Dewasa ini bermunculan beberapa pendeta di Indonesia yang melawan doktrin Trinitas dengan mengajarkan berbagai konsep, mulai dari Sabellianisme, Unitarianisme, dll. Salah satu doktrin yang melawan Trinitas adalah perkataan Kristus di Yohanes 14:28b, “Bapa lebih besar dari pada Aku.” Dari firman-Nya ini, mereka menyimpulkan bahwa Kristus lebih rendah dari Bapa dan tidak setara dengan Bapa. Benarkah demikian?
Kekristenan orthodoks mengajarkan bahwa Allah Alkitab adalah Allah Trinitas yaitu tiga pribadi Allah yang berbeda, tetapi ketiganya adalah satu hakikat Allah yang memiliki substansi yang sama dan setara dalam hal kuasa dan kemuliaan. Pertanyaannya, bagaimana kita menafsirkan “Bapa lebih besar dari pada Aku”? Ada dua tafsiran, yaitu pertama, perkataan Kristus dimengerti sebagai perkataan-Nya dalam hakikat kemanusiaan-Nya yaitu sebagai Anak Manusia. Sebagai Anak Manusia, Ia lebih rendah dari Bapa (Yes. 52:13-53:12), tetapi sebagai hakikat keilahian-Nya yaitu sebagai Allah Anak yang terpisah dari inkarnasi, tidak ada perbedaan kemuliaan antara Bapa dan Anak (Yoh. 1:1, 18: 8:58; 10:30; 14:9; 17:5; Rm. 9:5; Kol. 2:2; Tit. 2:13; Ibr. 1:8; 1Yoh. 5:20; bdk. Yes. 9:6) (Gleason L. Archer, Hal-hal yang Sulit dalam Alkitab, 639-640). Di satu sisi, tafsiran ini ada benarnya, namun di sisi lain, tafsiran perlu dijelaskan baik secara konteks maupun teologis. Tafsiran kedua lebih dapat dipertanggungjawabkan secara konteks dan teologis.
Kalau kita membaca Yohanes 14, kita membaca pengajaran khusus Kristus kepada kesebelas murid Kristus (Yudas Iskariot sudah meninggalkan-Nya dan kesebelas rasul-Nya di pasal 13 ayat 30). Kemungkinan mereka mengetahui bahwa mereka akan “ditinggalkan” Kristus karena mereka telah mendengar firman-Nya bahwa Ia akan pergi (Yoh. 13:33) dan Ia pun sudah mengetahui bahwa waktu-Nya beralih dari dunia kepada Bapa sudah hampir tiba (13:1). Ketika para murid-Nya mengetahui bahwa mereka akan “ditinggalkan” Kristus, mereka mungkin akan mengalami ketakutan dan kekuatiran dengan mempertanyakan, “Di mana Allah Bapa ketika Kristus akan meninggalkan kami?” Oleh karena itu, di Yohanes 14, Ia menghibur mereka dengan mengajar kesatuan hakikat antara Bapa dengan Dia (ay. 1-11) dan Ia meminta kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus, Sang Penghibur (ay. 25-26). Penghiburan pertama muncul di ayat 28, seolah-olah Ia ingin mengajar para murid-Nya, “Aku tahu kalian pasti takut dan kuatir karena sebentar lagi Aku akan meninggalkan kalian, tetapi tenang ya dan bersukacitalah karena kalau kalian percaya Allah berdaulat mutlak atas segala sesuatu dan kalian percaya Bapa dan Aku satu, maka Aku akan pergi kepada Bapa yang berdaulat mutlak yang telah mengutus Aku. Ingatlah, Bapa lebih besar dari pada Aku karena Dia mengutus Aku” (D. A. Carson, The Gospel According to John, 508).
Selain itu, secara teologis, perkataan-Nya ini menunjukkan subordinasi fungsional Anak kepada Bapa dari sejak kekekalan (1Kor. 15:28), bukan hanya pada saat inkarnasi. Bapa adalah fons divinitatis (“mata air ilahi”) di mana keberadaan Putra memiliki sumbernya. Bapa adalah Allah yang mengutus dan memerintah, Anak adalah Allah yang diutus dan taat (Carson, The Gospel According to John, 508 dan Andreas J. Köstenberger, John, 445). Subordinasi ini tidak berarti Allah Anak adalah Allah yang lebih rendah dari Bapa karena keduanya setara dalam kuasa dan kemuliaan, namun berbeda di dalam urutan.
Photo by Arturo Rey on Unsplash