Bagi sebagian orang membicarakan tentang persembahan finansial dari atas mimbar gereja adalah tabu. Topik ini dipandang sensitif. Ditambah dengan situasi pandemi yang berkepanjangan dan penyalahgunaan keuangan di beberapa gereja, khotbah tentang keuangan benar-benar menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian hamba Tuhan.
Ketakutan dan keengganan di atas sebenarnya sangat disayangkan. Jemaat memerlukan konsep yang benar tentang persembahan. Ajaran Teologi Kemakmuran dan penyalahgunaan keuangan gereja justru perlu ditentang secara transparan. Lagipula banyak jemaat memang membutuhkan bantuan finansial dan material. Gereja harus menjadi kepanjangan tangan Tuhan dalam menyalurkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Dalam teks kita hari ini Paulus juga tidak enggan maupun sungkan untuk mendorong jemaat Korintus memberikan persembahan keuangan bagi jemaat di Yerusalem. Toh dia bukan berdiri sebagai penerima bantuan. Dia hanya memberikan usulan dan dorongan. Yang tidak memiliki kepentingan personal yang terselubung tidak akan ragu untuk membicarakan tentang keuangan di depan umum. Jadi, yang berani berkhotbah tentang persembahan ada dua kategori rohaniwan: yang tidak usah malu (karena tidak memiliki kepentingan tertentu) dan yang tidak punya malu (karena suka memanfaatkan jemaat yang lugu).
Apa yang dikatakan oleh Paulus di 8:10-15 ini merupakan sebuah pendapat (ayat 10a, LAI:TB/NASB, gnōmē). Versi-versi lain memilih terjemahan “usulan/masukan” (KJV/RSV/NIV/NLT) atau “penilaian” (ESV/ERV). Terjemahan manapun yang diambil, maknanya tetap tidak banyak berubah. Intinya, Paulus tidak ingin memaksakan kehendak kepada jemaat Korintus (ayat 8 “Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah,...aku mau menguji keikhlasan kasih kamu”).
Tidak memaksa bukan berarti mengatakan sekadarnya tanpa dorongan apa-apa. Paulus menambahkan bahwa yang dia katakan “yang mungkin berfaedah” (LAI:TB, touto gar hymin sympherei). Secara teks Yunani, tidak ada kata “mungkin” dalam bagian ini. Selain itu, Paulus menambahkan kata sambung “karena” (gar). Maksudnya, berfaedah bagi jemaat merupakan alasan mengapa Paulus memberikan nasihat di 8:10-15.
Manfaat seperti apa yang ada dalam pikiran Paulus? Kata kerja sympherō (“berfaedah atau berguna”) muncul lima kali dalam tulisan Paulus. Semuanya dalam surat-surat kepada jemaat Korintus (1Kor. 6:12; 10:23; 12:7; 2Kor. 8:10; 12:1). Berdasarkan pemunculan ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa kata sympherō yang dikenakan pada orang lain berarti membangun orang lain (1Kor. 10:23 “bukan segala sesuatu berguna…bukan segala sesuatu membangun”; 12:7 “untuk kepentingan bersama”). Jadi, apa yang dikatakan Paulus di 8:10-15 bukanlah untuk kepentingannya sendiri maupun untuk merugikan jemaat Korintus. Sebaliknya, penerima manfaat yang terutama adalah jemaat Korintus sendiri. Dengan memberi mereka akan mengalami pertumbuhan rohani, karena memberi merupakan salah satu disiplin rohani. Semakin sering dan banyak kita melepaskan harta, semakin aman kita dari godaan Mamon sebagai berhala.
Paulus bukan hanya peduli dengan faedah rohani bagi jemaat Korintus. Dia juga peduli dengan cara mereka memberikan persembahan. Dia bukan hanya menghendaki jemaat Korintus untuk memberi, tetapi juga memiliki pemahaman yang benar tentang memberi. Apa dan bagaimana sama-sama penting bagi dia.
Bagaimana seharusnya kita memberi? Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam memberi? Hari ini kita akan belajar tiga poin penting tentang memberi.
