Hari-hari ini, nama “Kristen” sangat murahan karena ulah beberapa orang Kristen yang sok “rohani” yang mudah mengobral nama “Tuhan” untuk menutupi kesalahan dan egonya. Namun sebenarnya nama “Kristen” tidak murahan karena “Kristen” berarti pengikut Kristus. Sebagai pengikut-Nya, maka kita terus-menerus mengikut-Nya ke mana pun Ia memimpin. Ini berarti menjadi pengikut Kristus, ada risiko yang harus dibayar. Salah satu risiko tersebut dijelaskan Tuhan Yesus di Matius 8:21-22. Apa maksudnya ketika Ia berfirman, “Biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka”?
Di Matius 8:21 (Luk. 9:59), Matius (dan Lukas) mencatat ada seorang yang mau mengikut Yesus dan tertarik kepada-Nya berkata kepada-Nya, “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.” (TB). Orang ini menunda mengikut Yesus karena ia ingin pergi dahulu menguburkan ayahnya. Hal ini tidak berarti ayahnya telah meninggal dan ia pergi dahulu menguburkan ayahnya. Mengapa? Karena menurut budaya Yahudi di zaman Yesus, ketika seorang ayah meninggal, pelayat akan segera berkumpul dan prosesi pemakaman akan membawa jenazah tersebut ke makam (Mat. 27:59-60; Mrk. 5:35, 38; Luk. 7:12). Selama seminggu setelahnya, keluarga akan tetap berkabung di rumah dan tidak boleh keluar di depan umum (Sirakh 22:12; Yudit 16:24) karena keluarganya akan sibuk dengan upacara pemakaman (Craig S. Keener, Matthew dan Leon Morris, The Gospel According to Matthew, 203). Nah dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa kalau ayah orang ini memang sudah meninggal, orang ini tidak akan keluar rumah untuk menjumpai Yesus dan berkata-kata kepada-Nya.
Kalau begitu, ketika orang ini berkata ingin menguburkan ayahnya, kemungkinan ayahnya sedang sakit dan tidak tahu kapan ayahnya akan meninggal (Gleason L. Archer, Hal-hal yang Sulit dalam Alkitab, 550-551). Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orangtuanya, ia menjaga ayahnya yang sakit-sakitan hingga kelak ayahnya meninggal. Oleh karena itu, orang ini berkata kepada Yesus, “Tuhan, biarkan saya menunggu ayahku meninggal, nanti setelah itu, aku baru mengikut Engkau” (Craig L. Blomberg, Matthew, 147). Pertanyaannya, mengapa orang ini menunda mengikut Yesus karena menunggu ayahnya meninggal? Mungkin ia takut keluarganya akan keberatan dengan sikapnya nanti kalau ia meninggalkan ayahnya demi mengikut Yesus. Mengapa keluarganya akan keberatan? Karena orang yang akan mengikut Yesus ini akan dicap durhaka karena berani meninggalkan ayahnya sedang sakit.
Terhadap perkataan orang ini, Yesus menjawabnya, “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka” (Mat. 8:22; TB). Beberapa penafsir mencoba menafsirkan bahwa kata pertama “mati” merujuk pada mati rohani dan kata kedua “mati” merujuk pada mati jasmani. Oleh karena itu, perkataan Yesus dapat ditafsirkan ulang, “Ikutlah Aku dan biarkan orang mati secara rohani menguburkan orang mati secara fisik” (Donald A. Hagner, Matthew 1-13, 218; Blomberg, Matthew, 148; dan Archer, Hal-hal yang Sulit dalam Alkitab, 551). Tetapi mengapa para penafsir menafsirkannya demikian? Archer menjelaskan bahwa keluarganya yang lain yang keberatan dengan orang yang mau mengikut Yesus ini sebenarnya bisa merawat ayahnya yang sakit-sakitan dan mengurus proses pemakaman ayahnya kelak ketika si ayah meninggal. Kemungkinan sekali keluarganya yang lain ini bukan orang yang percaya kepada Kristus. Tidak heran, mereka mungkin saja keberatan dengan orang yang akan mengikut Yesus ini karena bagi mereka, mengikut Yesus itu tidak penting, sedangkan menunggu ayah yang sedang sakit dan mengurus pemakamannya adalah hal yang terpenting. Konsep ini sesuai dengan teologi Yahudi tentang pentingnya menghormati orangtua dan mengurus pemakaman mereka. Tentu keluarga yang tidak percaya kepada Kristus ini disebut Yesus sebagai orang yang mati secara rohani (Ef. 2:1). Oleh karena itu, Yesus mengundang orang ini: daripada ia menunggu kematian dan penguburan ayahnya kelak, mendingan ia mengikut Yesus, belajar di bawah Kristus, dan memberitakan Kerajaan Allah (Luk. 9:60) (Archer, Hal-hal yang Sulit dalam Alkitab, 551).
Apakah bagian ini mengajarkan bahwa orang percaya tidak perlu menghormati orangtua? Tentu tidak. Yang Yesus tekankan adalah komitmen mengikut-Nya. Ketika seseorang memang mau mengikut Kristus, ia harus berkomitmen untuk mengikut ke mana pun Kristus memimpin dan tidak menujukan hati kepada siapa pun selain Dia, bahkan orangtua sekalipun. Kristus memang mengajarkan pentingnya menghormati orangtua (Mat. 15:4-6), tetapi setia mengikut Kristus dan menyembah Allah merupakan prioritas orang percaya di atas menghormati orangtua. Ini berarti Kristus lebih berharga dari ikatan keluarga jasmani. Tidak heran di Matius 10:37, Yesus berfirman, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; …” (TB). Ini berarti panggilan mengikut Kristus bersifat radikal (Archer, Hal-hal yang Sulit dalam Alkitab, 551). Sudahkah kita benar-benar mengikut Kristus di mana Kristus dan kehendak-Nya merupakan satu-satunya fokus seluruh hidup kita? Amin.
Photo by Timothy Eberly on Unsplash