(Lanjutan tgl 1 Juli 2018)
Bahkan jika dinilai dari penampilan fisik saja, tattoo belum tentu pilihan yang bagus untuk penampilan seseorang. Warna tattoo sangat terbatas. Bagi mereka yang berkulit gelap, keindahan tattoo sangat sukar untuk diihat. Ketika seseorang bertambah tua atau mengalami perubahan bentuk tubuh, desain tattoo seringkali menjadi tidak sesuai lagi. Pernahkah kita membayangkan seseorang yang tua dengan kulit keriput dan dihiasi oleh banyak tattoo? Apakah penampilan seperti itu yang kita harapkan di depan? Jadi, jika ada cara-cara lain yang lebih bijaksana untuk memperindah penampilan, mengapa kita memilih tattoo?
Poin tambahan tentang penampilan adalah model. Desain yang dianggap kekinian sekarang belum tentu akan tetap seperti itu di kemudian hari. Siapa tahu sepuluh tahun mendatang desain tersebut terlihat kuno? Bagaimana pula jika nanti ada model baru yang lebih bagus? Model alis dan bibir yang keren sekarang belum tentu akan seperti itu selamanya.
Aspek selanjutnya adalah harga. Harga di sini mencakup uang dan resiko. Tattoo tidak murah. Semakin detil desain dan lama pengerjaannya, semakin mahal harganya. Demikian pula dengan harga untuk menghapusnya (seandainya seseorang menyesali tattoo-nya). Resiko yang bisa didapatkan pun tidak sedikit. Berbagai riset medis mengungkapkan bahwa tattoo bisa menimbulkan alergi kulit, iritasi, maupun luka pada kulit. Penyebaran penyakit, misalnya hepatitis B dan C, juga tidak jarang terjadi.
Aspek terakhir adalah pandangan orang lain. Tidak semua hal yang diperbolehkan adalah hal yang bermanfaat (1Kor. 6:12). Jikalau kebebasan kita membuat orang lain tersandung, lebih baik kebebasan itu dilepaskan saja (1Kor. 8:9, 13). Sehubungan dengan hal ini, kita wajib memperhitungkan persepsi masyarakat yang cenderung masih negatif terhadap tattoo. Misalnya, banyak perusahaan memaksa pegawainya untuk menutupi tattoo dengan kemeja panjang. Mengapa hal ini dilakukan? Jawabannya jelas: konotasi yang melekat pada tatto masih negatif. Penggunaan tattoo dikuatirkan akan merusak branding (wajah) yang ingin dibangun oleh perusahaan tersebut. Konotasi ini bahkan semakin kental dalam komunitas Kristen tertentu. Mempertimbangkan situasi ini, apakah bertattoo adalah pilihan yang baik bagi pengembangan diri dan perluasan pengaruh kita dalam masyarakat?
Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai kecaman terhadap orang-orang Kristen yang sudah bertattoo. Jika mereka dahulu sudah mempertimbangkan semua poin di atas secara matang, mereka mungkin mempunyai alasan lain untuk tetap menggunakan tattoo. Jangan pernah menghakimi orang berdasarkan penampilannya. Ada beberapa orang bertattoo yang sangat mengasihi Tuhan (terlepas dari apakah motif tattoo mereka dahulu tepat atau tidak). Mereka tidak perlu menghapus tattoo tersebut.
Tujuan artikel ini adalah untuk mengajak orang-orang Kristen yang belum bertattoo untuk mempertimbangkan keputusan itu sebaik-baiknya. Pada dirinya sendiri tattoo memang tidak berdosa. Ini hanyalah sebuah gambar atau tulisan. Namun, tattoo tidak pernah berdiri sendiri. Ada beragam aspek yang terkait. Pertanyaan untuk kita renungkan bukanlah “Apakah bertattoo itu dosa?”, melainkan “Apakah bertattoo itu baik dan bermanfaat?” Soli Deo Gloria.