Apakah yang dimaksud dengan : Manusia ‘mengusahakan dan memelihara’ (Kejadian 2:15)?

Posted on 01/08/2021 | In Do You Know ? | Ditulis oleh Ev. Nike Pamela | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/08/Apakah-yang-dimaksud-dengan-Manusia-mengusahakan-dan-memelihara-Kejadian-2-15.jpg Apakah yang dimaksud dengan : Manusia ‘mengusahakan dan memelihara’ (Kejadian 2:15)?

Ketika Tuhan selesai menciptakan Adam, Tuhan menempatkan Adam di taman Eden.   Di Eden, Tuhan memberikan tugas kepada manusia untuk “mengusahakan [‘ābad] dan memelihara [šāmar] taman itu” (LAI:TB). Arti kata “mengusahakan [‘ābad] dan memelihara [šāmar] taman itu” memiliki 2 pandangan berbeda yaitu bekerja (secara fisik) atau beribadah kepada Tuhan. Perbedaan pandangan ini disebabkan setelah kalimat “mengusahakan [‘ābad] dan memelihara [šāmar]” sebenarnya tidak ada kata Ibrani yang merujuk pada kemunculan sebuah obyek. Semua versi Inggris menambahkan obyek  “it”, sehingga menimbulkan kesan bahwa yang diusahakan dan dipelihara adalah taman (LAI:TB “taman itu”). Jadi sebenarnya apakah yang dimaksud dengan “mengusahakan [‘ābad] dan memelihara“?

Kata  ‘mengusakahan’ (Ibr:‘ābad) memiliki jangkauan arti yang sangat luas. Di luar konteks keagamaan kata ini bisa merujuk pada tindakan mengolah tanah (2:5; 3:23; 4:2, 12) atau obyek lain (Yes 19:9; Yeh 48:18) maupun melayani orang lain (29:15; 30:26, 29; Kel 1:14; Hak 9:28; 1 Sam 11:1; Yer 22:13). Dalam konteks rohani, kata ‘ābad menunjuk pada tindakan beribadah kepada TUHAN (Kel 3:12; 4:23; 7:16; 10:26), terutama melayani di tabernakel (Kel 38:21; Bil 3:10; 18:6; 1 Taw 24:3, 19; 2 Taw 8:14). Kata ini juga dapat dipakai untuk ibadah kepada ilah-ilah (Ul 7:16; 2 Raj 10:18-19, 21-23). Di antara beragam arti ini, hanya dua yang mungkin sesuai dengan konteks Kejadian 2:15, yaitu “mengolah tanah” atau “beribadah kepada/melayani TUHAN”. Pilihan di antara dua kemungkinan ini ditentukan oleh pemahaman kita tentang obyek dari kata kerja ‘ābad di 2:15 (lihat pembahasan selanjutnya).

Kata ‘memelihara’ (LAI: šāmar) juga memiliki arti variatif. Kata ini kadangkala digunakan untuk tindakan menjaga ternak (4:9; 30:31) atau manusia (28:15, 20). Dalam konteks keagamaan kata šāmar sering dipakai untuk tindakan menjaga perjanjian (17:9-10; 18:19; 26:5; Ul 4:6; 7:12; 29:9), tabernakel (Bil 1:53; 18:5) atau peraturan dalam ibadah (Im 8:35). Arti manakah yang tepat untuk kata šāmar di 2:15? Jawabannya tergantung pada pembahasan di bawah ini.

Pandangan tradisional dan populer di atas itu mengandung kesulitan secara gramatikal, karena kata “ini” berjenis kelamin feminin, sedangkan kata “taman” adalah maskulin. Penerjemah LXX berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan mengubah “ini” dengan kata ganti orang dalam bentuk maskulin (auton).

Beberapa penafsir mendesak agar bentuk feminin ini tidak diabaikan begitu saja. Menurut mereka, obyek dari kata ‘ābad dan šāmar pasti berkaitan dengan ibadah. Selain kata ‘ābad dan šāmar memang sering dipakai dalam konteks ibadah/pelayanan di tabernakel, dua kata ini bahkan muncul secara bersamaan di Pentateukh juga dalam konteks pelayanan (Bil 3:7-8; 18:7). Di samping itu, kita sudah memperhatikan bersama bahwa Taman Eden memiliki beragam kesejajaran dengan tabernakel (lihat pembahasan di 2:8-14).

