Frasa “Roh TUHAN mundur dari Saul” di 1 Samuel 16:14a memang sering menimbulkan kebingungan bagi orang Kristen. Kita sudah terbiasa dengan ide tentang Roh Kudus yang menjadi meterai dan jaminan bagi kita (1Kor. 1:22; Ef. 1:13-14; 4:30). Tubuh kita juga merupakan bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20). Bagaimana mungkin Roh Kudus akan meninggalkan kita? Jika Dia tidak mungkin meninggalkan kita, bagaimana kita memahami kasus yang menimpa Saul di atas?
Kunci untuk memahami persoalan ini adalah perbedaan karya Roh Kudus di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam perjanjian yang lama kehadiran Roh Kudus pada orang tertentu hanya bersifat memberikan kuasa (empowering). Maksudnya, orang tertentu diberi kuasa Roh untuk tugas tertentu pula. Sebagai contoh, Bezaleel dipenuhi dengan Roh Allah untuk membangun kemah suci (Kel. 31:1-5). Para pemimpin Israel diurapi oleh Roh untuk mengalahkan musuh-musuh mereka (Hak. 3:10; 6:34; 11:29; 13:25; 14:6, 19; 15:14). Saul diurapi oleh Roh TUHAN sebagai raja Israel (1Sam. 10:6, 10). Roh TUHAN berkuasa atas Saul sehingga dia mampu mengumpulkan rakyat untuk berperang dan mengalahkan musuh mereka (1Sam. 11:6). Daud juga diurapi sebagai raja dan sejak saat itu berkuasalah Roh TUHAN atasnya (1Sam. 16:13).
Berkuasanya Roh Kudus dalam konteks di atas tidak secara permanen, karena pemberian Roh memang untuk penuntasan tugas yang khusus. Berakhirnya sebuah tugas berarti berakhirnya karya Roh dalam diri seseorang. Di samping itu, ketidaktaatan yang terus-menerus juga dapat membuat seseorang tidak lagi dipercayai untuk melakukan tugas tertentu. Karena tugasnya dicabut, penyertaan Roh juga berhenti. Kasus inilah yang terjadi pada Saul (1Sam. 16:14). Ketika Daud berzinah dengan Betsyeba dan membunuh Uria, dia memohon kepada TUHAN agar Roh Allah tidak diambil dari hidupnya (Mzm. 51:1-2, 13).
Karya Roh Kudus dalam Perjanjian Baru sedikit berbeda. Karya pemberian kuasa (empowering) masih dilakukan. Kisah Para Rasul memberikan berbagi contoh bagaimana jemaat mula-mula dipenuhi oleh Roh untuk tugas tertentu. Sebagai contoh, mereka dipenuhi supaya memiliki kuasa untuk menjadi saksi (Kis. 1:8). Para rasul dan jemaat dipenuhi Roh sehingga memiliki keberanian untuk memberitakan Injil di tengah tantangan (Kis. 4:30). Stefanus dipenuhi Roh supaya kuat menghadapi rajaman batu (Kis. 7:55). Contoh-contoh ini masih bisa diperpanjang lagi.
Karya Roh Kudus tidak terbatas di situ. Roh Kudus juga menyediakan pimpinan (guidance). Kehadiran dalam arti pimpinan ini merupakan penggenapan dari janji Allah bahwa Dia akan memberikan hati yang baru sehingga kita mampu menaati Dia (Yeh. 36:25-27). Meminjam ungkapan Yeremia tentang perjanjian yang baru, kita diberi Taurat yang ditaruh dalam batin dan ditulis dalam hati kita (Yer. 31:31-34). Pemberian Roh ini bersifat permanen. Kita membutuhkan Roh Kudus setiap waktu untuk mengalahkan kedagingan (Rm. 8:9-10, 13-15; Gal. 5:16-18). Jika Roh meninggalkan kita setiap kali kita berbuat dosa, lalu bagaimana kita bisa mengalahkan dosa dalam diri kita? Jadi, karya Roh Kudus dalam diri kita akan terus ada. Soli Deo Gloria.
Photo by Sunguk Kim on Unsplash