Kerelaan (ayat 10-12)
Dalam bagian ini Paulus mengingatkan jemaat Korintus tentang apa yang mereka sudah lakukan setahun sebelumnya (8:10). Mereka sudah dihimbau untuk mulai mengumpulkan persembahan pada hari pertama setiap minggunya (1Kor. 16:2). Nanti Paulus sendiri atau orang lain yang dia utus akan mengambil semua persembahan tersebut dan membawanya kepada orang-orang kudus di Yerusalem (1Kor. 16:3-4). Proses pengumpulan ini ternyata agak tersendat. Itulah sebabnya Paulus mendorong mereka untuk melanjutkan lagi (2Kor. 8-9).
Menariknya, Paulus memulai nasihatnya dengan sebuah apresiasi yang ditujukan pada kerinduan hati jemaat Korintus. Apresiasi ini tidak terlihat dalam terjemahan LAI:TB “Memang sudah sejak tahun yang lalu kamu mulai melaksanakannya dan mengambil keputusan untuk menyelesaikannya juga” (8:10b). Secara hurufiah bagian ini berbunyi: “karena ini bermanfaat bagi kalian yang bukan hanya melakukan tetapi juga menginginkan untuk memulai dari setahun lalu.” Frasa “bukan hanya melakukan tetapi juga menginginkan” menyiratkan bahwa Paulus lebih menitikberatkan pada hati mereka, bukan sekadar tindakan mereka. Tindakan memberi belum tentu keluar dari hati, tetapi yang memiliki hati pasti akan memberi.
Beberapa penerjemah bahkan memahami kata “memulai” (proenarchomai) sebagai petunjuk bahwa jemaat Korintus merupakan jemaat pertama yang menyanggupi ajakan Paulus untuk mengumpulkan bantuan bagi orang-orang Kristen di Yerusalem (NASB/NIV). Jika ini benar, Paulus juga mengapresiasi kesegeraan mereka dalam memberikan respons. Dugaan ini didukung oleh pemunculan kara “kerelaan” (prothymia) sebanyak dua kali di 8:11-12. Kata ini sebenarnya lebih merujuk pada kesiapan daripada kerelaan (KJV/RSV/NASB/ESV “readiness”). Yang disorot bukan hanya kerelaan tetapi kerelaan yang bersemangat (NIV “eager willingness). Poin ini nanti akan dipertegas lagi di pasal berikutnya: “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (9:7). Jadi, pemberian tidak dimulai dari kondisi keuangan, melainkan kondisi hati seseorang.
Sikap Paulus yang lebih mementingkan hati pemberi daripada apa yang diberikan juga terlihat dalam kasus-kasus lain. Sebagai contoh, ketika dia menerima bantuan dari jemaat Filipi, dia menatakan: “Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku” (Flp. 4:10a). Selanjutnya dia menambahkan: “Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu” (Flp. 4:17).
Ketersediaan (ayat 11-12)
Kerelaan yang bersemangat menentukan apakah sebuah pemberian diperkenan oleh Tuhan (ayat 12a “Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima”). Namun, hal ini bukan segala-galanya. Faktor lain yang penting adalah kesepadanan dengan apa yang dimiliki. Dua kali Paulus mengatakan: “lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu” (ayat 11) atau “kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu” (ayat 12). Maksudnya, semangat untuk memberi seharusnya terwujud dalam jumlah pemberian. Jumlah di sini bukan total yang diberikan, tetapi lebih ke arah persentasi dari kepemilikan. Yang memiliki banyak seharusnya memberi banyak, sedangkan yang memiliki sedikit tidak boleh menjadikan kemiskinan itu sebagai alasan untuk memberikan persembahan. Masing-masing memberikan sesuai dengan apa yang dia miliki. Yang tidak memiliki apapun jelas tidak bisa memberikan apapun. Hal itu pasti bisa dimaklumi (jika benar-benar tidak memiliki apa-apa).
