Baru-baru ini masyarakat Indonesia dikagetkan dengan sebuah pemberitaan yang berasal dari seorang tokoh agama tertentu. Dia menyatakan bahwa bermain catur adalah haram. Orang tidak boleh melakukan olah raga ini (paling tidak mereka yang memiliki keyakinan yang sama dengan tokoh religius tersebut). Pro dan kontra bermunculan. Bahkan para tokoh di dalam keyakinan yang sama turut bersilang pendapat tentang hal ini.
Bagaimana dengan kita? Apakah orang-orang Kristen boleh bermain catur? Jika kita menelusuri isu ini, kita akan mendapati bahwa perdebatan juga muncul di kalangan kekristenan. Sebagian pemimpin Kristen menganggap olah raga ini sebagai dosa. Orang Kristen tidak seyogyanya bermain catur.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan sebagai dukungan. Pertama, menghabiskan banyak waktu dengan percuma. Kedua, bertujuan untuk mengalahkan orang lain. Ketiga, mengalahkannya dengan menggunakan tipuan atau jebakan. Keempat, praktek catur berasal dari konteks peperangan. Masih ada alasan-alasan lain lagi, tetapi poin-poin di atas sudah cukup mewakili.
Jika kita menyimak persoalan ini secara lebih rasional dan netral, kita akan mengetahui bahwa pada dirinya bermain catur tidaklah berdosa. Marilah kita menelaah setiap poin di atas, dimulai dari yang terakhir.
Asal-muasal sesuatu tidak boleh dijadikan alasan untuk menolak hal tersebut. Ini termasuk kesalahan logika yang non-formal. Sebagai contoh, seandainya pisau pertama kali diciptakan untuk membunuh orang, apakah sejarah ini membuat segala penggunaan pisau menjadi bersalah? Seandainya pembunuhan pertama oleh Kain menggunakan batu, apakah hal itu membuat penggunaan batu untuk tujuan apapun menjadi salah? Tentu saja tidak, bukan?
Berkaitan dengan penggunaan tipuan atau jebakan dalam catur, kita perlu memahaminya dalam konteks etika permainan. Setiap permainan sudah ada peraturannya sendiri. Dalam kasus permainan catur, semua pemain memang diharapkan sudah mengetahui berbagai “tipuan” yang mungkin digunakan oleh lawan. Justru di situlah letak keindahan permainan catur. Keahlian pemain akan meningkat apabila dia mau memelajari semua teknik permainan catur. Pada saat seorang pemain “tertipu”, hal itu lebih ke arah kelalaian atau salah perkiraan dari pemain tersebut. Lawannya hanya menggunakan cara tertentu pada momen yang tepat.
Bagaimana dengan tujuan catur yang mengalahkan orang lain? Hal ini tidak perlu dibesar-besarkan. Kekalahan adalah bagian dari permainan. Pada dirinya sendiri hal itu jelas tidak salah. Yang penting kemenangan itu diraih dengan cara yang benar (sesuai aturan). Pihak yang kalah juga menganggap hal itu sebagai sesuatu yang biasa. Jika mengalahkan orang lain pada dirinya sendiri keliru, maka semua jenis olah raga dan permainan yang kompetitif juga pasti keliru.
Yang terakhir adalah tentang penggunaan waktu. Beberapa orang memang bermain catur terlalu banyak. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain catur dan mengabaikan hal-hal lain yang penting. Namun, kesalahan ini tidak terletak pada permainannya sendiri, tetapi pada penggunaan waktu yang tidak bijaksana. Untuk segala sesuatu jelas ada waktunya. Hidup juga memiliki banyak elemen penting yang tidak boleh diabaikan. Jika seseorang sekadar bermain catur dengan waktu yang masuk akal dan tidak mengabaikan tanggung-jawab yang lain, apakah hal tersebut tetap membuat permainan catur menjadi dosa? Tentu saja tidak!
Lagipula, mengatakan bahwa bermain catur tidak berguna sama sekali merupakan pernyataan subjektif. Dari sisi mana seseorang melihat manfaatnya? Ada banyak hal positif yang bisa muncul dari permainan ini: berpikir kritis, belajar tidak buru-buru dalam melangkah, mencari teman, dsb.
Pada akhirnya, marilah kita melakukan apapun untuk kemuliaan Allah (1Kor. 10:31). Sesuatu yang tidak berdosa belum tentu boleh dilakukan dan belum tentu berguna (1Kor. 6:12). Jikalau banyak hal positif bisa dimunculkan dari bermain catur, mengapa kita tidak melakukannya? Sebaliknya, jika hobi bermain catur hanya mendatangkan hal-hal negatif, untuk apa kita tetap melakukannya? Soli Deo Gloria.