Eksposisi Amos 8:1-3

Posted on 12/06/2022 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/06/Eksposisi-Amos-8-1-3.jpg Eksposisi Amos 8:1-3

Semua orang Kristen pasti sudah mengetahui bahwa Allah adalah panjang sabar. Kisah pertobatan penduduk Niniwe dan pembatalan hukuman Allah merupakan salah satu contoh terkenal tentang betapa panjangnya kesabaran Allah (Yun. 4:2). Pemazmur juga berkali-kali menjadikan kesabaran Allah sebagai alasan untuk memuji Dia (Mzm. 86:15; 103:8; 145:8). Para rasul tidak ketinggalan memberitakan kebenaran yang sama (Rm. 9:22; 2Pet. 3:15). Allah memang panjang sabar.

Yang mungkin kurang diperhatikan oleh orang-orang Kristen adalah batasan kesabaran Allah. Ya! Kesabaran Allah ada batasnya. Ada waktunya Allah tidak lagi menahan kesabaran-Nya.

Sebagian orang mungkin kaget dengan kebenaran ini. Bukankah semua sifat Allah sempurna (termasuk kesabaran-Nya)? Jika ada yang membatasi Allah bukankah itu berarti bahwa Allah dipengaruhi oleh sesuatu di luar diri-Nya? Jika itu terjadim bukankah Dia tidak berdaulat secara penuh?

Yang membatasi kesabaran Allah adalah keadilan dan kesucian-Nya sendiri. Seperti yang kita ketahui, semua sifat Allah berjalan beriringan dalam setiap tindakan-Nya. Allah tidak mungkin membiarkan dosa begitu saja untuk selamanya. Kesabaran Allah yang sempurna bukan berarti tidak ada batasnya. Allah sabar tetapi tanpa mengurbankan keadilan dan kesucian. Alkitab secara konsisten mengajarkan keseimbangan antara kesabaran dan keadilan Allah. Allah memang sabar, tetapi Dia tidak melepaskan orang yang bersalah dari hukuman (Kel. 34:6; Nah. 1:3). Bersabar bukan berarti terus-menerus membiarkan.

Berita ini tampaknya perlu dikumandangkan lebih kencang. Banyak orang hidup di dalam dosa tanpa takut akibatnya. Yang lain menanggap sepi kesabaran Allah. Dengan mengatasnamakan anugerah, mereka justru menjadikan kesabaran Allah sebagai kesempatan untuk berbuat dosa. Teks kita hari ini akan menjadi tamparan keras bagi mereka yang meremehkan kesabaran Allah.

 

Analisa konteks

Jika kita membaca 8:1-3 secara terpisah, kita mungkin akan menangkap kesan yang keliru. Allah terlihat kurang sabar dan berlebihan. Kurang sabar, karena Allah tidak mau memaafkan (8:2). Berlebihan, karena hukuman yang akan diberikan terlihat menyeramkan (8:3). Kesan di atas akan sirna apabila kita membaca 8:1-3 dalam terang seluruh pasal 7-8. Teks hari ini merupakan salah satu bagian dari seri penglihatan Amos. Lebih khusus lagi, 8:1-3 merupakan penglihatan ke-4. Dalam penglihatan ke-1 dan ke-2 kita melihat kesabaran Allah yang luar biasa. Allah membatalkan hukuman-Nya karena dosa syafaat Amos (7:1-3, 4-6). Bangsa Israel tidak akan dapat bertahan jika hukuman tetap dijalankan. TUHAN menghentikan rencana penghukuman-Nya. Di penglihatan ke-3 Allah tidak akan memaafkan bangsa Israel lagi (7:7-9). Mereka tetap bertekun dalam kejahatan mereka. Yang lebih parah, mereka bahkan memusuhi Amos dan memerintahkan dia untuk tidak menyampaikan pesan ilahi lagi (7:10-17). Hukuman serius sudah diberitakan, tetapi mereka tidak mau mendengar. Amos yang berdoa syafaat bagi mereka justru diusir dari tanah Israel. Amos yang sedang berusaha menyelamatkan mereka dari hukuman Allah justru diperintahkan untuk diam. Mempertimbangkan semua hal ini, tidak berlebihan jika TUHAN pada akhirnya siap menjalankan hukuman yang serius kepada bangsa yang tegar tengkuk ini. Itulah yang diajarkan di 8:1-3.  

Penglihatan Amos dan artinya

Apa yang dilihat oleh Amos di bagian ini tidak sedramatis di penglihatan-penglihatan sebelumnya. Yang dilihat hanyalah bakul berisi buah-buahan musim kemarau (LAI:TB). Hampir semua versi Inggris juga memilih terjemahan hurufiah yang sama (KJV/NASB/RSV/ESV “a basket of summer fruit”). Jenis maupun jumlah buah yang dimaksud tidak disebutkan secara spesifik karena memang tidak penting bagi pesan yang akan disampaikan. Bentuk atau material bakul juga tidak diberi keterangan tambahan karena tidak relevan.

