Sejak dahulu sampai sekarang masalah pasangan hidup selalu menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Banyak hal dipertanyakan. Banyak aspek dipertimbangkan.
Salah satu isu yang acapkali dipersoalkan adalah cara mencari jodoh. Zaman dahulu ada biro jodoh di surat kabar. Sekarang muncul beragam aplikasi atau software perjodohan. Pacaran pun dilakukan secara online di dunia maya. Pertanyaannya, bolehkah orang Kristen menggunakan aplikasi seperti ini?
Sebelum menyediakan jawaban konkrit terhadap isu ini, saya ingin melandasinya dengan beberapa pertimbangan teologis berikut ini. Pertama, Alkitab tidak menyediakan tips mencari jodoh secara eksplisit dan detil. Zaman dahulu tidak ada pacaran. Mereka hanya mengenal pertunangan dan pernikahan. Perjodohan diatur oleh orang tua (Kej. 24).
Contoh paling dekat tentang pacaran adalah relasi Yakub dan Rahel (Kej. 29). Perjumpaan Musa dengan Zipora juga sedikit mengarah ke sana (Kel. 2:16-22). Namun, apa yang kita temukan dalam kisah ini juga tidak sama persis dengan apa yang kita maksud dengan berpacaran sekarang.
Kedua, jodoh ada di tangan TUHAN. Sejak awal penciptaan Alkitab menunjukkan Adam sebagai pihak yang pasif (Kej. 2). Dia tidak mengeluh karena kesepian. Dia tidak diajak berunding atau dimintai pendapatnya oleh Allah. Satu-satunya tindakan Adam adalah mencari pasangan di antara semua binatang, tetapi usaha ini gagal. Akhirnya Allah yang mengatur dan menyediakan Hawa bagi dia.
Kisah di atas tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak perlu mencari. Kalaupun Adam waktu itu mencari, dia juga tidak mungkin mendapatkan, karena memang belum ada orang lain di dunia. Yang ditekankan adalah intervensi aktif Allah dalam upaya itu. Perintah Allah kepada Adam untuk menamai semua binatang dan mencari pasangan yang sepadan justru menyiratkan bahwa manusia tetap dilibatkan. Bagaimanapun, keputusan tetap ada di tangan Allah.
Ketiga, mencari jodoh harus dilakukan dengan serius dan benar. Mengetahui bahwa jodoh ada di tangan Allah seyogyanya mendorong kita untuk menggumulkan hal ini secara serius dan benar, bukan malah bertindak aktif maupun sembarangan. Allah melibatkan kita dalam pilihan-Nya. Tugas kita adalah melibatkan diri sebaik-baiknya.
Kejadian 24 memberi contoh yang baik. Abraham sedang mencarikan isteri untuk anaknya, Ishak. Tugas mencari diserahkan pada hambanya yang paling dia percayai. Dia tidak mau main-main. Diapun mengikat hamba itu dengan sumpah yang melibatkan Tuhan semesta alam. Beberapa batasan dia sampaikan dengan tegas (tidak boleh dari antara perempuan Kanaan dan tidak boleh mengajak Ishak balik ke tempat asal Abraham). Hamba tersebut juga menyertakan TUHAN di dalam setiap langkah yang dilakukan, sehingga dia bisa meyakini bahwa pilihannya adalah pilihan TUHAN.
Keseriusan ini harus digarisbawahi oleh orang Kristen, karena Alkitab melarang perceraian dan poligami/poliandri. Satu orang sampai maut memisahkan (1Kor. 7:39). Ikatan yang terbentuk melalui pernikahan bersifat seumur hidup. Itulah sebabnya pernikahan seringkali dipandang sebagai keputusan terbesar kedua dalam kehidupan. Keputusan terbesar pertama adalah memilih Juruselamat. Konsekuensinya bukan hanya seumur hidup, melainkan sampai kekekalan….bersambung…