Apakah Doa Yang Tidak Dikabulkan Disebabkan Oleh Dosa?

Posted on 29/01/2017 | In QnA | Leave a comment

Para penganut Gerakan Iman (Faith Movement) atau Perkataan Iman (Word of Faith) meyakini bahwa setiap doa yang disertai iman pasti akan dikabulkan oleh Allah. Jika kita memiliki iman, Allah tidak memiliki pilihan. Dengan asumsi theologis seperti ini, mereka berusaha menerangkan kegagalan doa dalam kaitan dengan iman yang lemah atau dosa yang dilakukan oleh orang yang berdoa.

Benarkah setiap doa yang disertai dengan iman selalu dikabulkan oleh Allah? Benarkah penyebab kegagalan doa adalah kerohanian si pendoa?

Alkitab memang mengajarkan bahwa iman dan kekudusan hidup memegang peranan penting dalam pengabulan doa. Doa orang benar jika dengan yakin didoakan besar kuasanya (Yak 5:16). Mereka yang tidak beriman tidak akan mendapat apa-apa dari Allah (Yak 1:6-7). Sebuah mujizat kadangkala belum terjadi karena kurang iman (Mat 17:16-17; Mrk 6:5-6).

Dosa juga berpotensi menghalangi doa seseorang. Yesaya 59:1-2 dengan jelas mengatakan: “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”. Kegagalan suami dalam menghormati istri sebagai teman pewaris kasih karunia dapat menjadi penghalang doa (1 Pet 3:7). Mereka yang berdoa demi kepuasan hawa nafsu juga tidak akan menerima apa-apa dari Tuhan (Yak 4:3).

Penjelasan di atas bukan berarti bahwa setiap doa yang tidak terjawab pasti disebabkan oleh keraguan dan dosa. Ada pertimbangan-pertimbangan lain yang membuat Allah tidak mengabulkan doa seseorang, walaupun doa itu sudah disertai dengan iman. Allah kadangkala tidak memberikan apa yang kita mohonkan kepada-Nya, sebab Allah ingin memberikan yang lebih baik. Hal ini tidak perlu mengagetkan kita, karena Allah “dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (Ef 3:20).

Salah satu contoh yang baik adalah permohonan Paulus agar Allah mengambil duri dalam dagingnya (2 Kor 12:7-10). Permintaan ini jelas tidak keliru, karena duri dalam daging ini adalah seorang utusan Iblis yang menggocoh Paulus (ayat 7). Bukankah membebaskan diri dari utusan Iblis adalah baik? Paulus juga pasti mendoakan dengan penuh iman. Begitu banyak tanda dan mujizat dilakukan Allah melalui pelayanan Paulus (ayat 12). Paulus juga memiliki kerohanian yang baik. Dia diangkat sampai ke surga tingkat tiga (ayat 1-6).

Apakah ketidakmauan Allah untuk mengambil duri dalam daging adalah sesuatu yang negatif? Sama sekali tidak! Paulus sendiri akhirnya memandang hal itu sebagai wujud kebaikan Allah. Maksud dari semua itu adalah menjaga Paulus dari kesombongan (ayat 7). Dengan membiarkan Paulus hidup di dalam kelemahan, Allah sedang mengajar Paulus untuk mengalami kuasa-Nya yang sempurna (ayat 9b-10). Pada akhirnya Paulus akan semakin memahami kasih karunia Allah dengan perspektif yang baru (ayat 9). Jadi, doa Paulus tidak dijawab, karena Allah mempersiapkan yang lebih baik bagi dia. Doanya tidak dijawab sekalipun ia telah berdoa dengan iman dan menjaga kekudusan hidupnya. Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko