Eksposisi Amos 6: 8-11

Posted on 12/12/2021 | In Teaching | Ditulis oleh Ev. Edo Walla | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/12/Eksposisi-Amos-6-8-11.jpg Eksposisi Amos 6: 8-11

Kesombongan adalah awal kehancuran. Ada yang berkata bahwa orang yang sombong adalah orang yang tidak bertuhan. Dia merasa mampu dan benar, sehingga tidak perlu mengandalkan Tuhan ataupun memohon apapun dari-Nya. Beberapa teolog besar mengambil kesimpulan bahwa kesombongan adalah akar segala dosa. Orang sombong tidak merasa perlu dikoreksi, karena hati yang sombong menolak pertobatan, apalagi meminta pengampunan.

Di dalam teks kita hari ini, kesombongan bangsa Israel membawa kehancuran yang total. Allah berbicara dengan sangat keras akan komitmen-Nya untuk menjatuhi hukuman yang seberat-beratnya. Kesombongan bangsa Israel yang sudah parah dijawab dengan hukuman Tuhan yang parah total. Hari ini kita akan melihat tiga hal, yaitu keputusan Allah menghukum total, bentuk dari hukuman total, dan respon manusia menyaksikan hukuman total.

 

Keputusan Allah menghukum total (ayat 8)

Tuhan bersumpah demi diri-Nya sendiri. Kata ‘diri-Nya’ secara harfiah adalah leher, nafas, atau kehidupan. Tuhan seakan-akan sedang mempertaruhkan nyawa-Nya sendiri untuk menggenapi hukuman yang datang.

Di dalam retorika politik, tidak jarang kita mendengar ungkapan menggelegar seperti, “jika…, maka potong leher saya.” Ungkapan seperti ini dimaksudkan untuk menunjukkan keseriusan dan totalitas komitmen. Begitupula Tuhan disini tidak main-main dengan hukuman yang segera datang. Penghakiman Tuhan bukan ancaman kosong, namun pasti dilaksanakan.

Totalitas Tuhan diperkuat dengan julukan Allah semesta alam. Gambaran semesta alam disini bukan Allah yang menciptakan alam semesta, namun Allah yang berkuasa atas bala tentara sorga. Tuhan adalah Komandan Agung atas segala sesuatu di bumi maupun di sorga. Dengan kata lain, Allah menunjukkan sikap siap berperang dan menghancurkan segala ketidakadilan, kejahatan, dan dosa dalam bangsa Israel. Paulus berkata, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” Namun Amos berkata, “Jika Allah melawan kita, siapapun di pihak kita tidaklah berguna.” Semua andalan manusia pasti hancur dihadapan murka Allah.

Titah Tuhan pasti terjadi. Hukuman tidak bisa dikurangi apalagi ditarik kembali. Penghukuman konsisten atas dosa berarti penilaian Tuhan sifatnya kekal. Mungkin beberapa orang dapat tersinggung melihat sisi kengerian Tuhan. Namun jangan lupa, ada ketegasan, keteraturan, dan kebenaran yang Tuhan bawakan.

Apa alasan dibalik penghukuman Tuhan? Pertama, karena Tuhan keji dengan kecongkakan Yakub. Yakub dsini adalah nama lain bangsa Israel. Kecongkakan melambangkan sombong diatas sesuatu yang adalah ilusi. Mereka merasa di atas angin namun sebetulnya kesejahteraan mereka adalah keamanan yang semu. Kedua, karena Tuhan benci dengan purinya. Puri disini adalah kubu atau benteng pertahanan. Seperti yang telah kita pelajari selama eksposisi Amos, bangsa Israel sangat membanggakan kekuatan militer mereka. Tidak perlu pertolongan Tuhan karena mereka sudah dilindungi oleh para tentara dan benteng-benteng mereka.

Selain alasan utama kesombongan, bisa jadi Tuhan marah karena penyelewengan keadilan. Kata ‘keji’ dan ‘benci’ muncul bersamaan di Amos 5:10, dimana perikop itu menggambarkan eksploitasi terhadap orang-orang lemah. Kondisi separah ini tidak bisa dibiarkan, namun perlu ditentang habis-habisan. Tuhan melawan secara terbuka dan jelas. Dia siap menyerahkan seluruh kota dan isinya.

 

Bentuk hukuman total (ayat 9-11)

Seperti apa totalitas hukuman Tuhan? Kita melihat di ayat 9-11. Dari hukuman kepada satu bangsa atau kota dan para penduduknya, fokusnya beralih kepada hukuman kepada satu rumah dan penghuninya. Jumlah sepuluh orang disini barangkali berkaitan dengan ancaman hukuman di Amos 5:3, yaitu:

Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH kepada kaum Israel: "Kota yang maju berperang dengan seribu orang, dari padanya akan tersisa seratus orang, dan yang maju berperang dengan seratus orang, dari padanya akan tersisa sepuluh orang."

Maka yang Tuhan ingin katakan adalah bahkan sepuluh orang yang tersisa itupun akan binasa. Lalu apa yang terjadi di dalam rumah itu?

