Apakah Orang Kristen Boleh Memiliki Tattoo? (Bagian 2)

Posted on 01/07/2018 | In QnA | Leave a comment

(Lanjutan tgl 24 Juni 2018)

Saya tidak sedang mengatakan bahwa tattoo pada dirinya sendiri merupakan dosa dan tidak memuliakan Allah. Memuliakan Allah atau mencoreng nama Allah harus dilihat dari aspek-aspek lain. Pada dirinya sendiri tattoo hanyalah sebuah gambar atau karya seni. Persoalannya, tattoo tidak pernah berhenti hanya pada titik itu saja. Ada beragam aspek lain yang terkait.

 Selain kepemilikan tubuh, kita juga perlu mempertimbangkan motif di balik pemberian tattoo. Sebagian orang sengaja menggunakan tattoo untuk menarik perhatian orang lain atau mengekspresikan pemberontakan mereka terhadap norma tertentu. Yang lain untuk menutupi kekurangan tertentu dalam dirinya. Beberapa melakukannya supaya bisa diterima di komunitas tertentu. Sebagian lain supaya terlihat berani atau seksi. Semua motif ini jelas berpusat pada diri sendiri (egosentris/anthroposentris), sehingga tidak memuliakan Allah. Jika tidak memuliakan Allah, untuk apa kita bersusah-payah melakukannya (bdk. 1Kor. 10:31)?

Bagaimana jika tattoo yang dipilih berbentuk ayat Alkitab, jargon atau slogan Kristiani, atau simbol kekristenan tertentu sebagai sarana pekabaran injil? Bukankah hal itu memuliakan Allah? Belum tentu! Sarana pekabaran injil yang paling efektif adalah pertemanan dan keteladanan. Tattoo tidak boleh menjadi substitusi bagi pekabaran injil secara lisan. Jika memang ada cara penginjilan lain yang lebih efektif, mengapa kita memilih cara yang lain? Lagipula, dalam kasus-kasus tertentu tattoo justru menghalangi pekabaran injil. Ada komunitas rrelijius atau sosial tertentu yang anti-terhadap tattoo (lihat aspek terakhir di artikel ini). Tattoo kita hanya akan menambah tembok penghalang yang tidak diperlukan.

Masih berhubungan dengan aspek motif, kita juga perlu menilai pesan yang ingin disampaikan melalui sebuah tattoo. Setiap tattoo dipilih bukan hanya dengan alasan tertentu (motif), tetapi juga dengan pesan tertentu. Pesan ini langsung terlihat. Biasanya pesan ini mengungkapkan apa yang sangat penting bagi pemilik tattoo. Jika tidak terlalu penting, untuk apa seseorang menjadikannya permanen? Dibutuhkan komitmen yang besar untuk bertattoo. Persoalannya, pesan apa yang ingin kita sampaikan melalui sebuah tattoo? Apakah pesan tersebut tepat? Apakah pesan itu akan selalu menjadi “penting” bagi kita sampai tua? Jika pesan yang disampaikan tidak tepat atau belum tentu mengungkapkan jati diri kita secara permanen, untuk apa menjadikannya permanen di tubuh kita? Tidak sedikit orang bertattoo yang akhirnya menyesali keputusannya. Situasi hidup seringkali berubah. Nilai hidup seseorang juga tidak statis. Persepsi kultural selalu bergeser. Kematangan usia kerap mengubah pandangan seseorang.

Kepantasan penampilan juga menjadi aspek lain yang tidak kalah penting. Alkitab menasihati kita untuk memperhatikan penampilan (1Pet. 3:1-6). Segala sesuatu yang hanya bersifat superfisial (tampak dari luar atau permukaan) tidak seharusnya menyedot perhatian atau menjadi fokus kita. Lebih baik kita berupaya sedemikian rupa untuk memperindah kesalehan diri. Tattoo memberi kesan bahwa si empunya sangat menekankan penampilan luar. Jika tidak demikian, mengapa orang tersebut sengaja mengekspos tattoo dan mau menjadikannya permanen pada tubuhnya? Butuh kecintaan yang besar dan komitmen yang tinggi untuk berani bertattoo.

Bersambung…………...

Yakub Tri Handoko