Apakah yang dimaksud dengan duri dalam daging dan utusan iblis di 2 Korintus?

Posted on 10/01/2016 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Apakah-yang-dimaksud-dengan-duri-dalam-daging-dan-utusan-iblis-di-2-Korintus.jpg Apakah yang dimaksud dengan duri dalam daging dan utusan iblis di 2 Korintus?

Ayat ini seringkali menimbulkan kebingungan bagi banyak orang Kristen. Kerancuan ini semakin diperparah dengan kebiasaan beberapa orang Kristen yang dengan mudah mengatakan “duri dalam daging” tertentu dalam kehidupan mereka. Jadi, apakah yang dimaksud dengan duri dalam daging?

Pertama-tama kita perlu memahami bahwa duri dalam daging dan utusan iblis adalah identik (sama). Utusan iblis merupakan penjelasan terhadap duri dalam daging tersebut. Walaupun sebuah penjelasan sudah diberikan, namun penjelasan ini tampaknya tidak menyelesaikan semua kemelut yang menghalangi kita menemukan apa yang dimaksud dengan duri dalam daging. Dalam taraf tertentu, penjelasan ini justru menambah rumit persoalan (siapa yang memberi duri kepada Paulus: Tuhan atau iblis? Mengapa tujuan pemberian ini justru positif?, dsb.).

Para penafsir memberikan jawaban yang berbeda terhadap kasus di atas. Sebagian menganggap duri dalam daging adalah penyakit atau keadaan fisik tertentu yang membuat Paulus terlihat lemah. Pandangan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh keterangan “dalam daging”, yang ditafsirkan secara hurufiah sebagai rujukan pada tubuh secara fisik. Mereka umumnya menebak ini sebagai penyakit mata yang dialami Paulus (bdk. Gal 6:11). Sebagian menduga kelemahan fisik Paulus yang tidak menarik (1 Kor 2:1-3).

Walaupun pandangan di atas pernah popular, tetapi ada beberapa kelemahan mendasar di dalamnya. Konteks 2 Korintus 12:7-12 sama sekali tidak menyinggung tentang penyakit atau kelemahan fisik tertentu. Beberapa teks yang dipakai sebagai argumen pun tidak konklusif mengarah pada penyakit mata atau kelemahan fisik.

Kita sebaiknya memahami “duri dalam daging” bukan secara hurufiah. Ini adalah sebuah ungkapan yang mengarah pada segala sesuatu yang tidak mengenakkan dan mengganggu (bisa disamakan dengan perasaan kita ketika sebuah duri kecil atau serpihan kayu masuk ke dalam jari tangan kita). Dari konteks yang ada Paulus tampaknya membicarakan tentang berbagai kesulitan dan penganiayaan dalam pelayanan (2 Kor 12:10; 11:23-29). Ia sangat mungkin memikirkan orang-orang tertentu yang selalu menjadi penghalang dalam pelayanan.

Aplikasi 2 Korintus 12:7-10 bagi kehidupan kita sangat baik. Pertama, kita diajar untuk tidak sombong (12:7). Sebagai orang yang sudah banyak berkorban dalam pelayanan (11:23-29), mendapat penglihatan yang hebat (12:1-6), dan mengadakan berbagai mujizat (12:12) sangat mudah bagi Paulus untuk sombong. Sebagai tindakan preventif Tuhan sengaja memberi duri dalam daging supaya Paulus tidak sombong (12:7 “supaya aku jangan meninggikan diri” diulang dua kali di awal dan akhir ayat ini).

Kedua, kita diajar untuk memahami konsep anugerah (12:9a). Anugerah Tuhan memang tidak terbatas dan lebih dari cukup untuk semua orang yang pernah ada di dunia ini. Bagaimanapun, hal ini tidak berarti bahwa Allah pasti memberikan apapun yang kita minta atau doakan. Walaupun Paulus sudah berdoa dengan iman dan sungguh-sungguh dengan pokok doa yang positif, hal itu tetap tidak dikabulkan. Jawaban doa bukan sesuatu yang mekanis (minta apa saja pasti diberi). Jawaban doa adalah sebuah anugerah (12:9a “cukuplah kasih karunia-Ku bagimu”). Walaupun Allah seringkali memberikan anugerah melalui doa anak-anak-Nya, tetapi jawaban doa tetap sebuah anugerah, bukan hak kita.

Ketiga, kita diajar untuk mengalami kuasa Tuhan yang sempurna (12:9b). Kuasa Tuhan selalu sempurna dan tidak terbatas. Jika demikian mengapa Paulus mengatakan “supaya menjadi sempurna?” Yang sedang dipikirkan Paulus bukan kualitas atau keberadaan dari kuasa itu. Ia sedang membicarakan tentang pengalaman kita dengan kuasa tersebut. Ketika kita merasa diri kuat kita tidak akan mengalami kuasa itu secara sempurna, sekalipun kuasa itu diberikan secara penuh. Kita masih berpikir bahwa kekuatan kita turut menentukan keberhasilan kita (1:8-10). Seharusnya kita menyadari bahwa kuasa Allahlah yang bekerja di dalam semua usaha kita.

Sebagai penutup, marilah kita belajar menyadari semua kelemahan kita. Setelah menyadari semua itu, kita juga perlu bersyukur atas semua kelemahan tersebut. Semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita (Rom 8:28). Dengan selalu mengingat kelemahan kita kita akan melihat anugerah Tuhan secara lebih jelas. Everything is grace, grace is everywhere. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community