Mesias Yang Dinantikan (Mikha 5:1-4a)

Posted on 16/12/2018 | In Teaching | Leave a comment

Tidak semua kerusakan dapat diperbaiki secara keseluruhan. Tambal-sulam bukan sebuah pilihan. Kesalahan yang muncul sangat fatal sehingga dibutuhkan perubahan radikal. Yang diperlukan bukan hanya koreksi, modifikasi, atau renovasi, melainkan peletakan pondasi. Sebuah awal yang baru sangat dinanti.

Itulah situasi yang dihadapi oleh bangsa Yehuda pada zaman Mikha. Sang nabi melayani sekitar abad ke-8 SM pada zaman Yotam, Ahaz, dan Hizkia (1:1). Pada masa itu kemerosotan moral dan kompromi relijius terjadi di mana-mana. Agama dijadikan alat untuk kepentingan material. Orang-orang kaya dan para penguasa menindas orang-orang miskin. Keadaan hanya sempat membaik sedikit pada zaman Hizkia.

Tidak heran, Mikha berkali-kali menyerukan pertobatan dan penghukuman, baik atas Samaria (1:5-7) maupu Yehuda (1:9-16). Apa yang diberitakan sebagian sudah terjadi. Kedua negara ini sempat dikalahkan oleh bangsa Asyur. Bahkan satu ayat sebelum teks kita hari ini berbicara tentang penghukuman bagi Yehuda: “Sekarang, engkau harus mendirikan tembok bagimu; pagar pengepungan telah mereka dirikan melawan kita; dengan tongkat mereka memukul pipi orang yang memerintah Israel” (4:14). Bangsa Yehuda sedang terdesak da tersudut. Tongkat yang biasanya menjadi simbol kekuasaan, sekarang justru menjadi alat pukulan di tangan musuh.

Puji Tuhan! Penghukuman bukanlah titik akhir bagi umat TUHAN. Ada kemurahan Allah. Kemurahan-Nya lebih besar daripada semua kegagalan kita. Selama masih ada janji ilahi, masih ada pengharapan yang pasti.

 

Pemulihan oleh seorang keturunan Daud

Pembacaan yang seksama menunjukkan bahwa janji ini sangat berkaitan dengan Daud. Apa yang Allah sudah janjikan kepada Daud – yaitu bahwa keturunannya akan menjadi raja atas umat Allah untuk selamanya (2Sam. 7:12-13) – sedang ditegaskan ulang melalui Mikha. Mazmur 89:35-37 berkata: “Sekali Aku bersumpah demi kekudusan-Ku, tentulah Aku tidak akan berbohong kepada Daud:  Anak cucunya akan ada untuk selama-lamanya, dan takhtanya seperti matahari di depan mata-Ku, seperti bulan yang ada selama-lamanya, suatu saksi yang setia di awan-awan”.

Ada beragam keterkaitan dengan Daud yang ditunjukkan dalam teks kita hari ini. Pertama, kelahiran sang penguasa (5:1a). Pusat pemerintahan Yehuda (dan Israel) adalah Yerusalem. Sejak jaman Daud sampai pembuangan ke Babel kota ini telah menjadi kebanggaan mereka. Namun, Mikha justru menyinggung tentang Betlehem-Efrata di daerah Yehuda. Mengapa? Karena Betlehem adalah daerah asal Daud (1Sam. 16:1, 4). Betlehem di kemudian hari dikenal sebagai kota Daud (1Sam. 20:6; Luk. 2:4; Yoh. 7:42).

Kedua, permulaan sang penguasa (5:1b). Frasa “permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” sebaiknya tidak disamakan dengan kekekalan (kontra KJV). Dalam kitab Mikha, frasa seperti ini merujuk pada suatu masa lampau di dalam waktu. Sebagai contoh, Mikha 7:14b berbunyi: “Biarlah mereka makan rumput di Basan dan di Gilead seperti pada zaman dahulu kala”. Rujukan waktu ini jelas tidak mungkin menunjuk pada kekekalan. Berdasarkan hal ini, frasa “permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” di 5:1 seharusnya ditafsirkan sebagai rujukan pada zaman Daud dahulu. Mikha sedang memikirkan tentang masa keemasan Israel pada sekitar tiga abad sebelumnya.

Ketiga, cakupan kekuasaan (5:1b-2). Sang penguasa yang dijanjikan akan memerintah atas Israel (5:1b). Pemunculan istilah “Israel” di sini cukup menarik. Mikha diutus untuk bangsa Yehuda, bukan Israel. Jadi, istilah “Israel” di ayat ini tidak merujuk pada kerajaan utara, tetapi pada seluruh daerah kekuasaan Daud sebelum kerajaannya pecah menjadi dua pasca kematian Salomo. 

