Apakah Alkitab dapat dipercaya?

Posted on 20/12/2015 | In Uncategorized | Leave a comment

Sejarah keragu-raguan terhadap Alkitab

Sikap orang modern yang cenderung meragukan otoritas Alkitab sebagai firman Allah merupakan  hasil perubahan  dan akumulasi  spirit jaman yang sudah berlangsung  beberapa abad yang lalu.

  1. Jaman skolastik: teologi dan filsafat saling berebut tempat sebagai the queen of science (ilmu pengetahuan yang tertinggi).
  2. Jaman  Renaissance:  teori  heliosentris  Kopernikus  berhasil  membungkam  pandangan geosentris gereja yang didasarkan pada tafsiran yang salah.
  3. Jaman Pencerahan: iman dan rasio benar-benar dipisahkan. Teologi diletakkan di bawah

sains (filsafat). Pada masa ini terjadi perubahan paradigma terhadap Alkitab.

Doktrin Inspirasi

Dasar

Ayat yang paling penting tentang inspirasi terdapat di 2Timotius 3:16. Ada dua hal penting yang  perlu  diperhatikan  dari  ayat  ini.  Pertama,  kata  Yunani  grafh  (LAI:TB  “tulisan”) dalam PB merupakan istilah baku untuk kitab-kitab PL (Mat 21:42; 22:29; 26:54, 56, dst). Kedua, terjemahan LAI:TB “segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat untuk...” menyiratkan   kesan  bahwa   tidak  semua   kitab  PL  adalah   diilhamkan   Allah.  Ayat  ini seharusnya diterjemahkan “segala tulisan [kitab-kitab PL] adalah diilhamkan Allah dan bermanfaat   untuk...”   (semua   versi   Inggris),   karena   kata   sifat   “diilhamkan   Allah” (t{eopneustos) maupun  “bermanfaat”  (wfelimos) berfungsi  secara predikatif.  Ayat lain yang juga biasanya dipakai dalam diskusi inspirasi adalah 2Petrus 1:21 dan 2Petrus 3:16.

Konsep pengilhaman 

Kaum Injil memegang pandangan “verbal plenary inspiration”. Teori ini mengajarkan bahwa “setiap kata dalam seluruh bagian Alkitab adalah diilhamkan Allah”. Pengilhaman ini tidak berarti  bahwa Allah  mendiktekan  setiap kata dalam  Alkitab  maupun  menurunkan  Alkitab langsung  dari  surga.  Pengilhaman  berarti  Allah  menjaga  setiap  penulis  sedemikian  rupa sehingga mereka tidak salah dalam menyampaikan firman Allah.

Sebagai konsekuensi dari hal ini, setiap kata yang ada dalam autografa tidak mengandung kesalahan maupun kekeliruan apapun (the autograph is inerrant and infallible). Pengilhaman tidak  mencakup  salinan,  terjemahan  maupun  tafsiran, karena  itu  salinan,  terjemahan  dan tafsiran bisa saja salah. Konsekuensi yang lain adalah keterlibatan unsur manusiawi dalam penulisan Alkitab. Allah memakai setiap penulis sesuai kapasitas mereka, karena itu kualitas bahasa, kedalaman pemikiran dan cara berpikir masing-masing penulis bisa berbeda.

Proses

Ada  beberapa  proses  penting  yang  perlu  diperhatikan  sehubungan  dengan  keberadaan

Alkitab. 

INSPIRASI

Akumulasi, seleksi, interpretasi data dan penulisan Alkitab (Luk 1:1-4)

TRANSMISI

Penyalinan dan distribusi surat (Kol 4:16).

Dalam periode selanjutnya transmisi disertai terjemahan, karena Injil sudah merambah daerah yang tidak berbahasa Yunani

KANONISASI

Penganiayaan dan ajaran sesat mendorong proses kanonisasi. Kriteria yang dipakai: tradisi, wibawa profetik/rasuli, ortodoksi

PENERJEMAHAN MODERN

Selama berabad-abad gereja hanya memakai terjemahan Latin Vulgate. Renaissance dan reformasi mendorong studi Alkitab dalam bahasa asli

dan penerjemahan Alkitab dalam bahasa sehari-hari. Tidak jarang munculnya suatu terjemahan harus dibayar mahal.

Tantangan terhadap otoritas Alkitab

Berikut ini adalah beberapa hal yang seringkali  dijadikan  target untuk meragukan  otoritas

Alkitab sebagai firman Allah.

  1. Unsur supranatural dalam catatan Alkitab (misalnya mujizat)  filsafat rasionalisme, empirisme, eksistensialisme.
  2. Teks-teks yang dianggap kontradiktif.
  3. Data Alkitab yang dianggap tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan.
  4. Agama Kristen yang dianggap  sebagai hasil evolusi keagamaan       filsafat keagamaan (philosophy   of   religion),   misalnya   monoteisme   PL   adalah   modifikasi   politeisme, sedangkan agama Kristen adalah refleksi teologis dan upaya kontekstualisasi gereja mula- mula terhadap situasi abad ke-1 M.
  5. Kanonisasi Alkitab yang  dianggap  monopoli  kekuasaan  gereja  dengan  cara menghapuskan berbagai dokumen lain yang bertentangan dengan Alkitab, misalnya Injil Thomas, Injil Filipus, Injil Maria.
  6. Tidak ada autografa Alkitab yang tidak ditemukan, sehingga doktrin inspirasi dianggap tidak terlalu bermanfaat.

