Ketika seseorang yang berpengaruh meninggal, maka itu adalah momen tersedih bagi anggota keluarga yang ditinggalkan dan orang-orang yang telah dipengaruhinya. Namun ketika ada pengkhianat yang meninggal, mungkin sedikit orang yang bersedih dan melayat. Bagaimana dengan kematian Yudas Iskariot, si pengkhianat yang menjual Yesus? Seolah-olah Matius dan Lukas melaporkan cara kematian Yudas Iskariot yang bertolak belakang. Apakah benar demikian?
Matius mencatat cara kematian Yudas Iskariot, “Maka iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri” (Mat. 27:5; TB), sedangkan Lukas mencatat, “Yudas ini telah membeli sebidang tanah dengan upah kejahatannya, lalu ia jatuh tertelungkup, dan perutnya terbelah sehingga semua isi perutnya tertumpah ke luar” (Kis. 1:18; TB). Apakah ini berkontradiksi? Ternyata tidak. Kedua catatan ini saling melengkapi. Saya mencoba merekonstruksi kematian Yudas Iskariot. Yudas Iskariot melemparkan uang perak hasil penjualannya akan Yesus ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari sana, dan menggantung diri. Setelah menggantung diri di atas pohon, maka ia meninggal. Ketika ia meninggal, maka ia pasti jatuh dan tubuhnya terbuka di tengah, lalu ususnya menyembur keluar.
Meskipun cara Yudas Iskariot meninggal tidak terlalu penting bagi kita, tetapi caranya menggantung diri mengajar kita tentang sesuatu yang penting. Yudas Iskariot menggantung diri didahului oleh sikap penyesalannya (Mat. 27:3). Menariknya, kata “menyesal” di ayat 3 dalam teks Yunaninya metamelētheis dari kata metamelomai yang dalam konteks ini berarti “seseorang berharap itu bisa dibatalkan” (A Greek-English lexicon of the New Testament and other early Christian literature) dan ini jelas tidak mungkin. Penyesalan Yudas Iskariot jelas bukan penyesalan sejati karena tidak seperti Petrus, ia tidak bertobat dan kembali kepada Kristus, malah mengakhiri hidupnya sendiri (David L. Turner, Matthew, 649).