Kitab Rut adalah kitab yang cukup unik. Dari sisi judulnya, kitab ini diberi judul dari nama seorang perempuan, yaitu Rut, padahal peranan perempuan pada masa itu sangatlah minor dan tidak diperhitungkan. Dan yang lebih unik pula adalah bahwa Rut bukanlah seorang perempuan Israel; Rut adalah perempuan Moab, salah satu bangsa musuh Israel. Jika melihat keseluruhan kitab Rut, peranan Naomi atau Boaz juga cukup penting, namun kitab ini tetap diberi nama diri seorang perempuan asing. Dari sisi seni penulisannya, kitab ini dimulai dan diakhiri (semacam inclusio) dengan Betlehem. Inclusio ini merupakan pengikat yang memagari kitab ini sebagai sebuah kesatuan utuh. Dan dari semua keunikan lainnya yang tidak mungkin dituliskan satu per satu, kitab ini adalah kitab yang pertama kali menyebut nama Daud (4:17, 22).
Kemunculan nama Daud ini sangat berhubungan dengan teologi kitab Rut. Jika ditelusuri alur cerita dalam kitab ini, maka muara-nya terletak pada kemunculan daftar keturunan dalam 4:18-22. Kemunculan nama-nama seperti Perez (Kej. 38), Boaz (Rut) dan diakhiri dengan keterangan “Boas memperanakkan Obed, Obed memperanakkan Isai dan Isai memperanakkan Daud” akan dapat dipahami dengan jelas dalam PB, utamanya dalam Matius 1:1-17, utamanya ay. 5 dan Lukas 3:32. Dengan kata lain, kisah dalam Rut ini sedang menceritakan bagaimana providensia dan anugerah Allah atas garis keturunan Mesias itu terus terpelihara melalui kisah-kisah yang ditampilkan dalam kitab Rut ini.
Dalam Rut pasal 1 ini, providensia dan anugerah Allah atas garis keturunan Mesias terpelihara melalui serangkaian peristiwa yang secara penilaian manusia sangat tidak menyenangkan, yaitu penderitaan. Dan kali ini Naomi adalah pemeran utamanya.
1. Kelaparan (1:1-2)
Kelaparan dalam kitab Rut ini terjadi dalam era hakim-hakim (dari saat kematian Yosua hingga kemunculan monarki Israel, yaitu pemerintahan raja Saul). Era hakim-hakim ini identik dengan terjadinya dekadensi moral dan religi bangsa Israel. Tiap kali bangsa Israel melakukan pelanggaran terhadap Allah, Allah menurunkan hukumannya. Tetapi Allah juga mengirimkan hakim-hakim yang menjadi penyelamat umat-Nya.
Akibat dari kelaparan ini terjadilah sebuah migrasi sebuah keluarga dari Betlehem ke Moab (sekitar 80 km dengan berjalan kaki sekitar 7-10 hari). Kelaparan ini digambarkan secara ironis dan hebat oleh kitab Rut. Pertama, kelaparan ini terjadi di kota kecil Efrata-Betlehem. Efrata berarti “berbuah” sedangkan Betlehem “rumah roti”. Di tempat yang seharus berkelimpahan dengan makanan, justru di situlah kelaparan itu terjadi. Kedua, migrasi yang diakibatkan hebatnya kelaparan itu merupakan ide dari keluarga Elimelekh, yang arti namanya “Allah(ku) adalah raja”. Kepala keluarga yang arti namanya “Allah(ku) adalah raja” justru tidak menikmati fasilitas seorang raja. Ketiga, hebatnya kelaparan itu mengakibatkan keluarga Elimelekh harus menetap sebagai ‘orang asing’ di Moab. Artinya dengan status ‘orang asing’, kepindahan mereka berlangsung cukup lama (bukan sebentar).
2. Kematian pasangan (1:3)
Setelah kepindahan Elimelekh dan keluarganya ke Moab, tiba-tiba Elimelekh digambarkan “mati” tanpa alasan. Sangat ironis, Elimelekh, sang kepala keluarga, yang berinisiatif memindahkan seluruh keluarganya ke negeri asing untuk mempertahankan hidup mereka, justru menemukan kematian, bukan keberlangsungan kehidupan. Akibat kematian Elimelekh itu penulis kitab menggambarkan “perempuan itu tertinggal dengan kedua anaknya” (ay. 3b). Kata tertinggal yang dipakai di sana merupakan kata khusus yang menggambarkan bahwa istrinya, Naomi, dan kedua anaknya tidak mungkin bertemu kembali dengan Elimelekh. Sekaligus pula pada kata ‘kedua anaknya’ terjadi perpindahan kata ganti pemilik, dari ‘his sons’ (ay, 1) menjadi ‘her sons’ (ay. 3). Pergantian tersebut seakan memberi indikasi bahwa dengan matinya Elimelekh, tanggung jawab terhadap 2 anak itu menjadi tanggung jawab Naomi.
