Eksposisi Filipi 4:1

Posted on 23/01/2022 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/02/Eksposisi-Filipi-4-1.jpg Eksposisi Filipi 4:1

Kekuatan suatu nasihat atau perintah dipengaruhi oleh jenis dan kualitas relasi antara pemberi nasihat atau perintah dengan penerimanya. Perintah seorang raja jelas mengandung keharusan. Tidak melakukan bisa berakibat fatal. Nasihat seorang guru kadangkala menyiratkan konsekuensi negatif jika tidak dilakukan. Begitu pula dalam relasi sehari-hari. Kita cenderung tidak mengabaikan nasihat orang yang kita tidak kenal atau tidak percayai. Sebaliknya kedekatan relasi dan kepercayaan seringkali menjadi pendorong yang kuat bagi orang lain untuk melakukan apa yang dinasihatkan. Ada daya persuasi yang kuat di dalam relasi yang erat.

Itulah yang sedang dilakukan oleh Paulus di teks kita hari ini. Dia bukan hanya memberikan sebuah perintah kepada jemaat Filipi. Dia juga mengungkapkan kualitas relasi antara dirinya dengan jemaat. Ungkapan-ungkapan ini bukan sekadar perkataan manis yang menipu atau yang hanya manis di bibir saja (lip service). Tanpa diucapkan pun jemaat Filipi pasti sudah tahu, tetapi Paulus tetap merasa perlu untuk mengekspresikannya.

 

Isi nasihat: berdiri teguh dalam Tuhan

Kata sambung “karena itu” (hōste) seringkali muncul di akhir suatu pembicaraan. Kata ini menyiratkan sebuah penerapan atau konsekuensi dari bagian sebelumnya. Berdasarkan hal ini, sebagian besar penafsir memahami hōste di 4:1 dalam kaitan dengan bagian di atasnya (3:20-21). Nuansa akhir zaman di 3:20-21 dan 4:1 (lihat bagian selanjutnya) turut menguatkan pandangan di atas.

Walaupun demikian, kata hōste kadangkala juga bisa muncul di depan sebuah bagian yang baru. Sebagai contoh, kata ini muncul di 2:12. Bukan tanpa alasan jika banyak versi Alkitab meletakkan “berdirilah teguh di dalam Tuhan” di awal pasal 4, bukan akhir pasal 3. Beberapa penafsir Alkitab juga mengambil posisi ini.

Memilih pandangan mana yang pasti benar bukan tugas yang mudah. Analisa konteks pasal 3 dan 4 bisa memberi dukungan pada dua pemahaman di atas. Dalam hal ini sikap terbaik mungkin tidak usah memilih salah satu dan menolak lainnya. Paulus mungkin saja memaksudkan 4:1 sebagai penutup pasal 3 sekaligus pengantar bagi pasal 4. Apa yang sudah diterangkan di 3:20-21 menjadi alasan atau landasan untuk tetap berdiri teguh (4:1). Pada saat yang sama kualitas relasi Paulus dengan jemaat yang ditunjukkan di 4:1 dimaksudkan sebagai teladan bagi relasi antara jemaat yang sedang bermasalah (4:2-3).

Nasihat untuk “berdiri teguh” (stēkete) sudah muncul sebelumnya di 1:27. Konteksnya kemungkinan besar juga sama, yaitu penganiayaan. Ada orang-orang tertentu yang memusuhi dan menyengsarakan jemaat Filipi (1:28-30). Ada para seteru salib yang menyusahkan jemaat Filipi (3:18-19). Dalam situasi tertekan seperti ini, Paulus mengingatkan jemaat Filipi bahwa mereka adalah warga negara sorga (3:20-21). Status ini merupakan alasan untuk tetap berdiri teguh di tengah kesukaran. Warna negara sorgawi lebih berharga daripada warga negara Romawi.

Berdiri teguh seharusnya tidak sukar untuk dilakukan. Jemaat Filipi tidak diperintahkan untuk bangun dari kejatuhan dengan kekuatan sendiri. Mereka hanya diperintahkan untuk tetap berdiri. Itupun di dalam Tuhan (en kyriō). Sebelumnya Paulus sudah menyinggung tentang kuasa Tuhan. Kristus berkuasa untuk “menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (3:21b). Jika hidup kita benar-benar diletakkan ke dalam tangan Tuhan yang penuh kuasa, tidak ada satupun yang sanggup mencampakkan kita keluar dari genggaman kasih karunia-Nya. Walaupun hidup kita kadangkala tidak nyaman, tetapi kita tetap aman.

Dalam kenyataan hidup sehari-hari kita kadangkala goyah. Tidak jarang kita malah jatuh. Namun, penyebab kejatuhan ini lebih pada diri kita sendiri daripada situasi. Kita tidak diletakkan di tempat yang licin. Kita berada di tempat yang aman. Sayangnya kita seringkali kurang berhati-hati dalam berjalan.

 

Persuasi dalam nasihat

Seperti yang sudah disinggung di awal, jenis dan kualitas relasi menentukan kekuatan persuasi. Paulus memahami hal ini dengan baik. Dia memaksimalkan hal ini.

Ada 5 (lima) sebutan yang Paulus lekatkan pada jemaat Filipi: saudara, yang kukasihi, yang kurindukan, sukacitaku, mahkotaku. Berdasarkan tata bahasa Yunani yang ada, lima sebutan ini sebaiknya tidak dianggap berdiri sendiri-sendiri. Kata “saudara-saudaraku” (adelphoi mou) berdiri di awal sebagai sapaan yang memayungi sebutan-sebutan lain. Sebutan “yang kukasihi dan yang kurindukan” (agapētoi kai epipothētoi) merupakan satu kesatuan. Begitu pula dengan “sukacitaku dan mahkotaku” (chara kai stephanos mou).

