“Kebebasan” adalah hal yang dinantikan oleh banyak orang. Secara khusus, masa pandemi sejak tahun 2020 sampai sekarang telah menempatkan banyak orang dalam “penjara.” Sebagian orang terpenjara dalam kesedihan karena kehilangan orang yang mereka kasihi. Sebagian lagi terbelenggu dalam kekecewaan dan keputusasaan karena pekerjaan dan keluarga mengalami goncangan besar. Ada pula yang terikat dengan kekuatiran menghadapi tahun yang baru ini. Akankah tahun ini menjadi lebih baik daripada dua tahun terakhir?
Jenis belenggu di atas tentu saja masih bisa diperpanjang tanpa batas. Ada belenggu dosa. Ada belenggu kebiasaan buruk. Ada berbagai macam belenggu yang lain.
Berita pembebasan tampaknya sangat dirindukan oleh banyak orang, karena banyak orang tertawan dalam berbagai persoalan. Dalam dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa situasi ini tidak mengagetkan. Manusia tidak berkuasa melepaskan dirinya dari berbagai kejahatan dan penderitaan. Justru karena itulah Allah datang ke dalam dunia untuk memberitakan dan memberikan kebebasan. Kristus datang untuk membawa kabar baik pembebasan.
Teks hari ini mengisahkan khotbah Yesus yang pertama di Nazaret, kampung halamannya. Popularitas Yesus sudah bergema ke mana-mana di seluruh Galilea (4:14-15). Kini Dia berada di kota di mana Dia menghabiskan masa kecilnya (sebutan “Yesus, orang Nazaret” muncul 14x dalam Alkitab).
Dia tidak diundang secara khusus untuk berkhotbah di sana. Kedatangan Yesus ke rumah ibadat orang Yahudi (synagogē) merupakan kebiasaan-Nya (4:16). Dia sangat menaati perintah ke-4 dalam Dasa Titah tersebut. Perselisihan-Nya seputar Hari Sabat dengan para pemimpin agama Yahudi lebih disebabkan oleh perbedaan cara menghormati Hari Sabat. Bagi Yesus, Sabat seharusnya tidak menghalangi seseorang untuk berbuat baik kepada sesamanya.
Menurut berbagai tulisan Yahudi kuno, ibadah di synagogē difokuskan pada doa dan pembacaan/penjelasan kitab suci. Ulangan 6:4 tidak pernah lupa dibacakan. Lalu ada pula pembacaan dari kitab Taurat dan para nabi. Pembacaan teks kitab suci ini selanjutnya disertai dengan penjelasannya, baik dari terjemahan targum maupun tradisi-tradisi Yahudi lainnya.
Berita pertama apa yang akan Yesus beritakan kepada penduduk kotanya? Di antara banyak opsi teks dan tema, Yesus memilih dari Yesaya 61:1-3. Perbedaan detail antara Yesaya 61:1-3 dan Lukas 4:18-19 tidak perlu dibesar-besarkan. Lukas memang hanya memberikan rangkuman aktivitas Yesus di synagogē. Dalam situasi asli tidak mungkin penjelasan yang diberikan untuk teks yang dibacakan hanya “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (4:21b). Lagipula Lukas secara eksplisit menuliskan: “Lalu Ia memulai mengajar mereka” (4:21a). Dia memang hanya memberikan inti dari penjelasan yang diberikan oleh Yesus.
Bagaimana Yesus menampilkan diri-Nya di depan penduduk Nazaret? Berita apa yang Dia sampaikan?
Yesus sebagai Sang Pembebas
Sebelum kita mempelajari berita pembebasan yang disampaikan oleh Yesus secara lebih detail, kita perlu mengetahui posisi Yesus sehubungan dengan berita yang Dia sampaikan. Teks kita hari ini menyoroti tiga fungsi yang saling berkaitan.
Pertama, Yesus sebagai yang diurapi (ayat 18a). Frasa “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku” (4:18a) harus dipahami dalam konteks yang lebih luas dalam tulisan Yesaya. Hamba yang diurapi di sini identik dengan “Hamba Allah” yang dinubuatkan di Yesaya 42-53. Hamba Yang Diurapi adalah Hamba Yang Menderita. Dia adalah utusan Allah untuk sebuah misi penyelamatan yang khusus. Kedatangan “Hamba Allah” ini merupakan penghiburan ilahi bagi orang-orang Yehuda dalam kaitan dengan pembuangan ke Babel.
Ide tentang Yesus yang diurapi oleh Roh Kudus tampaknya mendapat perhatian khusus dalam Injil Lukas. Pada saat baptisan Yesus, Roh Kudus turun ke atas Dia dalam rupa burung merpati dan disertai dengan peneguhan ilahi oleh Bapa (3:22). Pada saat dicobai oleh Iblis juga disebutkan bahwa Yesus yang penuh dengan Roh Kudus dibawa oleh Roh ke padang gurun (4:1). Pelayanan Yesus ke wilayah Galilea juga merupakan pimpinan Roh Kudus (4:14a “Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea”).