Tantangan untuk memberikan yang sepadan dengan kepemilikan bukan dimaksudkan sebagai sebuah tekanan. Setelah mengucapkan “kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu,” Paulus cepat-cepat menambahkan “bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu” (ayat 12). Dia tampaknya justru menghindari seseorang memberikan lebih banyak daripada yang dia miliki. Dia tidak ingin merugikan atau menyengsarakan si pemberi. Poin ini nanti akan muncul lagi di poin berikutnya.
Jika poin di atas benar, hal itu sangat menarik untuk digarisbawahi. Di bagian sebelumnya Paulus sudah menceritakan bagaimana jemaat-jemaat di propinsi Makedonia memberikan lebih banyak daripada kemampuan mereka maupun harapan Paulus (8:3, 5). Namun, Paulus tidak ingin memaksakan hal itu kepada jemaat Korintus. Cukuplah bagi mereka untuk memberikan sepadan dengan apa yang mereka miliki. Pemberian sejajar dengan ketersediaan.
Keseimbangan (ayat 13-15)
Kata sambung “sebab” di awal ayat 13 menerangkan frasa terakhir di ayat 12 “bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.” Paulus ingin setiap orang memberikan sesuai dengan kemampuan mereka, tidak harus melebihi kemampuan mereka. Memberi melebihi kemampuan merupakan anugerah tambahan dari Tuhan.
Paulus menjelaskan: “kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan” (8:13). Terjemahan ini berpotensi memberikan kesan yang keliru seolah-olah jemaat Korintus memang dibebani dengan sesuatu. Hampir semua versi secara tepat memberikan terjemahan: “bukan supaya orang lain diringankan sementara kalian menderita, tetapi supaya ada keseimbangan.” Paulus tidak ingin jemaat lain diringankan di atas beban jemaat Korintus. Bagi Paulus apa yang akan diberikan oleh jemaat Korintus bukanlah beban. Mereka justru seharusnya memandang pemberian itu sebagai upaya untuk menghadirkan keseimbangan.
Apa yang dimaksud dengan “keseimbangan” (isotēs) di sini? Apakah keseimbangan berarti setiap orang pada akhirnya memiliki jumlah harta yang sama seperti konsep komunisme yang lama? Ternyata tidak demikian.
Keseimbangan berarti saling mencukupkan kekurangan (ayat 14). Keadaan orang tidak selalu sama. Siapa yang sekarang memiliki kelebihan dipanggil untuk menggunakan kelebihan tersebut untuk memenuhi kekurangan orang lain. Begitu pula sebaliknya. Ketika nanti orang yang ditolong memiliki kelebihan, orang itu bertanggungjawab untuk menggunakan kelebihan tersebut untuk menolong kekurangan orang lain. Pendeknya, diberi supaya menjadi pemberi. Penerima pemberian kelak menjadi pemberi bantuan. Itulah yang disebut dengan keseimbangan.
Keseimbangan juga berarti masing-masing memiliki sesuai kebutuhan (ayat 15). Bagian ini merupakan kutipan dari kisah pemberian manna di padang gurun (Kel. 16:18). Tiap-tiap orang mendapatkan sesuai dengan keperluannya masing-masing (Kel. 16:18b). Jumlah yang dimiliki berbeda-beda, tetapi semua orang tidak ada yang berkekurangan maupun berkelebihan. Itulah yang disebut dengan keseimbangan.
Memberi dari kelebihan sudah cukup bagi Paulus. Jemaat Korintus tidak harus menjadi miskin ketika membantu orang lain yang miskin. Asalkan ada keseimbangan itu sudah cukup baik. Nasihat ini jelas tidak bisa dibandingkan dengan apa yang Kristus telah lakukan bagi jemaat Korintus. Kristus yang kaya rela menjadi miskin untuk memperkaya jemaat Korintus (8:9). Kekayaan yang dikaruniakan oleh Kristus lebih berkaitan dengan jumlah kebajikan daripada jumlah simpanan di bank, seperti yang diajarkan di 9:8 “Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” Soli Deo Gloria.
Photo by Rémi Walle on Unsplash