Apakah Lagu “Reckless Love” Boleh Dinyanyikan Dalam Ibadah? (Bagian 1)

Posted on 16/09/2018 | In QnA | Leave a comment

Bagi mereka yang menyukai ibadah kontemporer pasti mengenal lagu ini dengan baik. Lagu yang diciptakan oleh Cory Asbury dari Bethel Music ini merupakan salah satu lagu terpopuler. Judulnya terlihat sangat provokatif. Liriknya juga sangat menyentuh. Pilihan nadanya pun terdengar sangat enak di telinga. Popularitas lagu ini sebenarnya tidak terlalu mengherankan.

Selain populer, lagu ini juga kontroversial. Sebagian gereja memutuskan untuk tidak menggunakan lagu ini dalam ibadah. Para pemerhati ibadah berkali-kali memperdebatkan lirik lagu ini. Saya sendiri sudah beberapa kali dimintai pendapat tentang isu ini.

Inti persoalan terletak pada kata “reckless” yang mengandung makna negatif. Kata sifat ini merujuk pada sikap yang terburu-buru, tidak berhati-hati, tanpa berpikir panjang, tanpa mempertimbangkan konsekuensi, dsb. Jika dikenakan pada kasih Allah (seperti dalam lagu Reckless Love) akan menimbulkan kesan bahwa Allah mengasihi manusia tanpa berpikir panjang. Yang penting Dia memutuskan untuk mengasihi dulu tanpa mempedulikan harga dan konsekuensi di depan.

Jika makna dalam lagu itu adalah seperti ini, makna seperti itu tentu saja bertabrakan dengan ajaran Alkitab, terutama dari perspektif Reformed. Sejak kekekalan Allah sudah menetapkan sebagian orang berdosa untuk diselamatkan (Rm. 8:29-30; Ef. 1:4). Yesus Kristus sudah ditentukan sebelum penciptaan sebagai jalan pendamaian atas dosa-dosa kita (1Pet. 1:18-20; 2Tim. 1:9). Dengan kata lain, semua sudah direncanakan dan diperhitungkan oleh Allah sejak awal. Tidak ada sesuatu yang bersifat terburu-buru, tanpa berpikir panjang, atau sejenisnya. Kasih Allah tampaknya tidak “reckless”. 

Pertanyaannya, benarkah lagu Reckless Love harus dimengerti seperti itu? Apakah pemahaman seperti itu adil bagi Cory Asbury yang mengarang liriknya? Bagaimana pendapat Cory sendiri terhadap kontroversi yang muncul? 

Sebelum kita menguraikan persoalan ini secara detil, ada baiknya kita memahami beberapa pemikiran mendasar tentang lagu-lagu secara umum maupun lagu-lagu Kristiani. Yang terutama, kita memiliki begitu banyak pilihan lagu, baik yang konvensional (himne) maupun kontemporer. Hampir setiap doktrin atau tema sudah pernah disinggung dalam koleksi lagu yang “tidak terbatas” itu. Mempertahankan sebuah lagu begitu rupa hanya gara-gara alunan nadanya enak didengar bukanlah sikap yang bijaksana. Lirik harus menjadi pertimbangan utama sebelum aspek musikalitas yang lain. Prinsip ini berlaku untuk semua lagu.

Hal lain yang tidak kalah penting untuk dipikirkan adalah bahasa puitis dalam lagu. Setiap jenis sastra (genre) memiliki karakteristik tersendiri dan menuntut cara penafsiran tersendiri pula. Kita tidak boleh membaca sebuah puisi sama seperti kita membaca sebuah kisah historis. Begitu pula sebaliknya. Nah, banyak lagu menggunakan ungkapan-ungkapan yang puitis. Di dalamnya mencakup beragam gaya bahasa: hiperbola, personifikasi, pleonasme, dsb. Adalah sangat penting untuk memperhatikan aspek ini supaya kita bertindak adil terhadap lirik yang digunakan dalam sebuah lagu. Bersambung…………..

Yakub Tri Handoko