Kedua, Yesus sebagai pemberita (ayat 18b-19). Hamba Allah dalam nubuat Yesaya mengemban misi penyelamatan dengan beragam aspek di dalamnya. Walaupun demikian, dalam khotbah Yesus di Nazaret, perhatian difokuskan pada tugas pemberitaan. Tugas ini diungkapkan sebanyak tiga kali melalui kata “untuk menyampaikan kabar baik” (euangelisasthai) dan “untuk memberitakan” (kēryxai, muncul 2x di ayat 18-19). Dengan demikian, Yesus bukan hanya inti dari berita Injil, tetapi Dia juga Sang Pemberita Injil.
Ketiga, Yesus sebagai penggenap (ayat 21). Klimaks dari pengajaran Yesus di synagogē Nazaret adalah penggenapan. Dengan tegas Dia menandaskan: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (ayat 21a). Istilah “hari ini” (sēmeron) dalam konteks ini tidak boleh dipahami sebagai 24 jam. Bentuk kata kerja perfek “genaplah” (peplērōtai) di sini sangat mungkin menyiratkan suatu tindakan dalam durasi tertentu. Penggenapan ini sudah terjadi di awal pelayanan Yesus (4:21) dan nantinya terus akan digenapi secara sempurna melalui kematian dan kebangkitan-Nya (24:44-45). Yesus bukan hanya sebagai proklamator, tetapi juga eksekutor, janji-janji Allah.
Berita pembebasan
Sebagian orang memahami penerima kabar baik di 4:18-19 secara hurufiah. Karya penggenapan Yesus di sini diyakini memang ditujukan pada mereka yang miskin, terbelenggu, buta, dan tertindas secara jasmaniah. Yesus datang untuk kaum marjinal secara sosial.
Penyelidikan yang lebih teliti menunjukkan bahwa penerima kabar baik ini lebih secara rohaniah. Penafsiran yang terlalu hurufiah tidak sesuai dengan teks Yesaya 61:1-3 dan konteksnya. Nubuat Yesaya ditujukan kepada semua bangsa Yehuda tanpa terkecuali (bukan hanya golongan tertentu saja). Ayat 3 secara jelas mengarah pada kiasan: “untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar, supaya orang menyebutkan mereka ‘pohon tarbantin kebenaran’, ‘tanaman TUHAN’ untuk memperlihatkan keagungan-Nya.”
Penafsiran hurufiah juga membuat Yesus sebagai figur yang gagal dalam menggenapi janji-Nya. Menurut Lukas 4:18-19 Yesus tidak hanya memberitakan kabar baik bagi orang miskin atau menyembuhkan orang buta, tetapi juga memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan dan yang tertindas. Jika bagian ini dipahami secara hurufiah (politis), hal ini tidak terjadi. Bangsa Israel tetap berada di bawah penjajahan Romawi.
Apakah penjelasan ini berarti tidak ada aspek jasmaniah sama sekali dalam penggenapan Yesus? Tidak juga! Aspek jasmaniah tetap ada, tetapi bukan menjadi sorotan utama. Pada waktu Yesus meyakinkan Yohanes Pembaptis yang mengalami keraguan (7:18-19), Dia menunjukkan segala mujizat sebagai pembuktian bahwa Dia adalah Mesias yang dijanjikan sambil menutup dengan kalimat: “kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (7:22). Kalimat terakhir ini jelas merujuk pada nubuat Yesaya 61:1-3 juga.
Ketegangan antara makna rohaniah dan jasmaniah ini perlu dipahami dalam konteks sosiol-ekonomis pada waktu itu. Orang-orang miskin dan cacat secara fisik pada waktu itu tidak memiliki sistem bantuan yang memadai. Mereka tidak memiliki jaminan dan keamanan. Mereka tidak mendapatkan kesempatan dan penghargaan dalam masyarakat kuno. Kelompok masyarakat seperti ini paling membutuhkan Allah. Dengan demikian mereka menjadi contoh paling ideal untuk menggambarkan semua orang yang hanya berharap pada Allah saja.
Jika penafsiran di atas diterima, kita dapat menyimpulkan bahwa berita baik yang disampaikan dan digenapi oleh Yesus berlaku atas siapa saja yang mengakui ketidakberdayaannya di hadapan Allah. Siapa saja yang merasa tidak memiliki harapan (seperti orang-orang miskin dan cacat secara fisik pada zaman dulu) disediakan harapan di dalam Injil. Siapa saja yang terikat dengan berbagai kejahatan dan penderitaan ditawarkan kebaikan di dalam Injil. Tidak peduli seberapa buruk keadaan kita di dunia, kita selalu memiliki kabar baik di dalam Kristus. Yang dijanjikan oleh Yesus bukan hanya jalan keluar dari suatu persoalan, tetapi dari akar semua persoalan: yaitu dosa. Kebebasan di dalam Kristus bukan sekadar janji, karena Kristus sendiri yang sudah menggenapi. Soli Deo Gloria.