Apakah artinya belum berbentuk dan kosong?

Posted on 19/06/2016 | In QnA | Leave a comment

Terjemahan “belum berbentuk dan kosong” dapat menimbulkan kesan bahwa pada waktu itu bentuk bumi belum bulat atau belum ada apa-apa di muka bumi. Kesan ini jelas kurang tepat. Paling tidak pada saat itu sudah ada air dan bumi. Pada hari ke-2 Allah tidak menciptakan air. Ia hanya memisahkan air yang di atas dan di bawah dengan menggunakan cakrawala. Pada hari ke-3 pun sama. Allah hanya mengumpulkan air yang di bawah cakrawala ke suatu tempat tertentu (laut), sehingga daratan bisa terlihat (1:9-10). Ini berarti bahwa sebelumnya sudah ada daratan, hanya saja pada waktu itu daratan masih dipenuhi dengan air. Dengan kata lain, “kosong” di Kejadian 1:2 harus dipahami dalam arti yang berbeda. Kosong karena belum ada sesuatu yang lain, bukan belum ada apapun. 

Dalam teks Ibrani, frasa “belum berbentuk dan kosong” memakai ungkapan tōhû wābōhû. Penyelidikan yang teliti menunjukkan bahwa frasa ini hanyalah sebuah ungkapan. Kita tidak boleh menafsirkannya secara hurufiah. Tōhû wābōhû sebaiknya dipahami sebagai sebuah ungkapan untuk sebuah tempat yang tidak dapat didiami. Ada dua argumen utama yang mendukung makna ini.

Pertama, kata tōhû (“belum berbentuk”) membentuk permainan kata dengan kata tôb (“baik”). Dalam Bahasa Ibrani, pengucapan dua kata ini sangat mirip (dibaca seperti “tof”). Dari sini terlihat bahwa bumi yang tōhû adalah bumi yang belum digarap oleh Allah sehingga belum dikatakan tôb. Ketika bumi semakin siap untuk didiami, Allah mengatakan bahwa keadaan bumi adalah tôb (1:4, 10, 12, 18, 21, 25, 31).

Kedua, pemunculan kata tōhû atau frase tōhû wābōhû dalam PL juga menunjuk pada tanah yang tidak terdiami. Dalam Pentateukh kata tōhû dipakai dalam arti “padang gurun” (Ul 32:10). Dalam Yesaya 45:18 dikatakan bahwa Allah menciptakan bumi bukan supaya kosong (tōhû), melainkan untuk didiami. Frase tōhû wābōhû bahkan dipakai oleh para nabi untuk menggambarkan hukuman Allah atas bangsa Edom (Yes 34:11) maupun Yehuda (Yer 4:23). Penggunaan ini menguatkan pandangan bahwa tōhû wābōhû berarti “tidak dapat didiami.”

Penafsiran terhadap tōhû wābōhû seperti ini semakin meneguhkan jawaban di pertanyaan sebelumnya. Kejadian 1 merupakan introduksi bagi kisah penciptaan. Hari ke-1 bukanlah tindakan awal penciptaan. Sebelumnya Allah sudah menciptakan langit dan bumi (ayat 1). Hanya saja, keadaan bumi masih belum siap untuk didiami (ayat 2). Ada air yang dalam di seluruh permukaan bumi. Ada kegelapan di mana-mana. 

Yakub Tri Handoko