Kerinduan kita yang benar-benar mengalami kelahiran baru adalah memberikan seluruh hidup kita kepada Yesus, sebagai persembahan yang hidup dan yang berkenan kepada-Nya. Namun semakin serius kita melakukannya, kita malah melihat bahwa hidup kita seperti kain rombeng yang tidak layak dipersembahkan. Semakin kita berusaha, kita mendapati bahwa dosa bercokol begitu dalam dan benar-benar berusaha menguasai kita. Kita acap mengeluh dan bertanya, “Akankah saya benar-benar mengalami kebebasan sejati?”
Hari ini, kita akan belajar apa yang Yesus tawarkan kepada kita. Yesus menawarkan kemerdekaan yang sesungguhnya. Ia menawarkan kelepasan dari perbudakan dosa. Sesungguhnya pada masa Yesus hidup di bumi, Yudea berada di bawah penjajahan Roma. Kekaisaran Roma menguasai Yudea dan menempatkan seorang raja boneka di atasnya. Walau begitu, bangsa Yahudi menolak penjajahan itu dan tetap membanggakan diri sebagai keturunan Abraham, umat pilihan Allah. Itu sebabnya mereka berkata, "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?"
Namun Yesus tidak sedang berbicara mengenai perbudakan fisik. Yesus berbicara mengenai perbudakan dosa. Perbudakan dosa terjadi di dalam jiwa. Perbudakan dosa menggunakan hawa nafsu. Tidak ada sesuatu apapun yang dapat kita lakukan untuk mengalahkannya. Sekali dosa bercokol, dia meresapi dan menguasai seluruh eksistensi kita. Ia menyatu dengan kita sehingga seolah tidak ada batasan yang jelas antara siapa kita dengan dosa-dosa kita.
Karena kita tidak berdaya untuk menyelamatkan diri kita sendiri, maka kita membutuhkan Juruselamat. Itu sebabnya, Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk melaksanakan misi penyelamatan. Ia mati di atas kayu salib untuk menebus kita dari dosa. Di atas kayu salib, Ia menyalibkan dosa sehingga dosa hilang kuasanya. Salib telah menjadi sekoci penyelamat bagi kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah percaya pada uluran tangan-Nya.
Mempercayai Kristus dengan cara ini mengharuskan kita untuk “tetap” di dalam firman-Nya. Kata “tetap” berasal dari kata menw yang artinya tinggal di tempat yang diberikan atau tempat yang diharapkan. Dalam hubungannya dengan waktu: terus menjadi, tidak hilang, bertahan. Dalam hubungannya dengan posisi atau keadaan: tetap sama, tidak berubah menjadi orang lain atau menjadi berbeda. Dengan demikian, yang Yesus mau adalah agar kita terus menerus berada di dalam firman; tidak bergeser dari firman, apapun yang terjadi dalam hidup kita. Kita diminta untuk mendedikasikan diri pada firman itu.
Jika kita terus menerus memasukkan firman ke dalam pikiran kita, dimana kita merenungkannya dan meresponinya dengan pertobatan dan ketaatan, maka hidup kita akan berubah.
Tentu saja ini tidak terjadi secara instant. Kita harus melakukannya seperti orang yang sedang memaku tembok. Awalnya mungkin terasa sulit dan keras. Namun jika kita setia memukulkan palu kita, maka paku kebenaran itu benar-benar akan tertancap dalam. Pada gilirannya, kita akan melihat kemerdekaan yang sesungguhnya. Kita akan mengalami kebebasan sejati.
Take your time. Benahi sedikit demi sedikit. Biarkan Yesus mengubah kita, setiap hari setiap sifat.
Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash