Pertanyaan ini merupakan salah satu isu yang sukar untuk dijawab secara tuntas. Tidak ada data Alkitab yang eksplisit dan memadai untuk sampai pada jawabannya secara meyakinkan. Bagi sebagian orang yang pernah mengalami keguguran atau kematian bayi, pertanyaan ini merupakan isu yang sensitif. Kehilangan janin atau bayi sudah menjadi tekanan tersendiri yang luar biasa menyesakkan. Akankah mereka kehilangan bayi mereka kedua kalinya (dalam arti bayi-bayi itu tidak akan masuk ke surga)?
Secara sekilas kita mungkin menduga bahwa bayi-bayi yang mati pasti mengalami hukuman kekal. Kita mungkin langsung teringat dengan teks-teks tertentu yang mengajarkan bahwa setiap orang memiliki natur yang berdosa (Mazmur 51:7), sehingga memerlukan kelahiran baru (Yohanes 3:3-5). Semua orang pada dasarnya (secara natur) merupakan anak-anak kemurkaan (Efesus 2:3b). Bahkan orang-orang fasik sudah melenceng dari rahim ibu mereka (Mazmur 58:3). Kita juga mungkin teringat bahwa semua manusia mempunyai dosa asal dari Adam. Melalui satu orang, semua orang berdosa (Roma 5:12-21).
Jika semua manusia mempunyai dosa asal dan berada dalam natur yang berdosa, bukankah keadaan yang sama berlaku untuk bayi-bayi? Jika benar demikian, bukankah sebuah hal yang masuk akal apabila dikatakan bahwa bayi-bayi yang mati tidak akan luput dari hukuman Allah?
Kita perlu berhati-hati dengan penarikan kesimpulan yang terlalu cepat seperti di atas. Ada data lain dalam Alkitab yang perlu untuk dipertimbangkan pula. Salah satu yang tidak boleh dilupakan adalah intervensi Allah dalam kehidupan bayi-bayi selama mereka di dalam kandungan. TUHAN sudah memilih Yeremia dan Paulus sejak di dalam kandungan (Yeremia 1:5; Galatia 1:15). Yohanes Pembaptis sudah penuh dengan Roh Kudus sejak di dalam kandungan (Lukas 1:15), padahal dalam theologi Lukas “penuh Roh Kudus” merupakan sebuah karya Roh pada orang-orang yang sudah percaya (Lukas 1:41, 67; Kisah Para Rasul 2:4; 4:8, 31; 6:3, 5; 9:17; 11:24). Dalam Mazmur 22:11 Daud mengungkapkan keyakinannya kepada Allah: “Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku”.
Data di atas menunjukkan bahwa Allah mampu menyelamatkan manusia sejak mereka masih berada di dalam kandungan. Apa yang Dia lakukan ini bahkan tidak terhalangi oleh keberdosaan mereka. Apakah semua bayi berdosa? Benar. Alkitab sangat konsisten mengajarkan doktrin ini. Apakah keberdosaan ini menghalangi mereka untuk diselamatkan? Tidak. Allah bisa memberikan anugerah yang khusus kepada mereka. Bukankah kita juga diselamatkan berdasarkan anugerah? Bukankah alasan kita masuk ke surga bukan karena ketidakberdosaan kita?
Pertanyaaannya, apakah anugerah yang diberikan Allah tersebut berlaku untuk semua bayi yang mati di dalam kandungan? Pertanyaan ini sukar untuk dijawab secara pasti.
Sebagian orang meyakini bahwa semua bayi pasti diselamatkan dengan dasar Matius 19:14 (juga Markus 10:14 dan Lukas 19:16): “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga”. Argumentasi seperti ini sulit untuk dipertahankan. “Anak-anak” di sini jelas bukan “bayi-bayi”. Mereka mungkin sudah bisa mengambil keputusan moral sendiri, sedangkan bayi-bayi tidaklah demikian. Di samping itu, anak-anak di sini berfungsi sebagai ilustrasi. Ungkapan “orang-orang yang seperti itulah” jelas mengarah pada kesimpulan ini. Orang-orang yang mempunyai kerajaan surga adalah mereka yang seperti anak-anak. Maksudnya, memiliki kesadaran tentang keterbatasan dan kehinaan mereka (Matius 18:1-5). Dalam budaya Yahudi kuno, anak-anak benar-benar tidak dipandang sama sekali. Itulah sebabnya murid-murid Tuhan Yesus sendiri menghalangi orang tua yang hendak membawa anak-anak mereka kepada Tuhan Yesus, karena mereka beranggapan bahwa Sang Guru sedang sibuk dengan urusan lain yang lebih penting.
Walaupun argumentasi di atas tidak kuat, tetapi saya sepakat dengan kesimpulan yang diambil. Dalam anugerah Allah, semua bayi yang meninggal dunia akan masuk ke dalam surga. Kita sudah melihat beberapa contoh di dalam Alkitab bahwa Allah dapat bekerja secara khusus pada diri bayi-bayi sejak mereka di dalam kandungan. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Dia akan melakukan hal yang sama pada semua bayi.
Alasan lain berhubungan dengan keadilan Allah. Alkitab mengajarkan bahwa orang-orang berdosa akan dihukum berdasarkan motivasi dan perilaku mereka yang berdosa (Roma 2:6, 16, 27; 2 Korintus 5:10). Hal ini tidak berarti bahwa keselamatan seseorang ditentukan oleh perbuatan baik. Keselamatan adalah murni pemberian Allah di dalam Kristus Yesus. Perbuatan baik orang Kristen merupakan tujuan, bukan syarat, keselamatan (Efesus 2:10). Perbuatan baik hanya berdampak pada pujian atau pahala dari Allah (1 Korintus 4:5), bukan keselamatan. Namun, kebinasaan merupakan upah dosa (Roma 6:23; 1 Korintus 1:18). Orang-orang yang dihukum kekal dihakimi berdasarkan perbuatan mereka (Wahyu 20:12).
Sehubungan dengan hal ini, kita juga perlu mengingat bahwa murka Allah turun atas mereka yang “menindas kebenaran dengan kelaliman” (Roma 1:18). Artinya, mereka seharusnya sudah mengetahui keberadaan Allah melalui ciptaan (Roma 1:19-20) maupun hukum moral yang ditaruh Allah dalam hati setiap manusia (Roma 2:12-15). Mereka seharusnya memuliakan Allah berdasarkan penyataan ilahi itu. Dalam kenyataannya, mereka justru menindas kebenaran itu. Pada waktu mereka dihakimi oleh Allah, mereka “tidak dapat berdalih” (Roma 1:20).
Kesalahan ini tidak berlaku untuk bayi-bayi. Mereka belum dapat membedakan yang baik dan yang jahat. Mereka belum bisa mengetahui kebenaran. Mereka belum dapat dikatakan “menindas kebenaran”. Allah yang penuh kasih, di dalam kedaulatan, hikmat, dan kemurahan-Nya yang melampaui segala pengetahuan, berkenan menyelamatkan semua bayi. Soli Deo Gloria.