Bebas dari Kekhawatiran (1 Petrus 5:6-7)

Posted on 19/06/2022 | In Teaching | Ditulis oleh Ev. Denny Teguh Sutandio | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/07/Bebas-dari-Kekhawatiran-1-Petrus-5-6-7.jpg Bebas dari Kekhawatiran (1 Petrus 5:6-7)

Setiap kita pasti pernah khawatir. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan khawatir: “takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti.” Dunia menawarkan berbagai solusi terhadap kekhawatiran, yaitu sharing kepada teman atau keluarga, relaksasi, mengalihkan perhatian kepada yang lain, dan menghadapinya. Saran solusi ini jelas baik dan berguna, namun tidak kekal. Satu-satunya solusi kekal orang percaya bebas dari kekhawatiran adalah kembali kepada Allah.

Surat 1 Petrus ditulis oleh Rasul Petrus kepada orang-orang percaya non-Yahudi yang sedang berada di Asia Kecil, lingkungan yang dikuasai oleh budaya non-Kristen (1:1). Petrus mengingatkan mereka tentang jaminan kepastian keselamatan kekal di dalam Kristus yang telah mati dan bangkit bagi mereka. Namun mereka menghadapi pencobaan (1:6) (Karen H. Jobes, 1 Peter, 1). Pencobaan yang mereka hadapi berupa penganiayaan (1:5-9; 4:12-19) dan penghinaan dari orang-orang non-Kristen waktu itu (2:11–12; 3:13–17; 4:3–4) (Daniel C. Arichea dan Eugene A. Nida, A Handbook on the First Letter from Peter, viii). Penganiayaan ini mengakibatkan orang-orang percaya menjadi kehilangan mulai dari kehilangan status dan rasa hormat, kehilangan kedudukan keluarga, kehilangan teman, kehilangan mata pencaharian, dan terakhir kehilangan nyawa mereka (Jobes, 1 Peter, 313). Hal ini mungkin membuat mereka khawatir akan masa depan mereka. Lalu, apa yang Petrus ajarkan?

 

Solusi Pertama Bebas dari Kekhawatiran: Sadarilah Akar Kekhawatiran dan Tunduklah Di Bawah Allah yang Agung (ay. 6)

Di tengah kehilangan yang dialami oleh orang-orang percaya di Asia Kecil, Petrus memberikan solusi pertama di ayat 6, “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.” “Merendahkan diri” berarti, “buatlah dirimu rendah di hadapan Allah” (Arichea dan Nida, A Handbook on the First Letter from Peter, 165). Allah di ayat ini disebut sebagai “tangan Tuhan yang kuat” yang merujuk pada kekuasaan-Nya yang telah membebaskan Israel dari perbudakan di Mesir (Kel. 13:9; Ul. 3:24; 4:34; 5:15; 7:19; 9:26; 11:2) maupun membebaskan umat-Nya dari perbudakan dosa dan memasukkan mereka ke dalam kemuliaan-Nya yang kekal (Ibr. 3:7-4:13) (Jobes, 1 Peter, 311). Ini berarti Petrus ingin berkata, “Ketika kalian mengalami kehilangan segala sesuatu, jangan khawatir akan masa depanmu, tetapi buatlah dirimu sendiri rendah di hadapan Allah yang Mahakuasa.”

Seolah-olah perkataan Petrus gak nyambung. Bukankah seharusnya Petrus langsung berkata, “Kalau kalian sedang khawatir, percayalah, Allah akan memenuhi kebutuhanmu, sehingga kalian tidak usah khawatir”? Tetapi jawaban Petrus yang pertama menelisik hati orang percaya. Kekhawatiran berarti ketakutan terhadap masa depan yang belum terjadi di mana kita berpikir sesuatu yang buruk di masa depan. Mengapa kita takut? Karena kita tidak dapat mengontrol masa depan tersebut. Hal ini berarti akar dari kekhawatiran adalah kontrol diri di mana kita berperan seperti Allah yang ingin mengontrol segala sesuatu. Oleh karena itu, sangat tepat Petrus langsung mengajar orang-orang percaya di Asia Kecil bahwa ketika mereka ingin bebas dari kekhawatiran, tips pertama adalah berhenti berperan seperti Allah dengan menyadari kelemahan, keterbatasan, dan ketidaklayakan manusia, lalu tunduk kepada Allah yang Mahakuasa. “Kita takut akan masa depan yang belum terjadi karena kita tidak dapat mengontrolnya, tetapi Allah berkuasa mengontrol masa depan itu secara pasti.”

Konsep menganggap diri tidak layak di hadapan Allah yang kuat sangat bertentangan dengan konsep dunia yang mengajar kita untuk menganggap diri kita hebat dan super. Bahkan kita diajar oleh konsep dunia bahwa kita sebagai manusia adalah ilah-ilah kecil yang sedang tidur yang harus dibangunkan. Ingatlah: “Dunia mengajarkan bahwa kita adalah manusia super dan layak sukses di dunia ini. Tetapi Alkitab mengajarkan bahwa kita adalah manusia yang tidak layak sekaligus dilayakkan oleh Allah yang super.”

