Setiap agama memiliki klaim keselamatan sendiri-sendiri. Hampir semua klaim tersebut bersifat eksklusif. Yang satu meniadakan yang lain. Maksudnya, jika klaim agama A benar, maka klaim agama B, C, dst., pasti keliru.
Di tengah situasi seperti ini, sebagian orang menanyakan apakah tidak lebih jika ada sebuah jalan keselamatan yang universal. Jalan yang mampu memfasilitasi semua kelompok relijius dari agama apa saja. Jadi, satu jalan untuk semua.
Sekilas pemikiran di atas terdengar sangat bijaksana. Seandainya Allah adalah esa dan Dia adalah Allah untuk semua orang, Dia sangat mungkin akan menerapkan satu metode keselamatan untuk semua orang juga. Mengapa para penganut agama justru cenderung mengadakan pembedaan dan pemisahan sendiri-sendiri?
Setelah dipikiran secara lebih seksama, pemikiran di atas sukar untuk dibenarkan. Setiap agama mengajarkan destinasi akhir yang berbeda-beda. Surga menurut Islam berbeda dengan menurut Kristen. Nirwana (destinasi akhir dalam agama Budha) bukan surga. Moksha (destinasi akhir dalam Hindu) bukan Nirwana. Jika tujuan akhir masing-masing agama memang berbeda, bagaimana mungkin jalan menuju ke sana sama? Seandainya semua klaim agama tentang destinasi akhir memang benar (ada tempat atau keadaan yang disebut surga, nirwana dan moksha), bukankah kita berharap ada beragam jalan menuju ke masing-masing destinasi itu?
Penalaran logis mendorong kita untuk menolak keragaman destinasi akhir. Jika Allah memang esa, Dia pasti menyediakan satu tempat saja untuk semua. Tempat yang sama untuk semua orang. Jika tempatnya sama, jalan ke sana juga sama.
Poin ini diungkapkan oleh Paulus di Roma 3:29-30. Jika Allah adalah Allah untuk semua orang, Dia akan menyediakan jalan yang sama untuk semua orang. Jalan ini harus cukup inklusif sehingga tidak ada kelompok tertentu yang dipinggirkan. Jika keselamatan melalui sunat dan Hukum Taurat, hal itu tidak cukup inklusif bagi orang-orang tertentu yang tidak bersunat maupun tidak memiliki Taurat. Jika jalur ini harus melibatkan ziarah ke tempat tertentu, kasihan mereka yang memiliki keterbatasan finansial dan jasmaniah untuk pergi ke sana.
Menurut Alkitab jalan yang universal ini adalah jalur iman. Setiap orang hanya dituntut untuk mengakui keberdosaan mereka dan kebutuhan mereka terhadap Juruselamat. Tidak ada yang perlu dilakukan. Tidak ada ritul relijius tertentu yang dipraktekkan. Hanya beriman. Tidak ada tambahan. Jalur inklusif ini jauh lebih rasional daripada jalan-jalan lain.
Kalau dalam kenyataannya jalan ini telah diubah menjadi begitu beragam oleh manusia, kesalahan bukan terletak pada diri Allah. Manusia berdosa memang akan melawan kehendak Allah. Tidak peduli berapa jalan yang disediakan oleh Allah, manusia akan mengurangi atau menambahinya.
Jadi, keselamatan versi Kristen sebenarnya tidak sesempit yang dipikirkan oleh banyak orang. Memang keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus (Yoh. 14:6 dan Kis. 4:12), tetapi jalur iman seharusnya menyediakan akses yang lebih besar bagi sebanyak mungkin orang. Soli Deo Gloria.