Penggunaan edisi Latin Vulgata sebagai Alkitab resmi setidaknya hingga abad pertengahan dan penemuan awal mesin cetak yang akhirnya menerbitkan cetakan pertamanya yang berupa Alkitab, yaitu edisi Gutenberg Bible (1455), yang di dalamnya merupakan cetakan edisi Latin Vulgata, menjadi pemicu yang semakin menyebarkan terjemahan ‘nigra sum sed formosa (I am black but beautiful)’. Bukan hanya bahasa Inggris, tetapi juga bahasa Jerman; terjemahan Alkitab yang dilakukan Martin Luther (1522) juga menerjemahkan Kidung 1:5a dengan Ich bin Schwarz, aber gar lieblich yang artinya ‘I am black but very lovely’. Selain itu ada juga terjemahan yang sangat terkenal yaitu King James Version (1611), yang khusus dikerjakan oleh tim terdiri dari 5 orang untuk menerjemahkan kitab Kidung Agung. Dalam menerjemahkan Kidung 1:5a mereka memilih kalimat ‘ I am black but comely‘ (comely adalah istilah yang agak kuno yang artinya ‘enak dilihat’). Tetapi para penerjemah itu menambahkan catatan penting di bagian pasalnya yaitu: (ayat) 1 : the church’s love unto Christ, (ayat) 5 : She confesseth her deformity. Pengaruh versi Latin Vulgata bukan hanya pada terjemahan-terjemahan berbahasa Inggris, setidaknya beberapa area di Eropa Selatan memperoleh pengaruhnya. Contohnya formula ‘..hitam tetapi..’ juga ditemukan di Italia dalam komentar seorang editor terjemahan Alkitab dalam bahasa Italia yang mengomentari 1:5a dengan son negra quanto a lerrore: ma formosa et bella quanto a la verita yang artinya ;saya hitam untuk kesalahan tetapi indah dan indah untuk kebenaran’.
Selain dalam Alkitab, pengaruh formula dari Kidung 1:5a ‘…hitam tetapi …” juga ditemukan dalam beberapa literatur sekuler. Dalam sebuah catatan kepausan tahun 1608, ketika duta besar Kongo bertemu dengan Paus Paulus V dalam upacara kepuasan, duta besar Kongo itu memberikan semacam kata pembuka tentang warna kulitnya yang hitam (black of face and skin) namun ia kontraskan dengan kualitas lainnya (but noble and seemly in appearance, and of sober habits and of great shrewdness and ability in negotiating ... pious, devout and most committed to the Catholic faith). Perhatikan formula ‘…black but…’ yang dipakai! Dan jika dipelajari lebih detil dari sejarah literatur, akan lebih banyak ditemui formula ’…black but…’
Sekarang, mari kita belajar bagaimana seharusnya memahami Kidung Agung 1:5 shechorah ani venavah. Ada 2 ayat dalam Kidung Agung yang langsung berhubungan dengan kata ‘hitam’ yaitu 1:5 dan 6.
 5 Memang hitam (shechorah) aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma.
 6 Janganlah kamu perhatikan bahwa aku hitam (shecharchoret), karena terik matahari membakar aku. Putera-putera ibuku marah kepadaku, aku dijadikan mereka penjaga kebun-kebun anggur; kebun anggurku sendiri tak kujaga.
Kemunculan kata ‘hitam’ di ayat-ayat setelah kalimat ‘memang hitam aku tetapi cantik’ akan sangat membantu untuk memahami konteks kemunculan kalimat itu.
Kata ‘hitam’ itu berasal dari akar kata shachar, yang artinya ‘to be or grow black’ (kondisi hitam atau menjadi hitam). Jika dikenakan pada wajah seseorang, artinya bisa ‘kehitaman atau kecoklatan’ atau ‘berubah dari satu warna kepada warna hitam, secara khusus pada kulit yang tidak sehat’ (bdg. Ayub 30:30). Untuk memahami ‘hitam’ yang dimunculkan bersamaan dengan ‘cantik’, muncul simile (semacam ungkapan) yang dikatakan seperti ‘kemah orang Kedar’ dan tirai-tirai orang Salma’. Berikut akan dijelaskan mengapa kata ‘hitam’ dan ‘cantik’ dihubungkan dengan keman Kedar dan tirai-tirai orang Salma.