3. Perkawinan campur (Rut 1:4)
Setelah kematian Elimelekh, digambarkan bahwa 2 anak yang sekarang menjadi tanggung jawab Naomi, yaitu Mahlon dan Kilyon, mengambil perempuan Moab sebagai istri mereka, yaitu Orpa dan Rut. Kitab Rut tidak memberikan penilaian langsung dengan tindakan kawin campur yang dilakukan Mahlon dan Kilyon, namun dari penggunaan kata yang dipakai untuk ‘mengambil istri’ ada indikasi negatif terhadap perkawinan tersebut. Kata yang biasa dipakai untuk menggambarkan tindakan ‘mengambil istri/kawin’ adalah ‘take a woman’, namun kali ini kata yang dipakai adalah ‘lift/carry a woman’. Kata ‘lift/carry a woman’ ini hanya dipakai 9x dalam PL (Hakim 21:23; Rut 1:4; 2 Taw 11:21; 13:21; 24:3; Ezra 9:2,12; 10:44; Neh. 13:25) dan tiap kali kemunculannya mengandung arti yang berkonotasi negatif. Tentulah Naomi sebagai orang Israel telah mengetahui hukum Musa tentang larangan perkawinan dengan wanita asing (Moab) dalam Ulangan 23:3-4 dan bahwa mengawini perempuan asing adalah bentuk hukuman dari Tuhan (Ulangan 28:32).
4. Kematian anak-anak (1:5)
Dalam ayat sebelumnya diceritakan bahwa setelah perkawinannya dengan Rut dan Orpa, Mahlon dan Kilyon masih tinggal di Moab 10 tahun lamanya. Tanpa penyebab yang jelas (seperti yang terjadi pada Elimelekh), tiba-tiba Mahlon dan Kilyon juga mati. Dan yang sangat unik dari cara penulis kitab Rut menampilkan Mahlon dan Kilyon, nama mereka menggambarkan nasib mereka. Nama Mahlon berarti ‘sterile, weak, ill’ sedangkan Kilyon berarti ‘at the end, finished’. Memang Alkitab tidak menuliskan langsung hubungan tersebut, namun dari cara Alkitab memaparkan peranan Mahlon dan Kilyon, begitulah pula arti namanya. Peranan mereka sangat minor, kematian mereka tidak diketahui sekaligus ketika mereka mati, tidak ada catatan tentang keturunan yang dilahirkan dari perkawinan mereka itu. Tidak mengherankan bahwa banyak spekulasi bermunculan sehubungan dengan penyebab kematian mereka, antara lain karena perkawinan campur mereka yang juga menghasilkan hukuman dengan tidak adanya keturunan yang dihasilkan atau karena ‘kenikmatan’ yang mereka rasakan di Moab sehingga mereka lama tinggal di Moab dan tidak mau kembali ke kampung halaman mereka (ay. 4). Kembali kata yang sebelumnya muncul, yaitu ‘ditinggalkan’ pada ay. 3 muncul di ayat 5 ini lagi. Kali ini Naomi benar-benar ditinggalkan oleh semua yang dikasihinya, suami dan anak-anaknya
5. Perasaan ditinggalkan
Alkitab memang tidak memberikan catatan langsung tentang perasaan Naomi ketika ditinggalkan suami dan anak-anaknya. Pastinya dia menangis, mengalami kesedihan yang sangat mendalam. Namun dari beberapa ungkapan yang muncul selanjutnya, setidaknya Naomi mengalami ‘perasaan ditinggalkan’
a. Oleh suami dan anak-anak
Bentuk kehilangan akan sosok suami dan anak-anak yang dialami Naomi digambarkan dengan beberapa cara. Pertama, Naomi kehilangan status. Sebagai seorang wanita di jaman itu, keberadaannya sebagai wanita akan sangat berharga jika dia berstatus sebagai istri dan ibu. Hilangnya 2 status itu berarti hilang juga nilainya di masyarakat. Namun justru itulah yang dia alami sekarang: dari seorang istri menjadi janda, dari seorang ibu menjadi tanpa anak. Tanpa 2 status itu, posisinya telah berpindah menjadi kaum miskin yang berpotensi untuk dilecehkan sedemikian rupa, bahkan dapat diperlakukan sebagai budak. Kedua, Naomi tidak mempunyai harapan lagi karena dia sudah tua (1: 11-12). Dari hilangnya 2 status yang dimilikinya, Naomi masih memiliki kemungkinan untuk tetap memiliki status lagi yaitu dengan menikah lagi. Namun ada 1 halangan yang dimilikinya, yaitu dia sudah tua, bahkan dia mengatakan ‘terlalu tua’ (ay. 12) baik untuk menikah lagi, apalagi mempunyai anak. Bentuk kehilangan akan suami dan anak-anak akan semakin terasa mengingat Naomi berada di negeri asing ketika mereka meninggalkannya sendiri. Pada jaman itu, tidak adanya laki-laki mengimplikasikan tidak adanya perlindungan yang akan didapatkannya.