Yang perlu untuk diperhatikan sebenarnya ada dua. Yang terutama adalah permainan kata “buah musim panas” (qy, 8:1-2a). Kata ini memiliki bunyi yang mirip dengan kata “kesudahan” (q, 8:2b). Walaupun akar kata dari dua kosa kata ini berbeda, tetapi beberapa penemuan arkeologis menunjukkan bahwa pada zaman Amos dua kata ini dilafalkan dengan cara yang sama (baca: qēs). Dengan kata lain, Amos sama-sama melihat qēs; yang satu buah musim panas, yang satu kesudahan bangsa Israel.

Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah makna lain di balik kata qy. Buah-buah yang sudah berada di bakul tentu saja buah-buah yang sudah matang dan baru saja dipanen. Beberapa versi Inggris tampaknya mencoba untuk mengungkapkan makna tambahan tadi (NIV/TNIV/NLT “ripe fruit”). Melalui terjemahan ini para penerjemah ingin menekankan bahwa sebagaimana buah-buahan di 8:1-2a sudah siap untuk dipetik dan dimakan, demikian pula bangsa Israel sudah siap “dipetik dan dimakan” (dalam arti dibinasakan). Waktunya sudah siap (baca: matang).

Allah tidak akan memaafkannya lagi (LAI:TB). Kata “memaafkan” (‘ăbar) di sini secara hurufiah berarti “melewati” (KJV/RSV/ESV). Gambarannya seperti sebuah bencana yang menyapu bersih semua yang ada di depannya. Semua diterjang, tidak ada yang menahan. Begitulah yang akan menimpa bangsa Israel.

Selama ini tembok yang menghalangi mereka dari hukuman adalah kesabaran Allah. Kemurahan Allah masih disediakan bagi mereka melalui doa syafaat Amos. Kini tembok itu sudah dirobohkan sendiri oleh Allah. Hukuman pasti akan datang tanpa ada yang menghadang.

Hukuman yang akan dijatuhkan oleh Allah berkaitan dengan dua hal. Yang pertama adalah tempat ibadah (8:3a). Bangsa Israel memiliki beberapa tempat ibadah sebagai tandingan bait Allah di Yerusalem (4:4; 5:5; Betel, Gilgal, dan Bersyeba). Hukuman di 8:3 sangat mungkin ditujukan pada yang di Betel. Di antara tiga lokasi ibadah yang ada, Betel adalah yang terbesar dan bisa dianggap sebagai pusatnya. Sebelumnya Amazia, imam di Betel, juga sudah mengusir Amos dari tanah Israel sambil berkata: “Jangan lagi bernubuat di Betel, sebab inilah tempat kudus raja, inilah bait suci kerajaan” (7:13). Tidak berlebihan jika hukuman ilahi diarahkan pada Betel.

Betel merupakan simbol kebanggaan bagi para pemimpin dan penduduk Israel. Kebanggaan ini terlihat jelas dalam ucapan Amazia kepada Amos. Di lokasi ini bangsa Israel menyanyikan pujian sukacita. Suasana meriah di Betel sudah dijelaskan oleh Amos di 5:21-24. Ada perayaan-perayaan religius yang meriah diiringi dengan musik yang sangat ramai di sana. Betel menjadi simbol kebanggaan yang membawa kebahagiaan bagi bangsa Israel.

Walaupun demikian, situasi ini tidak akan bertahan lama. TUHAN sudah menjatuhkan hukuman. Nyanyian kegembiraan akan digantikan dengan nyanyian ratapan. Hukuman segera dilaksanakan.

Yang kedua adalah kematian (8:3b). Poin ini menerangkan poin sebelumnya. Para peziarah di Betel akan meratapi kematian bangsa Israel. Mereka akan mengalami kekalahan perang yang besar. Mayat berserakan di mana-mana. Gambaran ini menyiratkan jumlah kematian yang besar dan jenis kematian yang hina. Begitu besarnya jumlah yang mati sampai tidak ada tempat untuk menguburkan atau tidak ada orang yang mampu menguburkan mereka. Orang-orang yang mati tidak mendapatkan penguburan yang layak. Yang lebih parah, mayat mereka nanti akan menjadi makanan bagi binatang-binatang liar. Dalam budaya kuno hal ini menunjukkan kehinaan yang tidak terkatakan (1Raj. 14:11; 16:4; 21:24; 2Raj. 9:10, 36).

Itulah yang akan menimpa siapa saja yang terus berkanjang dalam dosa. Apa yang mereka banggakan akan dihancurkan. Sebagai gantinya, mereka akan mengalami kesusahan dan kehinaan. TUHAN sangat serius dengan hukuman-Nya.

Keseriusan Allah terhadap dosa ditunjukkan melalui kematian Anak-Nya. Dia tidak menyayangkan Anak-Nya karena Dia tahu itulah satu-satunya cara untuk membereskan dosa. Dia tidak “melewatkan” Anak-Nya supaya Dia bisa “melewatkan” kita dari hukuman-Nya. Kristus merengkuh ratapan dan kehinaan supaya kita mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan.

Marilah kita meresponi karya Kristus melalui pertobatan. Jangan menunda pertobatan. Jangan menunda pertobatan sampai usia tua karena kita belum tentu sempat tua. Walaupun kita mungkin sempat tua, kita belum tentu masih mendapatkan kesempatan kedua. Soli Deo Gloria.

Photo by Jeremy Perkins on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community