Setelah orang percaya menundukkan diri di bawah Allah yang agung, Petrus mengajar di ayat 6b, “supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.” Ketika mereka kehilangan kehormatan, Petrus juga berkata bahwa mereka akan menerima kehormatan dari Allah yang jauh lebih berharga dari kehormatan yang manusia berikan (Arichea dan Nida, A Handbook on the First Letter from Peter, 166). Dasar dari pengharapan ini adalah Kristus yang direndahkan bahkan sampai mati di kayu salib akan ditinggikan oleh Bapa melalui kebangkitan Kristus, kenaikan-Nya ke Sorga, dan Ia duduk di sebelah kanan Bapa (1Ptr. 3:18-22) (Duane F. Watson dan Terrance Callan, First and Second Peter, 120). Dari sini, kita dapat menyimpulkan, “Ketika kita terus-menerus khawatir, sadarilah akar kekhawatiran kita yaitu kita berperan seperti Allah yang mengontrol segala sesuatu. Solusi awal kita terbebas dari kekhawatiran adalah memulihkan akar kekhawatiran kita dengan menundukkan diri kita di bawah Allah yang Mahakuasa dan Ia akan memulihkan kita dari kekhawatiran.”

 

Solusi Kedua Bebas dari Kekhawatiran: Percayalah Kepada Allah yg Peduli (ay. 7)

Apa wujud kita menundukkan diri di bawah Allah? Di ayat 7, Petrus menjelaskan, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” Menyerahkan segala kekhawatiran berarti percaya kepada Allah. Beberapa orang Kristen memahami “percaya” sebagai berpikir positif (“percaya dapat, pasti dapat”), namun beberapa orang Kristen mengidentikkan percaya dengan rumusan doktrinal atau sekadar pengakuan iman. Alkitab mengajarkan percaya mencakup dua hal:

Pertama, anugerah-Nya memampukan kita untuk bersandar kepada Allah. Ketika kita percaya kepada Allah, maka itu berarti kita menyandarkan seluruh keberadaan kita kepada Allah yang lebih kuat dan agung dari kita. Kita bukan hanya memahami bahwa Allah itu lebih kuat dan agung dari kita, tetapi kita dengan sepenuh hati menyandarkan diri kita kepada Allah yang telah kita pahami tersebut. Norman Hillyer memberikan ilustrasi: ada seorang yang tenggelam (misal X), kemudian ada orang yang menolong X (misal Y), maka reaksi X tentu bukan berusaha keras mencari cara agar tidak tenggelam, tetapi diam. Ketika X diam, itu menunjukkan ia tahu bahwa Y mampu menyelamatkannya dari tenggelam sekaligus bersandar kepada Y untuk ditolong (Norman Hillyer, 1 and 2 Peter, Jude, 268, Scribd). Kekhawatiran apa yang kita hadapi saat ini? Firman Tuhan mengingatkan kita untuk memahami Allah sesuai dengan Alkitab dan menyandarkan seluruh hidup kita kepada Allah. Meskipun hal ini tidak mudah, mintalah kepada Allah dan terbukalah terhadap saran orang percaya lain yang memimpin kita untuk bersandar kepada-Nya.

Kedua, mengakui kenyataan dan menundukkannya di bawah Allah. Beberapa orang Kristen sering menggunakan kata “percaya” untuk menghibur orang Kristen lain yang lagi kesusahan, misalnya “Tenang bro, percaya saja, Tuhan pasti memberi yang terbaik.” Meskipun motivasinya dapat diapresiasi, perkataan kita menunjukkan suatu konsep: semua kekhawatiran langsung hilang dan fakta negatif langsung menjadi fakta positif. Istilahnya: percaya berarti meniadakan fakta. Alkitab tidak pernah mengajarkan hal tersebut. Ketika kita mengalami kekhawatiran, kita tetap harus mengakui bahwa kita sedang khawatir dan percayalah Allah kita bukan tahu tahu apa yang kita khawatirkan, tetapi memastikan apa yang bagi kita tidak pasti. “Percaya bukan berarti meniadakan kenyataan. Percaya berarti mengakui kenyataan dan menempatkannya di bawah otoritas Allah yang berdaulat mutlak atas kenyataan.”

Mengapa kita perlu bersandar kepada Allah? Di ayat 7b, Petrus berkata, “sebab Ia yang memelihara kamu.” Kata “memelihara” berarti Allah peduli dengan umat-Nya, membimbing, menopang, dan tidak cuek terhadap kekhawatiran umat-Nya (Arichea dan Nida, A Handbook on the First Letter from Peter, 166). Ini berarti Allah bukan hanya agung dan Mahakuasa, tetapi juga sangat dekat dan intim dengan umat-Nya. Kedekatan-Nya dengan umat-Nya bersifat kekal. Mungkin kita baru pertama kali percaya kepada Kristus dan risikonya kita kehilangan keluarga kita dan kita mungkin khawatir karenanya. Firman Tuhan mengingatkan bahwa Ia memelihara kita dengan menyediakan “keluarga rohani” bagi kita untuk menumbuhkan iman kita, mencukupkan seluruh kebutuhan hidup kita, dll.

“Ketika kita sedang khawatir, ingatlah, akuilah kekhawatiran kita, sadarilah akar dari kekhawatiran tersebut, dan hadapilah kekhawatiran itu dengan menundukkan diri di bawah Allah yang Mahakuasa sekaligus percaya kepada Allah yang dekat dengan kita.”

Photo by Patrick Schneider on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Denny Teguh Sutandio

Reformed Exodus Community