Bagaimana Memahami Perumpamaan Bendahara Yang Tidak Jujur?

Posted on 23/01/2022 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/02/Bagaimana-Memahami-Perumpamaan-Bendahara-Yang-Tidak-Jujur.jpg Bagaimana Memahami Perumpamaan Bendahara Yang Tidak Jujur?

Salah satu perumpamaan Yesus yang paling sulit dipahami atau sering disalahpahami adalah perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (Luk. 16:1-9). Ada beberapa hal yang membingungkan tentang perumpamaan ini. Yang pertama tentu saja adalah pujian tuan kepada bendaharanya yang tidak jujur (16:8). Yang lain adalah nasihat Tuhan Yesus untuk mengikat persahabatan dengan menggunakan Mamon yang tidak jujur (16:9).

Apakah perumpamaan ini menghalalkan ketidakjujuran (yang penting adalah kecerdikan)? Apakah hasil ketidakjujuran boleh digunakan untuk mengikat persahabatan?

Untuk menafsirkan perumpamaan di atas dengan benar, kita perlu memahami aturan penafsiran sesuai dengan jenis sastra (genre) suatu teks. Sebuah perumpamaan perlu ditafsirkan sebagai perumpamaan. Ada aturan tertentu yang khas untuk jenis sastra ini.

Salah satu aturan penting dalam menafsirkan perumpamaan adalah mengetahui poin analogi utama. Perumpamaan (parabolē) secara hurufiah berarti dua hal yang diletakkan atau dilemparkan berdampingan. Ini adalah salah satu gaya bahasa kiasan yang berbentuk cerita. Sama seperti pada jenis-jenis kiasan (metafora) lainnya, yang dipentingkan adalah poin analogi utama, bukan detail. Sebagai contoh, kiasan “singa” bisa berarti positif (Why. 5:5 Yesus sebagai singa dari Yehuda) atau negatif (1Pet. 5:8 Iblis seperti singa yang mengaum-aum). Mengapa artinya bisa bertentangan seperti ini? Karena “singa” memang bisa menggambarkan banyak hal, misalnya kekuatan atau keganasan.

Prinsip yang sama perlu diberlakukan pada perumpamaan. Kita perlu menemukan poin analogi utamanya. Inti dari perumpamaan ini adalah kecerdikan dalam mengantisipasi masa depan. Si bendahara sedang menyiapkan masa depannya. Dia tidak memiliki rumah. Dia tidak bisa bekerja. Jika dia tidak melakukan apa-apa masa depannya pasti suram. Dengan cerdik dia menggunakan uang sebagai persiapan masa depan. Dia berusaha berbuat baik kepada sebanyak mungkin orang, dengan harapan siapa tahu  orang-orang itu ke depan dapat memberi tumpangan atau pekerjaan kepadanya. Yang disorot di sini adalah menggunakan uang demi masa depan. Si bendahara disebut cerdik karena mengurbankan uang demi masa depan yang lebih baik.

Apakah pengurangan hutang yang dilakukan oleh si bendahara merugikan tuannya? Kita tidak bisa mengetahui dengan pasti. Ada kemungkinan si bendahara disebut tidak jujur karena meminjamkan uang tuannya dengan bunga seenaknya. Jika ini yang benar, yang dikurangi oleh bendahara itu tidak merugikan tuannya. Dia hanya mengurangi bunga yang dia mainkan sendiri. Dengan kata lain, bendahara mengurbankan bunga tidak halal yang dia tetapkan sendiri di luar pengetahuan tuannya.

Apakah Tuhan Yesus memuji motivasi si bendahara yang kurang tulus (berbuat baik supaya menerima balasan di kemudian hari)? Teks tidak berkata apa-apa tentang hal itu. Yesus hanya menyoroti kecerdikan bendahara.

Inti perumpamaan di atas menolong kita untuk memahami perkataan Yesus di ayat 9. Dia sedang membicarakan tentang masa depan (“jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi”). Secara lebih spesifik, Yesus sedang mengajarkan bagaimana menggunakan uang dengan cerdik, yaitu menghasilkan hal-hal yang bernilai kekal. Uang bersifat sementara, tetapi dampaknya – jika digunakan dengan cerdik - bisa kekal. Uang tidak bisa diandalkan selamanya, tetapi dampaknya bisa selamanya.

Lalu apa yang dimaksud dengan “Mamon yang tidak jujur”? Sesuai dengan konteksnya, Yesus sedang membuat perbandingan antara perkara yang kecil dan perkara yang besar (ayat 10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar”). Uang adalah perkara yang kecil. Kekekalan adalah perkara yang besar. Uang bukan harta yang penting. Harta yang sesungguhnya bersifat spiritual dan kekal.

Penafsiran diatas juga selaras dengan penjelasan di ayat 11 (“Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?”). Mamon yang tidak jujur dikontraskan dengan harta yang sesungguhnya. Jadi, kontrasnya antara harta yang tidak sesungguhnya (uang) dan yang sesungguhnya (kesetiaan/kekekalan). Melalui perumpamaan ini Yesus justru menasihati kita untuk mewaspadai bahaya uang. Harta jasmani bisa menjadi berhala bagi kita (16:12). Salah satu cara untuk menghindarinya adalah membagi harta tersebut kepada orang lain. Kita perlu mengikat persahabatan dengan menggunakan uang (harta yang tidak sesungguhnya). Soli Deo Gloria.

Photo by Josh Applegate on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community