Jawaban terhadap tantangan di atas

Dari pemaparan di atas terlihat bahwa diskusi seputar otoritas Alkitab sangat kompleks dan multidisipliner. Dalam bagian ini hanya akan diberikan jawaban inti dan singkat sehubungan dengan sanggahan-sanggahan di atas.

Pertama,  unsur supranatural  dalam Alkitab.  Diskusi  dalam konteks  ini sudah menyangkut presuposisi  seseorang. Cara menanggapi  yang  paling  baik  adalah  dengan  membuktikan bahwa  rasionalisme,   empirisme   dan  eksistensialisme didasarkan  pada  pola  pikir  yang subjektif dan tidak konsisten.

Kedua, teks-teks yang dianggap kontradiktif. Alkitab tidak mengandung kontradiksi. Teori harmonisasi melalui penyelidikan teks yang teliti dan komprehensif bisa menunjukkan bahwa teks-teks tersebut tidak kontradiktif.  “Kontradiksi”  terjadi karena hermeneutika  yang tidak memadai maupun kekurangtepatan terjemahan. 

Ketiga,  Alkitab  dan  ilmu  pengetahuan.  Orang  Kristen  perlu  mengadakan  re-interpretasi, karena  tafsiran  tradisional kadangkala  terbukti  tidak  memadai,  misalnya  ayat-ayat  yang terkesan  mendukung  geosentris.  Di sisi lain, orang Kristen  juga mewaspadai  “kebenaran” sains  yang  biasanya  diklaim  “objektif”.  Sains  tetap  melibatkan  “iman”, presuposisi  yang tidak perlu dibuktikan dan bahkan manipulasi data, misalnya kebohongan “teori” evolusi. 

Keempat, kekristenan  dan evolusi keagamaan.  Usia legenda politheis  kuno yang lebih tua daripada Alkitab (misalnya Epic Gilgamesh, Enuma Ellish) tidak bisa dijadikan bukti bahwa Alkitab adalah hasil modifikasi dari pandangan kafir kuno tersebut. Perbedaan antara Alkitab dengan berbagai catatan kuno tersebut jauh lebih esensial daripada persamaan (kemiripan) yang ada. Tidak ada bukti konklusif  bahwa  penulis  Alkitab  menggunakan  catatan-catatan kuno itu sebagai sumber tulisan. Selain itu, pandangan evolusi keagamaan mengabaikan fakta bahwa  sebelum  ada  sumber  tertulis  pasti  ada  sumber (tradisi)  lisan  yang  usianya  sangat panjang.

Kelima, kanonisasi Alkitab. Pandangan yang menganggap kanonisasi Alkitab pada abad ke-4 sebagai  monopoli  orang Kristen  memiliki  beberapa  keberatan  serius.  (1) kitab-kitab  yang diterima dalam kanon sebenarnya sudah lama dipakai dalam ibadah gereja abad permulaan. Hal ini bisa terlihat dari berbagai rujukan dalam tulisan bapa-bapa gereja. Artinya, kanonisasi hanyalah  penerimaan  kitab-kitab  secara  formal  dan  universal.  (2)  kebutuhan  terhadap kumpulan kitab resmi agama Kristen yang benar sudah ada jauh sebelum kanonisasi. Penganiayaan  dan ajaran sesat mendorong gereja-gereja sejak awal abad ke-2 untuk serius menentukan kitab mana yang benar dan mana yang salah. (3) konsep-konsep yang dianggap buatan  orang  Kristen  (misalnya  keilahian  Kristus)  ternyata  sudah  ada  pada  dokumen- dokumen Kristen abad ke-1 (kitab-kitab PB).   (4) pandangan yang menganggap kanonisasi sebagai  monopoli  didasarkan   pada  asumsi  bahwa gereja-gereja   pada  abad  permulaan seharusnya menerima semua kitab yang ada, baik yang sesuai ajaran maupun tidak sesuai. Asumsi ini jelas bertentangan dengan the law of contradiction

Keenam, tidak adanya autografa Alkitab. Perlu diketahui, orang modern juga tidak memiliki autografa dari berbagai kitab kuno, baik tulisan sekuler (sastra, sejarah) maupun keagamaan (kitab suci agama-agama). Lebih jauh, dibandingkan kitab-kitab lain, Alkitab justru lebih bisa dipercaya   dari   sisi   penelusuran   kitab   kuno.   Ujian   bibliografi   (bibliographical   test membuktikan kredibilitas Alkitab, karena interval waktu peristiwa – penulisan – penyalinan Alkitab paling pendek dan jumlah salinan PB paling banyak. Selain itu, melimpahnya salinan yang ada dan perkembangan disiplin ilmu kritik teks memungkinkan orang Kristen merekonstruksi autografa dalam tingkat akurasi yang sangat tinggi. Kritik teks sendiri menggunakan  dua macam kriteria: eksternal (kualitas manuskrip) dan internal (konsistensi gaya penulisan dan konteks).

Konklusi

Makalah ini hanya bersifat overview tentang beragam diskusi seputar otoritas Alkitab sebagai firman Allah. Beberapa poin yang disinggung dalam makalah ini masih memerlukan pembahasan yang lebih mendalam dan detil.

Yakub Tri Handoko