Kita sepakat bahwa dosa harus dihukum; dan kita sama-sama tahu bahwa “upah dosa ialah maut” (Rm.3:23). Namun demikian, siapakah yang sanggup menanggungnya? Kita semua adalah orang berdosa yang telah berada di bawah hukuman. Apa daya kita?
Sejatinya tidak ada apapun yang dapat kita lakukan untuk mengalahkan dosa. Mengapa? Sebab dosa adalah konsekuensi logis kedagingan; sementara kita semua berada di bawah otoritasnya. Ketika kita berbicara tentang “daging”, kita tidak hanya berbicara tentang daging secara hurufiah, sebagai bagian dari tubuh kita. Namun kita juga berbicara tentang simbolisme dari daging itu sendiri. Kata sarx menggambarkan sifat manusia dengan segala kelemahan (secara fisik maupun moral) dan nafsunya. Daging ini nampaknya mempunyai kekuatan untuk mengendalikan pikiran kita dan segala aspek kehidupan kita. Secara natural, daging kita tidak tunduk di bawah hukum Taurat. Paulus menegaskan bahwa hal ini tidak mungkin baginya. Daging kita terus menerus ada dalam pertentangan yang konstan dengan Allah.
Jika daging itu adalah bagian dari diri kita, sama seperti kanker yang adalah bagian dari diri kita dan terus menghancurkan kita, maka kita tahu bahwa tidak ada sesuatu apapun yang kita lakukan yang tidak dicemari olehnya dan tidak ada apapun yang dapat menghentikannya, kecuali kematian. Dengan demikian, jelas bahwa kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri. Oleh sebab itulah Allah turun tangan untuk menyelamatkan kita. Ia memberikan Yesus yang menjadi daging, yang kemudian menjatuhkan hukuman atas daging.
Ketika Yesus berinkarnasi, Ia benar-benar menjadi sama dengan manusia. Ia menjelma sebagai manusia sejati, Adam yang kedua, dan bergumul melawan dosa dan hidup di dalam ketaatan total kepada Allah, karena kasih-Nya. Alih-alih gagal seperti Adam, Yesus mengalahkan dosa, baik di dalam ketaatan-Nya, maupun di dalam pengorbanan-Nya. Kemenangan Yesus atas daging ini adalah kemenangan-Nya atas hukum dosa dan hukum maut, yang kemudian dianugerahkan-Nya kepada mereka yang percaya.
Ketika kita percaya kepada Yesus, maka kita menjadi milik Kristus dan kebenaran-Nya diperhitungkan atas kita. Roh Kristus berdiam di dalam kita. Tubuh kita memang mati karena dosa, namun roh kita hidup di dalam kebenaran; dan pada gilirannya, kita akan turut dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus.
Hal ini menjadikan kita sebagai orang-orang yang berhutang. Kita berhutang kepada Kristus sehingga kita seharusnya hidup bagi Kristus. Kita berhutang untuk hidup di bawah pimpinan Roh Kudus, sehingga kita tidak usah lagi hidup menurut daging. Hal ini penting untuk kita pahami di dalam proses kita menjalani hidup Kristiani. Paulus dengan jelas mengatakan bahwa “tubuh memang mati karena dosa”. Dengan kata lain, tubuh tetap berada di dalam kondisinya sekalipun kita telah dilahirkan kembali oleh Roh Kudus. Ini menjadikan kita terus berada di dalam pergumulan yang konstan antara keinginan daging dengan keinginan Roh. Di dalam pergumulan ini, kita bisa saja kalah. Namun tidak akan berkubang. Kita mungkin saja kalah, namun Roh Kudus akan mengingatkan kita pada siapa kita; bahwa kita bukan lagi manusia lama, orang-orang yang diperbudak oleh kedagingan, namun adalah ciptaan baru, anak-anak Allah, yang akan menerima warisan kekal kita selama kita terus berupaya mentaati Dia. (BJL)
Photo by Elia Pellegrini on Unsplash