Bagaimana Cara Mengasihi Tanpa Dimanipulasi oleh Orang Lain?

Posted on 31/01/2021 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/03/Bagaimana-Cara-Mengasihi-Tanpa-Dimanipulasi-oleh-Orang-Lain.jpg Bagaimana Cara Mengasihi Tanpa Dimanipulasi oleh Orang Lain?

Orang-orang Kristen terkenal dengan kebaikan mereka. Kata “kasih” seolah-olah sudah dilekatkan kepada kekristenan. Kekristenan di kenal sebagai agama kasih, terlepas dari kegagalan sebagian orang Kristen dalam mewujudkannya.

Situasi ini kadangkala dimanfaatkan oleh orang lain. Kebaikan kita dieksploitasi sedemikin rupa untuk kepentingan mereka. Permintaan tolong mereka seringkali menempatkan kita pada situasi dilematis: ditolak nanti menimbukan kesan bahwa orang Kristen kekurangan kasih, tetapi kalau diiyakan nanti memberi orang itu kesempatan untuk terus memanfaatkan.

Bagaimana kita sebaiknya menyikapi situasi ini?

Hal pertama yang kita perlu pahami adalah kewajaran dari situasi ini. Walaupun apa yang wajar tidak identik dengan apa yang benar, tetapi itulah keadaannya. Kita tidak boleh kaget, lalu menjadi tawar hati.

Dunia kita sudah jatuh ke dalam dosa dan dihuni oleh orang-orang berdosa. Kebaikan apapun bisa disalahgunakan untuk keburukan. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha untuk tidak dimanipulasi, selalu akan ada orang yang “berhasil” memanfaatkan kebaikan kita.

Supaya kita tidak terlalu marah dengan situasi ini, cobalah lihat diri kita sendiri dengan Allah. Kita juga sering menyalahgunakan kebaikan Allah. Kita kurang menghargai pengampunan Allah yang melimpah. Kita menganggap sepi kemurahan-Nya.

Hal berikutnya yang perlu dimengerti adalah keseimbangan dalam memberi. Pemberian tidak boleh hanya menyatakan kebaikan kita, tetapi juga kebijaksanaan, keadilan, kebenaran, dan sebagainya. Sama seperti Allah yang melakukan semua tindakan-Nya tanpa melanggar satupun dari sifat-Nya, demikianlah kita memperlakukan orang lain. Kita juga harus benar, adil, dan berhikmat dalam memberikan bantuan.

Semua orang perlu ditolong, tetapi bentuk pertolongannya tidak selalu harus sama dengan yang dia minta. Jikalau apa yang diminta salah atau berakibat buruk bagi dia, pemberian kita justru merupakan tindakan kejahatan bagi dia. Sebagai contoh, seorang pengangguran tidak boleh terus-menerus diberi tunjangan untuk seluruh kebutuhannya. Ini melanggar perintah Alkitab (2Tes. 3:10). Ini juga kurang menghargai kehormatan orang itu sebagai gambar Allah. Setiap orang adalah gambar Allah dan diberi mandat untuk memainkan peranan di bumi (Kej. 1:26-27). Seorang pengangguran seharusnya membutuhkan pekerjaan, bukan tunjangan.

Hal berikutnya adalah pemberian kesempatan. Kita cenderung lebih mudah curiga daripada percaya. Sikap ini menjadi lebih kentara jika orang lain sudah terbukti memang kurang bisa dipercaya. Kita menutup kesempatan kedua. Jika ini yang terjadi, kita biasa lebih mengedepankan keadilan daripada belas kasihan. Kita tidak mau memberikan kesempatan.

Sikap seperti ini kurang sesuai dengan Injil. Dalam Injil kita melihat kasih Allah yang pantang menyerah bagi kita yang sering membuat Dia marah. Seandainya Dia selalu membalaskan kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tidak ada satupun dari kita yang masih bisa bertahan sampai sekarang. Dia selalu memberi kesempatan.

Resiko selalu ada jika jalur ini yang ditempuh. Kita bisa saja ditipu dan dikecewakan oleh orang lain. Tapi itulah harga sebuah cinta. Tidak ada cinta yang tanpa luka. Selama kita sudah menghitung dan siap dengan semua resikonya, tidak ada salahnya kita memberi kesempatan berikutnya. Apa yang kita kurbankan mungkin tidak seberapa bagi kita (karena kita sudah perkirakan sesuai kemampuan kita), tetapi akan menjadi sangat berarti bagi dia.

Hal terakhir adalah ungkapan kasih yang berbeda. Sesudah kita melakukan semua upaya untuk menolong seseorang, belum tentu orang itu akan menghargai. Sampai suatu ketika kita mungkin perlu mengatakan “tidak” untuk permintaan tolong orang tersebut. Kita tidak bisa lagi memenuhi apa yang dia minta. Dia telah menjadikan semua kebaikan kita sia-sia.

Walaupun demikian, situasi itu seharusnya bukan akhir dari relasi kita dengan dia. Masih banyak cara lain untuk menyatakan kasih dan belas kasihan kepada dia. Mungkin sekadar menanyakan kabar. Mungkin sekadar mengirimkan bingkisan kecil untuk menyatakan perhatian dan memberikan dukungan. Yang paling penting, kita tetap bisa mendoakan orang itu. Mintalah kepada Allah untuk mengubah hatinya. Minta juga supaya kita diberi kesempatan lagi untuk berbuat baik kepadanya. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community