Lanjutan dari warta tanggal 5 Januari 2014
Panggilan misi datang kepada setiap roang dalam cara yang unik. Tidak ada dua orang yang dipanggil ke dalam misi dengan cara yang betul-betul sama atau pada waktu yang sama. Ini sering menyebabkan pasangan para misionaris tidak saling berbagi panggilan tersebut. Hal ini disebabkan oleh latar belakang keluarga, program misi gereja asal dan pengalaman pribadi, sejumlah orang Kristen tampaknya lebih terbuka kepada kemungkinan untuk misi dan oleh karenanya lebih siap untuk mendengar dan menerima panggilan itu. Ketegangan yang disebabkannya dan kesedihan karena panggilan yang tidak sama, dapat menghancurkan harmoni keluarga. Sayangnya, memiliki pasangan yang tidak berbagi panggilan yang sama adalah satu dari kekhawatiran-kekhawatiran yang semakin umum didiskusikan oleh para mahasiswa dengan saya. Baik laki-laki maupun perempuan, di mana mereka telah merasa frustasi dalam memenuhi panggilan mereka.
Mengikuti panggilan misi tidak seperti menerima jenis pekerjaan tertetu. Seorang istri mungkin tidak berbagi antusiasme suaminya dalam hal hukum, olah raga atau membangun rumah, namun mereka hidup bersama dengan bahagia dalam harmoni yang sempurna. Sang suami yang dipanggil untuk bekerja dalam pelayanan gereja, mungkin sering tidak berbagi beban sang istri yang bekerja sebagai guru, akuntan atau agen real estate, namun impian idealis mereka tetap utuh. Berbeda halnya dengan panggilan misi, ketika seseorang merasa dipanggil ke dalam misi dan menerima panggilan itu, dia tidak dapat menikmati waktu bersama keluarga dan segala kebiasaan menjadi berubah. Sang istri atau suami yang tidak begitu yakin dengan panggilan misi akan merasa sangat terancam akan masa depan mereka akibat dari semua perubahan ini.
Dalam kasus saya sendiri, saya merasa dipanggil ke dalam misi, segera sesudah hari pertobatan saya pada pada umur 24 tahun. Meskipun saya dibesaran dalam sebuah keluarga Kristen dan telah berusaha bergabung dengan gereja ketika saya masih muda, saya belum lahir baru. Paman dan bibi saya dulunya adalah misionaris karier di kawasan Lingkar Pasifik. Setelah hampir 5 tahun pernikahan, Allah dengan luar biasa menyelamatkan kami. Saya diliputi dengan kasih dan ucapan syukur kepada Allah. Saya merasa bahwa selama ini saya telah menyia-nyiakan begitu banyak waktu dalam hidup saya dan mulai memutuskan, bahwa sisa waktu yang ada harus benar-benar diperhitungkan dengan melakukan sesuatu yang berarti bagi Allah. Secara tiba-tiba semua pikiran saya berpaling kepada misi. Ketika ini merupakan masa depan yang menyenangkan bagi saya, istri saya merasa ragu-ragu, ia merasakan ancaman terhadap keamanan rumah tangga kami, anak-anak yang baru lahir dan semua yang telah kami rencanakan. Ketegangan yang kami rasakan dimulai dengan stress yang berkepanjangan. Hal ini ada dalam benak-benak dan rumah-rumah dari banyak orang percaya hari ini. Mengapakah suami/istri kita kurang bergairah terhadap pikiran tentang misi?
Bersambung……………