paulus. Anugerah Allah pada masing-masing orang berlainan. Bagi mereka yang tidak mampu melayani dan bekerja sekaligus dengan sama baiknya, orang itu patut menggumulkan untuk memilih salah satu sesuai panggilannya. Untuk apa bekerja sampingan demi kelanjutan pekerjaan Injil kalau pemberitaan Injil itu sendiri justru terbengkalai?

 

Bersambung….…...

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community