
Hampir semua orang Kristen sepakat bahwa doa memainkan peranan penting dalam pertumbuhan rohani mereka. Kalimat “doa adalah nafas hidup orang percaya” menjadi begitu populer di telinga banyak orang Kristen. Sayangnya, tidak semua orang Kristen memiliki disiplin doa yang baik. Yang berdoa pun juga belum tentu melakukannya dengan pemahaman yang benar.
Harus diakui, ada beragam kebingungan seputar doa. Kebingungan ini terekspresikan melalui banyak cara. Salah satunya adalah pertanyaan di atas: “Mengapa Tuhan tidak menjawab doa saya?” Meminta kepada Tuhan tetapi tidak mendapatkan jawaban tentu saja merupakan pengalaman yang membingungkan dan tidak menyenangkan. Bukankah Tuhan memerintahkan kita untuk meminta? Mengapa setelah meminta doa itu tidak dijawab? Lalu untuk apa kita berdoa?
Sebagai klarifikasi, kita mungkin perlu menandaskan di awal bahwa Tuhan selalu menjawab doa. Hanya saja, bentuk jawabannya tidak selalu seperti yang kita minta. Ketika Tuhan berdiam diri saja dan tidak mengabulkan permintaan kita, itu adalah jawaban-Nya. Kita memutuskan untuk tidak menuruti kehendak kita.
Mengapa Dia kadangkala melakukan hal itu? Ada banyak kemungkinan alasan, tergantung pada situasi masing-masing orang yang berdoa.
Kemungkinan pertama adalah dosa. Alkitab berkali-kali menunjukkan bahwa doa menghalangi relasi manusia dengan Allah. Begitu pula doa menghalangi Tuhan untuk memberikan apa yang kita minta (Yes. 59:1-2). TUHAN tidak mendengarkan doa orang yang fasik (Yoh. 9:20-31). Sebaliknya, doa orang yang benar benar kuasanya (Yak. 5:16).
Yang kedua adalah isi doa yang salah. Orang yang berdosa seringkali menggunakan doanya dengan cara yang berdosa pula. Dalam sebuah perumpamaan Yesus dikisahkan ada seorang Farisi yang menggunakan doanya untuk membanggakan diri sendiri dan membandingkan kesalehannya dengan orang lain (Luk. 18:10-14). Yakobus pernah menyinggung tentang orang-orang yang berdoa tetapi hanya untuk memuaskan hawa nafsu mereka (Yak. 4:3).
Kemungkinan ketiga adalah kurang iman. Yesus memerintahkan kita untuk meminta dengan penuh keyakinan (Mrk. 11:24). Iman menjadi sarana yang ditetapkan oleh Allah untuk menyatakan kuasa-Nya (Mat. 9:28-29). Sebaliknya, orang yang bimbing hatinya (baca: tidak beriman) tidak akan mendapatkan apa-apa dari Tuhan (Yak. 1:6-8).
Alasan keempat adalah belum waktunya. Kita seringkali terlalu terburu-buru menyimpulkan bahwa doa kita tidak dikabulkan. Sikap ini menyiratkan pemaksaan kepada Tuhan atas waktu kita. Allah selalu bertindak pada saat yang tepat. Yesus sendiri mengajarkan kita untuk berdoa tanpa jemu-jemu (Luk. 18:1). Dia akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya (Pkt. 3:11). Sebagai contoh, di tengah kebingungan Habakuk, TUHAN menjawab dia “Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh” (Hab. 2:3).
Alasan terakhir adalah rencana Allah yang lebih baik. Pengabulan doa tidak terjadi secara mekanis. Maksudnya, walaupun seseorang sudah hidup benar dan memiliki keyakinan, belum tentu doanya dikabulkan oleh Tuhan. Mengapa? Karena Tuan memiliki rencana yang lebih baik daripada yang didoakan orang tersebut. Allah memang tidak bisa memberikan kurang daripada yang terbaik. Apa yang Dia berikan selalu baik dan sempurna.
Contoh paling jelas tentang hal ini adalah Paulus. Dia memiliki duri dalam daging (2Kor. 12:7-10). Apapun penafsiran yang benar tentang istilah tersebut, apa yang diminta oleh Paulus tampaknya baik. Duri dalam daging ini adalah utusan Iblis yang selalu mempersulit pelayanan Paulus. Walaupun dia sudah berdoa untuk hal ini, Tuhan tetap tidak mengambil duri dalam daging itu. Apakah karena Paulus kurang rohani? Tentu saja tidak! Dia memiliki pengalaman rohani diangkat ke sorga tingkat ketiga (2Kor. 12:1-6). Apakah karena Paulus kurang beriman? Pasti tidak! Pelayanannya dipenuhi dengan berbagai tanda ajaib (2Kor. 12:12).
Tuhan tidak mengabulkan doa Paulus karena Tuhan memiliki rencana yang lebih indah. Dia memang memaksudkan duri dalam daging sebagai alat untuk menekan kesombongan Paulus (2Kor. 12:7). Tuhan ingin Paulus mengalami kuasa-Nya secara sempurna, yaitu di dalam kelemahan Paulus (2Kor. 12:9-10). Soli Deo Gloria.
Photo by Ümit Bulut on Unsplash