Apakah Masturbasi atau Onani Berdosa?

Posted on 07/12/2014 | In QnA | Leave a comment

Istilah “masturbasi” (istilah lainyang berkaitan adalah “onani”) merujuk pada aktivitas pemuasan seksual yang dilakukan sendiri dan juga untuk diri sendiri. Melalui aktivitas ini, seseorang bisa menikmati kepuasan seksual tanpa bantuan orang lain. Sebagian orang terjebak pada rutinitas semacam ini, baik yang belum atau sudah menikah. Apakah tindakan ini berdosa?

Walaupun secara psikologis ada beragam jenis masturbasi, saya hanya menyoroti aktivitas yang biasa dilakukan oleh mereka yang belum menikah (para remaja dan pemuda). Jika dibatasi semacam ini, jawaban terhadap pertanyaan di atas menjadi sedikit lebih mudah. Masturbasi atau onani adalah dosa, karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab.

Hal ini tentu saja tidak berarti ada sebuah teks khusus di dalam Alkitab yang melarang masturbasi secara eksplisit dan langsung. Kejadian 38:8-10 yang sering dipakai sebagai dasar larangan ternyata tidak relevan. Dosa Onan yang menyebabkan dia dibunuh adalah ketidakmauannya untuk menaati hukum levirat. Ketidaktaatannya menyiratkan sikap egois terhadap kakaknya. Ia seharusnya memberikan keturunan bagi kakaknya yang sudah meninggal dunia. Di samping itu, kasus Onan tidak tepat disebut “onani” dalam pengertian modern, karena melibatkan orang lain dalam sebuah hubungan seksual biasa.

Terlepas dari ketidaksesuaian Kejadian 38:8-10, masturbasi tetap dilarang oleh Alkitab. Pertama, Allah memaksudkan seks sebagai aktivitas secara biologis sekaligus psikologis dan sosial. Tidak ada solo sex (seks sendiri). Seks dan relasi tidak terpisahkan. Seks adalah ungkapan kasih sayang dan simbol keintiman (Kej 2:23-24). Pemuasan hasrat seksual melalui masturbasi/onani mengabaikan aspek-aspek seksual lain yang diajarkan Alkitab.

Kedua, masturbasi membawa pada perzinahan. Tuhan Yesus menandaskan bahwa perzinahan sebenarnya terjadi dalam hati (Mat 5:27-28). Tindakan masturbasi sangat sulit dilakukan tanpa dipicu (sebelum melakukan) atau dibarengi (selama melakukan) dengan pikiran maupun fantasi seksual. Pada saat pikiran kita ke arah sana, kita sudah berzinah dalam hati. Jikalau berfantasi seksual saja sudah termasuk perzinahan, apalagi jika fantasi itu dipupuk oleh pemuasan melalui masturbasi/onani.

Ketiga, masturbasi tidak sesuai dengan prinsip pengendalian diri (self-control). Hasrat seksual adalah alamiah, karena menjadi bagian tak terpisahkan dari fase pubertas. Hampir semua orang – kecuali yang memiliki persoalan tertentu – memiliki hasrat seksual. Walaupun hasrat ini bersifat alamiah dan pada dirinya sendiri tidak berdosa, kita harus mengontrolnya sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan dosa (Yak 1:15). Kita perlu menundukkan diri di bawah pimpinan Roh Kudus supaya buah penguasaan diri ditumbuhkan dalam diri kita (Gal 5:22-23). Masturbasi hanya akan melemahkan kontrol diri kita.

Yakub Tri Handoko