Mereka yang memegang pandangan di atas umumnya memahami bahwa “mengusahakan dan memelihara tanah” baru muncul setelah manusia jatuh ke dalam dosa (3:23; bdk. 2:5). Tugas manusia di Taman Eden adalah beribadah kepada Allah. Manusia adalah imam, bukan penjaga taman. Ide ini juga sesuai dengan 2:16. Istirahat dan ketenangan yang diberikan Allah kepada manusia (2:15 nāHâ atau nûaH) harus diresponi dengan melayani dan menjaga (2:15 ‘ābad dan šāmar) perintah Allah (2:16a “TUHAN Allah memberikan perintah”).

Walaupun pandangan di atas cukup menarik, namun belum cukup kuat untuk meyakinkan mayoritas penafsir. Mereka umumnya masih memegang pandangan tradisional (mengusahakan dan memelihara taman). Ada beberapa argumen yang dipakai sebagai bantahan: (1) kata šāmar juga muncul di 3:24 dalam arti “menjaga taman”; (2) kata ‘ābad di 3:23 dikenakan pada tanah di luar Taman Eden yang sudah dikutuk, bukan tanah di taman itu sendiri; (3) tujuan manusia diciptakan adalah untuk menguasai bumi (1:26, 28). Hal ini dalam taraf tertentu pasti melibatkan pengolahan tanah (2:5, 15), walaupun awalnya tidak perlu bersusah-payah (3:23). Seandainya manusia hanya beribadah dan menjaga perintah Allah, tugas menguasai bumi tampaknya tidak tercapai; (4) kata ganti bentuk feminin pada kata kerja ‘ābad dan šāmar sebaiknya dipahami sebagai rujukan pada bentuk absolut kata “Eden” yang tidak mengenal jenis kelamin, bukan “taman”.

Bantahan di atas bukan berarti bahwa nuansa ibadah di 2:15 ditolak. Kesejajaran antara Taman Eden dan tabernakel maupun surga jelas sulit untuk dibantah. Penggunaan kata kerja nāHâ, ‘ābad dan šāmar pun memiliki konotasi relijius. Respon spontan manusia yang takut bertemu dengan Allah ketika mereka jatuh ke dalam dosa (3:8-10) turut mempertegas ide tentang persekutuan rohani dengan Allah.

Kita sebaiknya menggabungkan dua makna di atas. Sebagaimana Allah bekerja (1:1-31) dan beristirahat (2:1-4), demikian pula manusia perlu bekerja (mengusahakan dan memelihara taman) dan beristirahat (beribadah dan melayani Allah). Tidak heran, perintah untuk menghormati Hari Sabat dalam Pentateukh mencakup dua sisi ini: istirahat dari semua pekerjaan (Kel 20:8-11; Ul 5:12-15) dan ibadah kepada Tuhan (Kel 31:15; 35:2; Im 23:3-4). Dengan kata lain, ibadah tidak perlu dibatasi pada hal-hal tertentu di tabernakel, walaupun aspek ini adalah yang paling dominan. Dalam Taurat pun ada perintah-perintah yang tidak berhubungan secara langsung dengan ibadah di tabernakel, termasuk tentang pengolahan tanah (Kel 23:10-11; Im 25:11). Ketenangan yang diberikan TUHAN sebagai hasil ketaatan kepada perintah-Nya justru berkaitan erat dengan masalah pengolahan tanah (Im 25:18-19; 26:1-6).

Jika dibandingkan dengan mitologi kuno waktu itu, tugas manusia untuk mengusahakan dan memelihara taman merupakan hal yang unik. Dalam mitologi kuno manusia diciptakan oleh para dewa untuk menyediakan makanan bagi dewa-dewa yang malas tersebut. Dalam Alkitab tugas utama manusia adalah memelihara taman, sedangkan untuk urusan makanan lebih dipandang sebagai pemberian Allah (1:29; 2:9, 16). Allah juga bukan pribadi yang egois seperti para dewa tersebut. Ia memberikan ketenangan atau istirahat kepada manusia, baik secara fisik dalam bentuk tidur (2:21) maupun secara rohani (beribadah kepada Tuhan).

Jika dilihat dalam koteks yang lebih jauh, penggunaan kata kerja šāmar di 2:15 merupakan antisipasi dari 3:24. Dua teks ini membentuk sebuah ironi. Manusia sebagai gambar Allah seharusnya memelihara (šāmar) taman, tetapi dalam kenyataannya mereka harus diusir dari taman dan justru para kerubimlah yang akhirnya menjaga taman (3:24).

Photo by Julia Caesar on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Nike Pamela

Reformed Exodus Community