Apakah orang Kristen boleh merayakan ulang tahun?

Posted on 14/08/2016 | In QnA | Leave a comment

Bagi sebagian besar orang, pertanyaan ini terkesan konyol. Kita sudah terbiasa mengadakan dan menghadiri pesta ulang tahun. Apa yang salah dengan itu?

Tidak demikian dengan para pengikut Saksi Yehuwah. Menurut mereka, perayaan ulang tahun adalah dosa. Orang yang menaati Alkitab tidak seharusnya melangsungkan pesta ulang tahun.

Beberapa argumen telah dirumuskan untuk mendukung pandangan ini. Mereka meyakini bahwa perayaan ulang tahun berasal dari tradisi kafir. Mereka juga berpendapat bahwa gereja mula-mula tidak pernah merayakan ulang tahun. Satu-satunya yang perlu diperingati adalah kematian, bukan kelahiran (bdk. Pkt 7:1). Itu pun hanya berlaku untuk kematian Yesus Kristus. Di samping itu, Alkitab mencatat dua perayaan ulang tahun saja (Firaun dan Herodes). Keduanya dikisahkan dengan cara yang sangat negatif (Kej 40:20-22; Mrk 6:21-29).

Bagaimana kita sebaiknya menyikapi ajaran di atas? Pertama-tama, kita perlu menunjukkan bahwa kelahiran juga sesuatu yang penting. Paling tidak, hal ini berlaku pada kelahiran Yesus Kristus. Para malaikat menyanyikan pujian sukacita di depan para gembala untuk menyambut kelahiran Yesus Kristus (Luk 2:13-14). Para gembala pun bergegas untuk melihat bayi itu (Luk 2:15-19). Orang-orang majus datang dari negeri yang jauh hanya untuk merayakan kelahiran Yesus Kristus dan memberikan hadiah kepada-Nya (Mat 2:1-14). Para rasul beberapa kali menyinggung tentang kelahiran Yesus sebagai bagian penting dari injil (Gal 4:4). Pengakuan Iman Rasuli yang sudah berusia ratusan tahun juga menyatakan dengan tegas tentang kelahiran Yesus dari anak dara Maria.

Berikutnya kita perlu mengkaji ulang keabsahan argumen historis yang dipaparkan. Apa yang disebut “kafir” dalam perayaan ulang tahun ternyata lebih banyak berhubungan dengan roh-roh jahat dan harapan-harapan palsu berdasarkan astrologi, dsb. Tidak semua perayaan ulang sekarang ini layak diletakkan pada kategori yang sama.

Keyakinan bahwa gereja mula-mula tidak pernah merayakan ulang tahun juga sedikit problematis. Alkitab tidak mencatat segala sesuatu yang ingin kita ketahui. Sesuatu yang tidak pernah disinggung belum tentu tidak ada. Mungkin hal itu dianggap tidak terlalu penting atau relevan dengan penulisan suatu kitab dalam Alkitab. Melarang sesuatu hanya gara-gara tidak ada catatan tentang hal itu merupakan sebuah kesalahan umum yang disebut argumen dari ketidakadaan (argument from silence). Ketidakadaan seringkali memang benar-benar tidak ada!  Kita baru boleh melarang sesuatu jika ada larangan eksplisit maupun implisit terhadap hal itu.

Sehubungan dengan kisah perayaan ulang tahun Firaun dan Herodes, kita perlu memahami pesan dari cerita tersebut. Tidak ada petunjuk apapun di dalam teks yang menyatakan secara eksplisit maupun implisit bahwa perayaan ulang tahun adalah dosa. Yang negatif bukanlah perayaan itu sendiri, melainkan cara merayakannya. Lagipula, Saksi Yehuwah telah menafsirkan kisah ini secara tidak konsisten. Jikalau perayaan ulang tahun Firaun dipandang negatif karena menyebabkan kematian juru roti, mengapa mereka tidak menganggap perayaan itu sebagai hal yang positif dari sisi juru minuman yang dibebaskan? Dalam kasus Herodes, bukankah yang salah adalah permintaan isteri dan anak Herodes (Mrk 6:24-28)? Kesalahan Herodes bukan terletak pada keputusannya untuk mengadakan perayaan, tetapi kecerobohannya dalam memberikan hadiah untuk anaknya. Kesalahannya yang lain adalah tidak mau menolak atau berusaha mengubah permintaan anaknya. Ia lebih mementingkan wibawa ucapannya di depan banyak orang daripada melakukan yang benar.  

Jadi, perayaan ulang tahun bersifat netral. Orang Kristen tidak dilarang maupun diharuskan untuk merayakannya. Selama motivasi dan cara perayaan tidak bertentangan dengan firman Allah, hal itu sah-sah saja untuk dilakukan. Jika kita ingin bersyukur atas kasih setia Tuhan, hal itu justru memuliakan Dia. Sebaliknya, jika kita hanya menginginkan memeriahannya belaka, mungkin ada cara lain yang lebih memuliakan Tuhan daripada sekadar menggelar pesta yang meriah. Pada akhirnya, apapun juga yang kita lakukan, lakukanlah itu untuk kemuliaan Allah (1 Kor 10:31). Soli Deo Gloria. 

Yakub Tri Handoko