Ayat 10 membawa banyak pertanyaan di kalangan para penafsir Alkitab. Misalnya apakah ini paman atau anggota keluarga? Apakah paman dan pembakar mayat itu orang yang sama, atau dua orang yang berbeda? Apakah pembakar mayat ini terjemahan yang tepat, atau lebih tepat orang yang mengurus penguburan?

Meskipun ada beberapa perdebatan, saya merasa ada skenario yang dapat dipastikan. Yang terjadi adalah ada sosok jenazah yang sedang digotong keluar dari rumah, oleh satu atau dua orang (bisa jadi sang paman beserta pengurus kuburan, bisa juga mereka orang yang sama). Kemudian masih ada satu orang lagi di dalam rumah, kemungkinan dia juga adalah petugas penguburan yang mencari apakah ada orang lain yang selamat. Dan waktu ditanyakan, “adakah lagi orang bersama-sama engkau?” yang kemudian dijawab “tidak ada”, maksudnya adalah tidak ada yang selamat. Semua meninggal dunia.

Jawaban ini mengkonfirmasi yang dikatakan di ayat 9. Sama seperti seribu tentara yang maju telah dihabisi (Amos 5:3), begitupula satu rumah tidak ada yang tersisa. Maka kemungkinan besar sosok paman atau pembakar mayat disini berperan sebagai saksi mata dari kehancuran total yang adalah hukuman Tuhan. Tidak hanya orangnya yang tidak selamat, bangunan pun dihancurkan. Ayat 11 menggambarkan rumah besar maupun rumah kecil akan roboh. Rumah besar adalah istana atau rumah orang penting dan kaya, sedangkan rumah kecil adalah gedung pada umumnya atau rumah orang biasa. Inilah kehancuran yang menyeluruh.

 

Respon terhadap hukuman total (ayat 10b-11)

Bagaimana respon mereka yang melihat kehancuran total ini? Jika kita kembali ke tempat kejadian perkara, kita menemukan seseorang berkata “Diam!” Kemudian diakhiri dengan larangan untuk menyebut-nyebut nama Tuhan. Mengapa demikian? Bukankah harusnya justru kita perlu berdoa kepada Tuhan di tengah kesesakan?

Bisa jadi penyebutan nama Tuhan tidak tepat, karena mereka meninggal disebabkan oleh hukuman Tuhan. Bisa juga penyebutan nama Tuhan adalah hal yang sia-sia. Pertolongan tidak mungkin datang karena sudah tidak ada yang selamat. Namun saya merasa lebih tepat untuk menafsirkan larangan ini sebagai peringatan agar Tuhan tidak kembali ke lokasi dan menghancurkan para saksi mata tersebut. Menyebut nama Tuhan berbahaya karena Yahweh telah menjadi musuh mereka, bukan kawan. Ayat 11 memberi peneguhan bahwa semua kehancuran ini berasal dari perintah Tuhan.

Maka rumah tempat kejadian itu menjadi seperti “holy space” dimana Tuhan menunjukkan tindak penghukumanNya. Kata Ibrani diam juga sering muncul dalam konteks-konteks penyembahan dimana berdiam diri ada respon yang tepat. Habakuk 2:20 misalnya menulis, “Tetapi TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!”

Melalui hukuman total ini, kita diingatkan bahwa Tuhan punya hak penuh dalam menghukum dosa. Tuhan adalah Pencipta, dan kita adalah ciptaan-Nya. Kita tidak berhak mengadili Tuhan apalagi meragukan cara-Nya. Sebagai pengikut Kristus, kita mungkin merasa dekat dengan Tuhan, karena kita adalah anak Tuhan, kekasih Tuhan, kawan baiknya Tuhan. Semua ini benar, tapi bukan berarti kita setara dengan Tuhan. Dia juga adalah Raja Alam Semesta dan Hakim yang Agung.

Melalui hukuman total ini, kita diajak untuk memiliki rasa takut yang benar kepada Tuhan. Takut dihukum dapat menjadi langkah pertama menuju pertobatan dan keselamatan, namun tidak boleh menjadi langkah satu-satunya. Tuhan dapat memakai hukuman untuk membangunkan kita supaya kita melakukan perubahan yang radikal bukan sekedar pembenahan yang superfisial atau di permukaan.

Melalui hukuman total ini, kita melihat sekilas apa yang terjadi pada hari penghakiman terakhir. Kita mencicipi penghakiman agar kita tahu bahwa Tuhan tidak main-main dalam mengalahkan dosa dan kejahatan. Kisah Natal sebetulnya juga adalah kisah peperangan. Terang itu datang untuk mengusir kegelapan. Seperti kata seorang penulis, “Dari sudut pandang Tuhan (dan Iblis), peristiwa Natal mengisyaratkan lebih dari sekedar kelahiran seorang bayi, namun sbuah invasi atau serangan.”

Tuhan begitu adil, sehingga Dia menjatuhi kita hukuman mati. Namun, Tuhan begitu baik, Dia mati ganti kita di Kalvari. Hukuman total yang sesungguhnya telah menimpa Kristus di kayu salib. Sehingga hari ini tersedia penerimaan total Bapa buat kita. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Edo Walla

Reformed Exodus Community