Bukan hanya cakupan kekuasaannya, pemulihan yang dijanjikan juga tidak hanya meliputi bangsa Yehuda. Janji ini juga mencakup bangsa Israel, sebagaimana dikatakan: “lalu selebihnya dari saudara-saudaranya akan kembali kepada orang Israel”. Dua kerajaan disatukan sekaligus.

Siapakah raja Israel yang berkuasa atas dua negara ini? Daud dan Salomo. Nama terakhir ini tidak diperhitungkan sebab justru karena dia kerajaan terpecah menjadi dua. Jadi, ayat 1-2 jelas mengarah pada Daud.

Keempat, penggembalaan sang penguasa (5:1, 4). Mikha tampaknya sengaja menghindari istilah “raja”. Dia memilih “penguasa” (môšēl, 5:1); suatu istilah yang sangat populer pada masa awal pemerintahan Daud. Pemerintahannya disamakan dengan penggembalaan (5:4). Walaupun raja-raja lain juga digambarkan sebagai gembala umat, gambaran ini paling melekat pada figur Daud. Sebelum dia menjadi raja, dia adalah seorang gembala domba (1Sam. 16:11-13).

 

Pemulihan oleh Sang Mesias

Kita tidak tahu secara pasti bagaimana bangsa Yehuda pada waktu itu memahami janji yang diucapkan oleh Mikha. Awalnya mereka pasti tidak langsung mengaitkan janji ini dengan Sang Mesias yang akan datang beberapa abad sesudahnya. Sebagai contoh, rujukan tentang seorang perempuan yang akan melahirkan (5:2a) sangat mungkin dikaitkan dengan nubuat yang diucapkan 30 tahun sebelumnya oleh Yesaya tentang kelahiran seorang anak yang menjadi simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya (Yes. 7:14).

Situasi konkrit mendorong orang-orang Israel untuk melihat jauh ke depan melampaui raja-raja yang sudah ada. Cakupan kekuasaan dari sang penguasa yang dijanjikan bukan hanya kerajaan Israel + Yehuda, melainkan seluruh bumi (5:3b). Bukan hanya itu. Kekuasaannya akan diwarnai dengan kekuatan, keluhuran, dan kedamaian (5:3-4a).

Siapa raja Israel atau Yehuda yang pantas menggenapi janji ini? Tidak ada sama sekali! Dua kerajaan ini bahkan pada akhirnya dikalahkan oleh musuh-musuh mereka. Umat Allah tidak lagi memilik seorang raja.

Lantas, apakah janji Allah terbengkalai? Jelas tidak! Janji ilahi melalui Mikha memang dimaksudkan untuk sebuah masa yang jauh di depan. Melalui berbagai kemelut politik dan keamanan bangsa Yahudi didorong untuk memahami teks ini secara mesianik (bdk. Mat. 2:1-6). TUHAN akan mengutus seorang raja dari keturunan Daud yang akan mengembalikan kejayaan Israel seperti dahulu kala. Sayangnya, tatkala Kristus Yesus datang ke dunia untuk menggenapi janji ini, hati mereka terlalu gelap untuk memandang kepada Kristus. Mereka memilih untuk menantikan seorang mesias secara politik; mesias yang akan meruntuhkan belenggu penjajahan bangsa Romawi. Mereka tidak sadar bahwa Mesias sudah datang. Kristus sudah mematahkan belenggu terberat manusia, yaitu dosa. Kristus sudah mengalahkan musuh terkuat manusia, yaitu maut.

Firman TUHAN hari ini memberikan pengharapan yang teguh bagi kita. Apapun keadaan kita sekarang, masih ada harapan di dalam TUHAN. Tidak peduli seberapa kecil kekuatan yang masih tersisa, TUHAN bisa memulai dari sana. Betlehem bukan kota besar, tapi Allah bisa memulai pemulihan dari sana. Nabi Mikha juga berasal dari desa kecil Moresyet di daerah Gat (1:1, 14), tetapi TUHAN bisa menggunakan dia untuk menghiburkan umat-Nya. Daud dahulu juga bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang gembala domba. Namun, TUHAN justru memakai dia untuk membawa bangsa Israel pada kejayaan. Sungguh, tidak ada yang mustahil bagi TUHAN. Biarlah di momen-momen penantian Natal ini (minggu-minggu Advent), pengharapan kita kembali disegarkan dan penantian kita dikuatkan. Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko