Istilah “karma” berasal dari Bahasa Sansekerta. Secara hurufiah kata ini berarti “tindakan”, tetapi dalam penguraiannya, karma tidak hanya dikaitkan dengan tindakan. Pikiran, perkataan, dan motivasi juga sangat diperhitungkan dalam karma.
Konsep tentang karma diajarkan dalam beberapa agama timur, termasuk Hindu dan Budha. Walaupun penjelasan detil di tiap kepercayaan cukup variatif, namun konsep dasar di dalamnya tetap sama. Karma merujuk pada sebuah hukum sebab-akibat. Tindakan (termasuk pikiran, kelakuan, motivasi, dan perkataan) seseorang akan mempengaruhi keadaan orang itu di kehidupan selanjutnya. Kehidupan futuris ini sangat berhubungan dengan konsep reinkarnasi, yaitu kehidupan berulang sampai seseorang mencapai “kesempurnaan” (dibebaskan dari siklus kehidupan yang berulang). Apabila seseorang telah banyak melakukan perbuatan baik selama hidupnya, maka pada kehidupan selanjutnya di dunia ini orang itu akan memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi. Begitu pula dengan yang melakukan perbuatan kejahatan.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa hukum karna sangat berlainan dengan konsep Alkitab tentang tabur-tuai. Alkitab memang memberikan beberapa catatan tentang hukum sebab-akibat dalam konsep tabur-tuai (Ay 4:8; Mzm 126:5; Luk 12:24), tetapi hal itu berbeda dengan konsep karma di Hindu dan Budha.
Pertama, Alkitab secara jelas menolak konsep tentang reinkarnasi. Ibrani 9:27 mengajarkan bahwa “manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”. Tidak ada kesempatan kedua sesudah kematian.
Kedua, hukum tabur-tuai terjadi di dunia ini maupun di neraka/sorga. Dalam kaitan dengan balasan selama di dunia ini, orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana (Ams 22:8; bdk. Hos 10:13). Jumlah yang ditabur selaras dengan jumlah yang dituai (2 Kor 9:6). Dalam kaitan dengan neraka/sorga, orang yang menabur dalam daging akan menuai kebinasaan, demikian pula dengan orang yang menabur dalam Roh akan menuai hidup kekal (Gal 6:8).
Ketiga, dalam hal kehidupan kekal di sorga, hal itu tidak diberikan atas dasar perbuatan seseorang, melainkan iman. Jadi, ini bertentangan dengan konsep karma. Sebagai contoh, salah seorang penyamun yang mati bersama Yesus Kristus di kayu salib hanya perlu beriman, dan ia langsung mendapat jaminan kehidupan kekal (Luk 23:43). Iman ini tidak boleh digolongkan sebagai “perbuatan” (Rom 4:1-5). Iman adalah karunia Allah (Flp 1:29). Keselamatan bukan hasil usaha atau pekerjaan manusia (Ef 2:8-9).
Keempat, hukum tabur-tuai tidak bekerja secara mekanis seperti hukum karma. Kadangkala seseorang menuai yang baik dari apa yang ia tidak tabur (Yoh 4:37-38). Contoh: Potifar diberkati oleh TUHAN karena Yusuf (Kej 39:5). Kadangkala seseorang tidak mendapatkan balasan yang setimpal atas kejahatannya (Ez 9:13; Mzm 103:10). Ada kedaulatan Allah yang bekerja secara misterius. Ada kasih karunia Allah yang mewarnai kehidupan manusia. Pendeknya, cara kerja Allah di dunia ini tidak mekanis, melainkan dinamis. Siapapun yang sudah melakukan kejahatan – tidak peduli sebesar apapun itu – apabila orang itu sungguh-sungguh datang kepada TUHAN untuk bertobat, maka semua kejahatan itu akan diampuni (Mzm 103:12; Yes 1:18; 1 Yoh 1:9).