Pertama, saudara-saudaraku (adelphoi mou). Sebutan “saudara” (adelphos) seringkali digunakan sebagai sapaan (1:12; 3:1, 13, 17; 4:1, 8). Walaupun demikian, ini bukan sapaan biasa. Persaudaraan di sini secara spiritual berdasarkan iman. Persaudaraan ini di dalam Kristus (1:14 “kebanyakan saudara di dalam Kristus”). Paulus memuji Epafroditus dengan sebutan “saudara, teman sekerja dan teman seperjuangan” (2:25). Ketika Paulus menyebut orang-orang yang tidak percaya sebagai “saudara,” dia langsung memberikan penjelasan tambahan untuk menghindari kesalahpahaman. Sebagai contoh, di Roma 9:3 dia pernah menyebut orang-orang Yahudi sebagai “saudara-saudaraku”, tetapi dia juga menambahkan “kaum sebangsaku secara jasmani.”

Kita tidak boleh menganggap remeh persaudaraan kita di dalam Kristus. Relasi ini melampaui semua ikatan yang lain: lebih kuat daripada kesamaan ras, lebih kental daripada darah. Harga yang dibayar untuk mendapatkan relasi ini sangat mahal: darah Kristus yang sempurna di atas kayu salib!

Kedua, yang kukasihi dan kurindukan (agapētoi kai epipothētoi). Bukan kebetulan jika sebutan “yang kukasihi” (agapētoi) muncul di awal setelah “saudara-saudaraku.” Paulus memang menekankan “yang kukasihi.” Di antara 5 sebutan yang ada, hanya agapētoi yang diulang di ayat ini (LAI:TB “hai saudara-saudaraku yang kekasih”). Kasih inilah yang membuat Paulus merindukan jemaat Filipi (epipothētoi).

Keakraban antara Paulus dan jemaat Filipi memang terlihat berkali-kali di surat ini. Paulus selalu mengingat mereka dalam doanya (1:3). Secara eksplisit dia berkata: “sebab kamu ada di dalam hatiku” (1:7). Dia bahkan memanggil Allah sebagai saksi betapa dia sangat merindukan mereka (1:8). Walaupun Paulus meyakini bahwa kematian lebih baik bagi dia secara pribadi, dia lebih memilih untuk tetap hidup lebih lama demi pertumbuhan rohani jemaat Filipi (1:23-26).

Sebaliknya, jemaat Filipi dari awal selalu melibatkan diri ke dalam pelayanan Paulus (1:5). Mereka mengutus Epafroditus untuk melayani kebutuhan Paulus di penjara (2:25). Tidak ada jemaat lain yang begitu konsisten dan berhasrat menunjang pelayanan Paulus (4:15-16).

Komunitas orang percaya yang kuat dapat dilihat dari relasi yang dekat dan sehat. Ada kasih di antara anggotanya. Kasih ini terwujud dalam kerinduan untuk saling bersekutu. Masing-masing mendahulukan kepentingan orang lain lebih daripada dirinya sendiri (2:1-4).

Ketiga, sukacita dan mahkotaku (chara kai stephanos mou). Kata “mahkota” di sini bukan merujuk pada mahkota raja, tetapi mahkota pemenang di pertandingan olah raga (1Kor. 9:25). Makna yang tersirat bukan “kekuasaan,” melainkan “kehormatan” di depan publik.

Paulus di Filipi 4:1 tampaknya sedang memikirkan kemuliaan di akhir zaman. Konteks ayat ini adalah kedatangan Kristus yang kedua kali di akhir zaman (3:20-21 “…kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia,..”). Di samping itu, dalam surat Paulus yang lain kata “sukacita” (chara) dan “mahkota” (stephanos) juga muncul bersama-sama dalam konteks akhir zaman (1Tes. 2:19 “Sebab siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu?”).

Di tengah situasinya di dalam penjara, Paulus selalu memiliki alasan untuk bersukacita. Salah satunya adalah dengan memandang jauh ke depan di momen perjumpaan dengan Kristus Tuhan. Paulus meyakini bahwa Allah yang sudah berkarya dalam diri jemaat Filipi melalui dirinya juga akan meneruskan karya-Nya itu sampai kesudahannya (1:6). Iman dan pelayanan jemaat Filipi merupakan bukti bahwa Allah telah berkenan bekerja melalui Paulus. Status sebagai tahanan yang dianggap sebagai aib oleh banyak orang juga tidak menghalangi Paulus untuk mensyukuri kehormatannya di depan Allah. Kehormatannya akan dinyatakan secara sempurna pada saat Kristus menyatakan diri dalam kemuliaan-Nya. Dia akan menikmati hasil pekerjaannya di dalam Tuhan. Dia tidak akan malu menemui Kristus, Juruselamatnya.

Perasaan sukacita dan berharga dipengaruhi oleh cara pandang kita. Mereka yang meletakkan sukacita dan keberhargaan diri pada hal-hal duniawi pasti akan mengejar keinginan-keinginan duniawi. Ironisnya, pencarian ini akan berakhir dengan kesedihan dan kekecewaan. Segala sesuatu yang dapat diambil dari hidup kita berarti tidak berharga. Jangan letakkan harga diri kita di atasnya.

Sebaliknya, mereka yang berfokus pada kekekalan akan memaksimalkan kesementaraan untuk menyiapkan diri bagi kekekalan. Apa yang fana bukan berarti tidak berharga, tetapi hanya akan tetap berharga jika digunakan demi nilai-nilai yang baka. Semua yang berada di genggaman tangan kelak pasti akan terlepas, bahkan tanpa bekas. Untuk apa kita terus-menerus menggenggamnya dengan keras? Soli Deo Gloria.

Photo by Henri Picot on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community