b. Oleh Allah
Perasaan terdalam yang dirasakan Naomi atas segala penderitaan yang dialaminya adalah perasaan bahwa Allah meninggalkan dia. Pertama, Allah tidak memberikan kasih karunia kepadanya, hanya para menantunya yang mengasihi dia, “TUHAN kiranya menunjukkan kasih-Nya kepadamu, seperti yang kamu tunjukkan (BUKAN: ‘seperti yang DIA tunjukkan…’) kepada orang-orang yang telah mati itu dan kepadaku (ay. 8). Kedua, menurut Naomi, kehidupan yang dimilikinya berubah dari ‘keindahan’ (nama NAOMI) menjadi ‘kepahitan’ (nama MARA), ay. 20). Ketiga, Naomi merasa hidupnya paling malang, “bukankah jauh lebih pahit yang aku alami dari pada kamu…” ay. 13. Keempat, Naomi menggangap bahwa semua penderitaan yang dialaminya berasal dari Allah. Allah secara aktif memberikan semua penderitaaan itu kepadanya (ay. 13,20,21).
6. Penghakiman Masyarakat (1:19)
Ketika Naomi bersama dengan Rut kembali ke Betlehem, digambarkan ‘gemparlah’ kota itu. Pemakaian ‘gempar’ merupakan istilah yang tepat karena memang pemilihan kata itu dalam bahasa Ibrani menggambarkan perpaduan respon terhadap sesuatu, entah positif maupun engatif. Ada penduduk Betlehem yang senang, ada yang menjadikan bahan pembicaraan; yang jelas kedatangan Naomi bersama Ruth kembali ke Betlehem merupakan topik perbincangan kota Betlehem saat itu.
Harapan di Tengah Penderitaan
Di tengah segala bentuk penderitaan yang dialami, setidaknya Naomi masih memiliki penghiburan: Naomi sangat disayangi kedua menantunya. Ketika Naomi menyuruh Ruth dan Orpa kembali ke bangsanya untuk melanjutkan hidup mereka yang masih muda, mereka tidak mau dan ingin ikut serta dengan Naomi (ay. 9,10,14). Walaupun Orpa akhinya kembali ke bangsanya, hal ini dapat dipahami sebagai bentuk ketaatan Orpa terhadap Naomi.
Rut, ikut dengan Naomi kembali ke Betlehem. Keikutsertaan Rut ke Betlehem menunjukkan sebuah bentuk pengorbanan radikal-nya terhadao Naomi. Dia mau melepaskan eksistensi diri (dimana engkau berada…dimana engkamu bermalam…ay. 16) sekaligus identitas diri (bangsamu…allahmu…ay.16) dengan cara mengikuti Naomi kembali ke kampung halamannya.
Aplikasi
Providensia Allah nampak dinyatakan bahwa di tengah segala bentuk penderitaan yang dialami keluarga Elimelekh, tujuan Allah yang berdaulat kepada umat manusia tetap berjalan. Penderitaan dapat menjadi sarana merealisasikan rencana-Nya. Segala bentuk kegagalan tidak akan menghalangi realisasi rencana Allah kepada umat-Nya.
Anugerah Allah tetap diberikan (misalnya via hukum menerima orang asing, via kehadiran Rut) di tengah kondisi yang tidak sesuai dengan harapan manusia.